Dedy Ramanta
“Saya adalah orang biasa, ingin berbuat hal-hal yang luar biasa”
Saya lahir kota tahu Kediri Jawa Timur, 36 tahun yang lalu dari keluarga buruh dan petani. Bapak saya mantan kondektur Bis Antar Kota yang sudah purna tugas tanpa uang pensiun dan jaminan hari tua. Ibu Kandung saya sudah meninggal semenjak saya kelas tiga SD. Praktis semenjak kelas 6 SD sampai lulus Kuliah saya tinggal di Solo, kota dimana bapak saya menemukan jodohnya lagi.
Saya 3 tahun belajar di SMP Negeri 21 Surakarta, dilanjutkan di STM Negeri 1 Surakarta jurusan teknik mesin. Tahun 1996 saya sempat menjadi buruh di sebuah Pabrik kertas di Karawang Jabar sampai akhir tahun 2006. Tak betah menjadi buruh, saya pulang kampung bertemu dengan Kepala sekolah SMP Islam Bakti Surakarta. Kemudian saya menjadi guru bidang studi matematika di SMP tersebut sekaligus menjadi mahasiwa Fakultas Hukum Universitas islam batik Surakarta.
Solo adalah Kota yang bersejarah sekaligus medan pendidikan dan medan perjuangan yang sangat berarti dalam hidup saya. Dari Solo saya belajar mengenal politik. Tahun 1996, saya diajak beberapa aktivis Mahasiswa UNS untuk menolak mobilisasi Pelajar SMA yang dilakukan oleh Golkar pada waktu itu. Sepulang dari kerja menjadi buruh di Karawang, di kampung saya makin intens menjadi aktivis buruh. Bersama dengan aktivis-aktivis buruh di Solo terbentuklah FSBS (Forum Solidaritas Buruh Surakarta) yang kemudian menjadi Federasi Serikat Buruh Setia Kawan. Tahun 1997 bersama kawan-kawan aktivis mahasiswa aktif terlibat aksi-aksi pengulingan Suharto. Pernah sewaktu aksi demonstrasi menuntut penurunan Suharto, ditangkap polisi dan ditahan menskipun hanya sehari. Proses penangkapan yang brutal menjadi kenangan yang tidak terlupakan sampai sekarang.
Awal tahun 2003 pergilah ke Jakarta untuk membangun Serikat Buruh yang kelak kemudian dikenal dengan Nama KASBI (Kongres Aliansi Serikat Buruh Independen). Pertama kali ke Jakarta, saya hidup bersama teman-teman buruh di sekretariat serikat buruh di Cikupa dan Cimone Tangerang. Praktis setelah kepmimpinan KASBI terbentuk lewat Konggres, saya memutuskan untuk bekerja dengan Rakyat Miskin Kota di Jakarta melalui UPC (Urban Poor Consortiums). Di UPC lah saya mengenal dan belajar tentang isu kemiskinan dan perkotaan selama dua tahun. Bekerja bersama rakyat miskin kota, saya mendapatkan pengetahuan dan inspirasi yang luar biasa. Rakyat miskin yang selama ini dianggap rapuh dan malas ternyata menyimpan kekuatan dan keuletan yang luar biasa.
Selepas dari UPC, awal tahun 2008 sampai tahun 2009 bekerja dengan Wahana Lingkungan Hidup Jakarta. DI Walhi, saya belajar tentang persoalan perkotaan dan lingkungan hidup, isu pesisir dan laut. Bersama Walhi saya belajar melakukan monitoring dan evaluasi terkait kebijakan tata kelola lingkungan hidup Pemerintah. Sewaktu di bekerja di Walhi, saya aktif membangun organisasi nelayan yang kemudian dikenal dengan nama KNTI (Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia).
Semenjak tahun 2010, saya terlibat aktif mengelola Sekolah Demokrasi Tangerang, sebuah Sekolah yang didirikan untuk melakukan transformasi tentang demokrasi kepada masyarakat sipil, partai politik, kelompok bisnis dan birokrasi. Sebuah sekolah gratis untuk meningkatkan kualitas demokrasi diranah lokal.
Semenjak tahun 2011, Sekolah Demokrasi beraktifitas di Tangerang Selatan. Sampai sekarang sekolah demokrasi di Tangerang Selatan telah mendidik 120 orang warga Tangerang Selatan dan sekitarnya
Tentang Keluarga
Atas ijin tuhan, saya dikarunia satu orang anak laki-laki berumur 5 tahun pada bulan Juli 2013 yang saya panggil Nala Sakti Wirabumi. Istri saya Linarti, aktivis gerakan perempuan yang bekerja di Koalisi Perempuan Indonesia, sebuah organisasi perempuan yang konsisten memperjuangkan kesetaraan perempuan dalam segala bidang utamanya soal 30% kuota perempuan di parlemen dan di struktur partai politik.
Saya tinggal di perumahan Pesona Cilebut Blok C2 Nomer 30 Bogor, dengan status kredit dengan tenor 15 tahun. Rumah tipe 45/90 tersebut hanya 300 meter sebelah stasiun kereta Cilebut Bogor. Dulunya saya adalah pengguna KRL Jakarta Bogor karena kantor saya di Jakarta. Namun semenjak beraktivitas di Tangerang, saya pulang pergi sering menggunakan sepeda motor. Keputusan menggunakan motor adalah keputusan yang sederhana, soalnya motor sangat fleksibel. Jadi saya bisa leluasa kekantor bolak-balik dari Kantor ke kampus Magister hukum UMJ untuk menyelesaikan studi S2 saya diMagister Ilmu Hukum jurusan Hukum Tata Negara.
Alasan bergabung ke Partai Politik
Saya punya tanggung jawab moral sebagai warga negara untuk memperbaiki kehidupan berbangsa dan bernegara, saya juga aktivis 98 yang sedikit menyumbang gerakan reformasi. Sebagai aktivis mahasiswa dan aktivis buruh, rasanya sulit saya berpangku tangan melihat situasi demokrasi kita tak kunjung membaik dari sisi substansinya.
Merubah situasi sekarang adalah perbuatan yang bisa kita kategorikan luar biasa. Salah satu caranya yakni dengan menjadi anggota DPR/DPRD agar mampu langsung memperjuangkan dan mengubah regulasi terkait nasib rakyat. Salah satu caranya dengan bergabung menjadi anggota Partai Politik NasDem sekaligus calon anggota legislatif Partai NasDem
Pengalaman saya mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Jaminan Kesehatan di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan Tahun 2011 dan tahun 2012 dari masyarakat sipil memberikan kesimpulan bahwa meski kita sendiri harus merubah nasib kita sendiri. “Hanya kaum itu sendiri yang bisa mengubah nasibnya”
Maka karena saya orang biasa dan ingin melakukan perbuatan yang luar biasa, saya memutuskan bergabung ke Partai Politik NasDem. Partai Baru dengan jargon yang menantang : Gerakan Perubahan