Dana Aspirasi; Perlu Belajar dari Kasus P2SEM

Ketua DPRD Jawa Timur (2004-2009) Fathorrasyid dijatuhi hukuman penjara enam tahun oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat atau P2SEM sebesar Rp 5,8 miliar.

Fathorrasyid tidak sendiri. Lebih dari 25 orang telah menjadi terpidana ataupun tersangka kasus yang sama. Misalnya Lambertus L Wajong, Ketua Fraksi Partai Golkar 2004-2009; Mulyadi, aktivis mahasiswa di Sumenep; Mu’alim, aktivis LSM di Sidoarjo; Bagoes Soetjipto, dokter di Surabaya; dan Syai’in Choir, Ketua LPPM Universitas Darul Ulum, Jombang.

P2SEM adalah program bantuan dana yang digagas Pemprov Jatim era Gubernur Jatim Imam Utomo pada 2008. Program ini bertujuan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya beli masyarakat, dan untuk menangani masalah sosial lainnya. Untuk mengakses dana ini, masyarakat harus mengajukan proposal kepada DPRD Jatim. Setelah direkomendasi DPRD Jatim, masyarakat bisa meneruskan proposalnya ditangani Badan Pemberdayaan Masyarakat Jatim. Proyek ini disalurkan melalui LSM, yayasan, perguruan tinggi, pondok pesantren, dan sebagainya.

Sejak awal, program ini telah memantik polemik di masyarakat. Keterlibatan DPRD sebagai pemberi rekomendasi dianggap sebagai patgulipat politik antara legislatif dan eksekutif. Bertentangan dengan fungsi DPRD. Dikhawatirkan, posisi DPRD tidak ubahnya sebagai makelar proposal. Banyak yang menyarankan agar dana ratusan miliar rupiah itu diserahkan kepada kelurahan secara langsung untuk dikelola sesuai dengan kebutuhannya.

Ternyata yang dikhawatirkan itu menjadi kenyataan. Proposal yang direkomendasi Fathorrasyid, misalnya, ternyata sebagian fiktif atau dananya langsung dipotong untuk masuk kantong pribadi Fathorrasyid. Lambertus juga mendapat 40 persen dari dana P2SEM Rp 450 juta untuk Universitas Pembangunan Nasional. Lambertus berdalih itu uang terima kasih. Diduga masih puluhan kasus, termasuk yang melibatkan mantan anggota DPRD Jatim lain, yang sampai sekarang belum ditangani.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, Ibnu Tricahyo melihat, kasus P2SEM ini hendaknya dipakai sebagai pertimbangan kearifan sebelum persetujuan terhadap usulan Fraksi Partai Golkar DPR agar setiap anggota parlemen memperoleh dana aspirasi Rp 15 miliar. P2SEM itu secara substansial sama dengan dana aspirasi, yaitu sama-sama masuknya lembaga legislatif ke ranah eksekutif karena di situ ada unsur pembelanjaan uang negara. ”Itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Keuangan Negara,” katanya.

Dalih bahwa dana aspirasi untuk pembinaan konstituen juga tidak tepat. Pembinaan konstituen adalah tanggung jawab partai politik. Dan, parpol telah mendapat uang itu dari negara yang diperhitungkan berdasarkan perolehannya pada pemilu.

Ibnu mengatakan, kalau dana aspirasi nanti akhirnya tetap dicairkan, ia minta Badan Pengawas Keuangan agar benar-benar mengawasi. Sebab, potensi dikorupsi sama saja dengan P2SEM. (Anwar Hudijono)
Sumber: Kompas, 7 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan