Dependensi Tim Independen

Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum telah terbentuk (Senin, 2/11).

Presiden SBY membentuknya sebagai sarana untuk mengakomodasi desakan publik akan pentingnya intervensi guna mengurai soal ”cicak lawan buaya”.

Ini adalah tim independen yang bertugas menyelesaikan masalah dengan tugas spesifik. Pertama, memverifikasi semua fakta dan proses hukum terkait kasus Bibit-Chandra. Kedua, menampung unek-unek masyarakat terkait kasus ini. Ketiga, memberikan rekomendasi kepada Presiden setelah bekerja selama dua pekan (Kompas, (3/11/2009).

Solusi atau problem?
Presiden SBY tentu berharap, tim ini dapat menyelesaikan masalah, terutama menenangkan publik yang resah dan mendesak kuat penuntasan perkara ini. Namun, peluang kegagalan tim menjawab keinginan Presiden SBY dan kita cukup besar. Setidaknya, ada tiga hal yang bisa menjadi petunjuk asumsi itu.

Pertama, tim independen ini ternyata ”berbaju” independen. Isinya tak benar-benar independen. Berbicara ihwal tim independen, ada baiknya benar-benar independen, bebas dari campur tangan presiden dan partai politik. Nyatanya, dalam tim ini ada dua orang yang memiliki catatan tidak pas untuk idealitas sebuah tim independen.

Ada Staf Khusus Presiden Bidang Hukum pada tim ini. Ada pula orang partai politik dalam tim ini, yang dewan pembinanya adalah Presiden SBY. Ini tentu amat berpotensi mengganggu. Bayangkan, saat bekerja, lalu harus memverifikasi rekaman yang menyebut nama RI-1. Bagaimana mereka dapat independen?

Kita tidak sedang berbicara perihal orang atau personal. Namun, kita merusak sistem yang seharusnya dibangun rapi untuk menghindari konflik kepentingan. Artinya, jangan menempatkan kedua orang ini dalam posisi yang memungkinkan konflik kepentingan. Membiarkan mereka yang sulit independen ke dalam tim yang seharusnya independen akan mengganggu cita rasa masyarakat yang mendambakan tim yang benar-benar independen untuk penyelesaian masalah.

Kedua, kewenangan dan mekanisme kerja yang kelihatannya terlalu ”remeh” untuk menyelesaikan masalah yang amat kompleks di seputar kasus Bibit- Chandra. Pertanyaan terbesarnya adalah apakah kerja verifikasi cukup untuk menyelesaikan masalah ini? Jika hanya memverifikasi semua fakta dan proses hukum, kemungkinan besar tidak akan punya daya dobrak kuat untuk menyelesaikan perkara Bibit-Chandra. Dari kerangka tugas yang diberikan, mereka hanya memverifikasi fakta, bukan bertugas menemukan fakta.

Apalagi, saat dalam waktu singkat dan tidak ”dipersenjatai” dengan kewenangan memadai. Bayangkan, jika dalam memverifikasi fakta harus memanggil seseorang untuk didengar keterangan dan orang itu menolak. Adakah kewenangan menghadirkan paksa? Lagi-lagi harus diingat karena ada ketentuan rentang waktu cukup singkat, yakni semua harus dikerjakan dalam rentang waktu dua pekan.

Hal kedua itu bersatu dengan problema ketiga, yakni bagaimana sifat rekomendasi yang dihasilkan. Negeri ini punya pengalaman dalam membentuk tim independen, tetapi hasilnya sering gagal di awal, dengan rekomendasi luar biasa, tetapi impoten saat implementasi. Rekomendasi hanya menjadi kata-kata pengingat yang tidak dijalankan.

Dependensi

Tiga hal itu menggambarkan dependensi tim independen. Kita tidak bisa menduga, mengapa Presiden SBY membiarkan tiga penyakit itu terjadi di tim independen. Padahal, pertaruhan melalui tim independen ini amat besar. Kegagalan tim independen untuk menjawab tiga hal itu sangat berpotensi tidak menyelesaikan problema di seputar Bibit-Chandra.

Tentu bisa memperbaiki, jika ada itikad dari anggota tim maupun Presiden SBY, besar kemungkinan bisa diselesaikan. Tim ini bisa menggunakan poin tugas kedua, yakni mendengarkan unek-unek masyarakat.

Jika tulisan ini dianggap unek- unek, seharusnya dua orang yang dipertanyakan independensinya dapat memilih untuk mundur dan segera dilakukan pergantian orang jika memang harus berjumlah delapan orang. Seharusnya orang-orang ini paham, kehadiran mereka bisa menjadi laba-laba yang di ujung jarinya mengandung racun. Keberadaan mereka dalam tim independen bisa-bisa gagal mengagregasi kepercayaan publik akan penyelesaian kasus Bibit-Chandra.

Akan halnya Presiden SBY, bisa segera melakukan perbaikan dengan menginjeksi berbagai kewenangan yang diperlukan tim ini. Kewenangan penting, seperti memanggil paksa dan kewenangan lain, ada baiknya dituangkan dalam bentuk lebih kuat. Bukan keputusan presiden yang rasanya mustahil memuat kewenangan pemanggilan paksa.

Termasuk di dalamnya, Presiden SBY harus berani mengikatkan diri pada rekomendasi tim independen ini agar cita-cita besar di balik melakukan independenisasi penyelesaian semua perkara di seputar kasus Bibit- Chandra bisa terwujud.

Ini adalah harapan. Semoga dapat diterjemahkan menjadi unek-unek yang ada pada butir kedua tugas tim independen. Ini pun andai kata para anggota tim dan Presiden SBY mau menjalankan. Karena harus diingat, ini faktor dependen yang amat menentukan keberhasilan tim independen.

Zainal Arifin Mochtar Pengajar Hukum dan Direktur PuKAT Korupsi FH UGM, Yogyakarta

Tulisan ini disalin dari Kompas, 4 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan