Departemen Pertahanan Diminta Selesaikan

Pembelian sarana pertahanan lewat agen jadi sumber masalah.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Departemen Pertahanan segera menyelesaikan proses pembelian peralatan pertahanan yang dilakukan dengan kredit ekspor. Anggota Badan Pekerja ICW Adnan Topan Husodo di Jakarta kemarin mengungkapkan, sedikitnya ada delapan kredit ekspor Departemen Pertahanan yang bermasalah.

Adnan menyebutkan, kedelapan kredit ekspor bermasalah tersebut, antara lain pembelian helikopter Mi-2 oleh TNI Angkatan Laut-Departemen Pertahanan, Landing Craft Utility (LCU) oleh TNI Angkatan Darat-Departemen Pertahanan, helikopter Mi-17-IV oleh TNI Angkatan Darat-Departemen Pertahanan, helikopter SM BO 105 oleh TNI Angkatan Darat-Departemen Pertahanan.

Menurut data yang diperoleh ICW dari Departemen Keuangan, proyek pembelian helikopter Mi-2 bermasalah karena manajemen pembayarannya belum ditarik, pinjaman belum ditarik, dan belum ada laporan atau usul dari penyalur mengenai pembayaran. Persetujuan kredit helikopter Mi-2 terjadi sejak 20 Desember 2002, dengan pemberi kredit (lender) Harmoni Capital SDN BHD Malaysia, dengan penyalur Mil Moscow Helicopter Plant.

Proses persetujuan kredit LCU dimulai pada 24 Februari 2003 dengan pinjaman US$ 6.611.767,50 dari Harmoni Capital SDN BHD Malaysia. Penyalurnya Microscene Adv Technology Pte. Ltd. Data itu menyebutkan, pembelian LCU bermasalah karena manajemen pembayaran belum ditarik, keberadaan lender tidak jelas, dan Microscene sebagai penyalur telah mengajukan pergantian lender.

Menurut Adnan, Departemen Pertahanan harus segera mencari jalan untuk menyelesaikan masalah proyek-proyek tersebut. Akarnya harus dicari, bagaimanapun proyek-proyek itu sudah on going, tidak bisa dihentikan, ujarnya kepada Tempo.

Aktivis antikorupsi ini mendesak Departemen Pertahanan segera mencari mekanisme baru dalam pembelian dengan kredit ekspor, Untuk menghindari praktek kotor dalam pengadaan. Ia menilai, pembelian dengan mekanisme lama yang hanya bertumpu pada agen atau rekanan merupakan sumber masalah. Salah satu contohnya, pembelian helikopter Mi-17.

Adnan setuju dengan rencana Departemen Pertahanan untuk menjajaki pembelian peralatan pertahanan dengan kredit ekspor antarpemerintah (government to government). Jalur antarpemerintah lebih memberi kepastian proyek itu berjalan dan lebih efektif karena mata rantainya pendek.

Kepala Biro Humas Departemen Pertahanan Laksamana Pertama Abdul Azis Manaf mengungkapkan, kredit ekspor antarpemerintah akan mengurangi tanggungan beban berupa biaya bunga yang tinggi.

Saat ditanya mengenai kredit ekspor bermasalah, Azis tidak bersedia memberi keterangan dengan alasan tidak mengetahui permasalahan tersebut. Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Departemen Pertahanan Marsekal Muda Pieter Watimena belum bisa dihubungi untuk dimintai konfirmasi mengenai kredit ekspor bermasalah itu. SUNARIAH

Sumber: Koran Tempo, 15 Juli 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan