Catatan Atas Kepatuhan Penyelenggara Negara dalam Melaporkan Harta Kekayaan Pada KPK
Pada 14 April 2019 yang lalu Indonesia Corruption Watch (ICW) menggelar konferensi pers dengan judul “Penyelenggara Negara Abai Melaporkan Harta Kekayaan”. Sumber utama yang kami gunakan dalam merilis data penyelenggara negara baik yang patuh maupun yang tidak patuh melaporkan LHKPN bersumber dari situs resmi KPK (https://acch.kpk.go.id/pengumuman-lhkpn/). Penyelenggara yang dimaksud tidak terbatas pada pemerintah, akan tetapi cabang kekuasaan lainnya, yakni legislatif dan yudikatif.
Beragam tanggapan dan respon muncul paska pemberitaan terkait hal diatas. Termasuk keberatan yang muncul dari beberapa pejabat level menteri, yakni Menteri Perhubungan, Menteri Sosial, dan Menteri Agama. Mereka menganggap rilis ICW kurang tepat dan tidak merujuk pada sumber yang terupdate dimana mereka telah melaporkan harta kekayaan pada KPK melalui sistem elektronik (e-lkhpn). Terhadap catatan kritis tersebut, ICW memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih.
Demikian halnya, karena rilis kami sebelumnya telah banyak dimanfaatkan dan disalahgunakan untuk kepentingan politik Pilpres 2019, kami sekaligus menegaskan bahwa kajian ini tidak ada tendensi politik atau motif politik praktis sama sekali. Kajian ini masih relevan dengan apa yang telah diangkat oleh KPK beberapa saat lalu, dimana KPK merasa prihatin dengan tingkat kepatuhan PN yang rendah dalam melaporkan LHKPN.
Lebih lanjut, sebagai bentuk pertanggungjawaban kami, dalam rilis terbaru ini kami juga menggunakan sumber e-lhkpn (https://elhkpn.kpk.go.id/) selain yang berasal dari ACCH KPK mengingat setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, beberapa data yang dimuat KPK dalam ACCH belum di-update secara rutin. Dengan demikian, penggunaan dua sumber sekaligus ini dapat mengoreksi beberapa poin informasi dalam rilis sebelumnya yang kurang aktual.
Menegaskan kembali poin penting pada rilis sebelumnya, setidaknya ada 2 (dua) indikator penilaian kepada penyelenggara negara yang melaporkan harta kekayaan pada KPK. Pertama, kepatuhan penyelenggara negara dalam melaporkan harta kekayaan pada KPK paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diangkat/diangkat kembali/berakhirnya masa jabatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 Peraturan KPK Tahun 2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara.
Kedua, kepatuhan penyelenggara negara selama menjabat dalam melaporkan harta kekayaan setiap tahunnya sebagaimana diatur dalam pasal 5 Peraturan tersebut. Dalam pasal itu disebutkan bahwa penyampaian LHKPN selama penyelenggara negara menjabat dilakukan secara periodik setiap 1 (satu) tahun sekali atas harta kekayaan yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember dan disampaikan paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
Setelah melalui tahap verifikasi lanjutan dan memasukkan informasi yang kami peroleh dari dua sumber resmi KPK, yakni link e-lhkpn dan link acch KPK berdasarkan update terakhir pada 15 April 2019, kami membuat tiga kesimpulan penilaian atas kepatuhan pelaporan LHKPN oleh penyelenggara negara (PN) sebagaimana table dibawah yakni pertama, PN yang patuh melaporkan LHKPN, sesuai dengan mandat pasal 4 dan pasal 5 Peraturan KPK mengenai pelaporan LHKPN. Kedua, PN yang tidak patuh melaporkan LHKPN karena terlambat menyampaikan laporannya kepada KPK. Ketiga, PN yang tidak patuh melaporkan LHKPN karena tidak sama sekali melaporkannya kepada KPK.
Karena kajian ini adalah sebuah agenda berkelanjutan, maka informasi yang tersedia menjadi sangat dinamis, mengingat para PN bisa jadi baru menyampaikan LHKPN-nya ke KPK setelah rilis ini dipublikasikan. Selain itu, kami juga sangat terbuka atas masukan, saran dan kritik dari berbagai pihak supaya kualitas kajian ini dapat terus ditingkatkan.
Indonesia Corruption Watch
Jakarta, 15 April 2019