Bulan Pendidikan Nasional: Yang Muda, Yang Antikorupsi

Antikorupsi.org, Jakarta, 16 Mei 2017 – Senin, 15 Mei 2017, Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadakan diskusi dalam rangka memperingati bulan Pendidikan Nasional. Bertempat di Kantor ICW, diskusi ini dihadiri oleh Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Febri Diansyah; Wakil Direktur Madrasah Anti Korupsi PP Muhammadiyah, Virgo Gohardi; Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie; dan Koordinator Divisi Jaringan ICW, Abdullah Dahlan.

Bertema “Yang Muda, Yang Antikorupsi”, diskusi diawali oleh penjelasan Febri Diansyah bahwa KPK tidak hanya fokus pada kinerja penindakan, tetapi juga kinerja pencegahan. Di KPK ada Kedeputian Pendidikan Layanan Masyarakat (Dikyanmas) yang memiliki tugas memberikan pendidikan antikorupsi dalam berbagai level pendidikan. KPK pun mengadakan sekolah antikorupsi bernama Youth Camp KPK yang merupakan kegiatan tahunan KPK, yang terbuka bagi kalangan muda.

Febri melanjutkan bahwa kegiatan pencegahan adalah kegiatan yang penting, melihat kondisi saat ini sudah mengkhawatirkan. “Ada 122 anggota DPR/DPRD dan 1 anggota DPD yang diproses KPK, sebagian besar karena kasus suap. Ada 75 orang yang diproses KPK berumur 20-40 tahun. Dari 75 orang tersebut, 71 orang berumur 31-40 tahun”, ungkap Febri.

Ada harapan cukup besar pada generasi muda. Tetapi di sisi lain, harapan itu dihadapkan secara langsung ketika anak muda – yang diharapkan menjadi bagian dari motor perubahan di tengah kondisi caruk-maruk – menjadi bagian dari korupsi. “Dalam kondisi anomali inilah, saya kira menjadi sangat penting perubahan-perubahan yang dilakukan, tidak hanya dilakukan KPK tetapi juga semua unsur masyarakat”, tutup Febri.

Sementara Virgo menambahkan bahwa gerakan antikorupsi yang diusung PP Pemuda Muhammadiyah selama ini berdasar pada alasan teologis, yakni kebaikan dan melawan kebatilan. Untuk menghasilkan kebaikan perlu menghadirkan keadilan. Salah satu cara menghadirkan keadilan adalah dengan memberantas korupsi. Tidak adanya pemerataan ekonomi, pemerataan sumber daya alam (SDA), atau pemerataan anggaran karena tersumbat oleh korupsi.

“Korupsi selama ini dilakukan secara berjamaah, karena itu kita juga harus menyiapkan jamaah-jamaah untuk menjadi gerbong gerakan antikorupsi. Kita libatkan kampus-kampus Muhammadiyah di kota dan propinsi untuk gerakan antikorupsi. Kami berikan kesadaran pada masyarakat kita, jamaah kita, bahwa kita perlu berada di garis ini”, tutur Virgo.

Grace Natalie sebagai Ketua Umum PSI menyatakan bahwa partai politik merupakan salah satu tempat praktek nilai-nilai baik yang didapat. Dalam PSI sendiri, kata Grace, yang dicari adalah darah segar, darah yang belum terkontaminasi dengan praktek tidak baik, seperti politik uang. “Paling tidak PSI memulai dengan bahan baku yang baik, dengan muda-mudi yang masih idealis. Pekerjaan rumah selanjutnya menjaga muda-muda yang masih idealis ini supaya tetap on the track”, lanjut Grace.

Sebagai penutup dalam diskusi ini, Abdullah menjelaskan bahwa ICW mengambil bagian dalam pencegahan. Hal ini karena praktek korupsi sekarang sudah terstruktur, sistematis, dan masif. Terstruktur artinya korupsi telah masuk dalam semua struktur baik eksekutif, legislatif, yudikatif. Sistematif artinya korupsi telah saling berkolaborasi dengan eksekutif, yudikatif, legislatif, maupun pebisnis. Masif artinya korupsi telah terjadi di banyak tempat dan wilayah.

ICW sangat prihatin terhadap problem korupsi yang semakin serius. “Polanya juga sangat intim sekali hubungannya, seperti ada hubungan bapak-anak dalam kasus korupsi pengadaan alquran, ada suami-istri. Korupsi yang sangat terkonsolidasi, ada perluasan pelaku”, ungkap Abdullah. Keberhasilan gerakan antikorupsi, selain harus kuat dalam sisi penindakan, juga harus kuat dalam sisi pencegahan.

Sejumlah anak muda saat ini sudah menjadi aktor korupsi. Miris melihat keadaan itu, ICW membuat Sekolah Antikorupsi (SAKTI). SAKTI telah diadakan sejak tahun 2013. Tujuan SAKTI adalah memperluas jaringan antikorupsi dan memperbanyak kader-kader muda antikorupsi. “Dalam SAKTI akan diajarkan cara memahami hubungan antara hukum atau masing-masing ilmu dengan antikorupsi, memberi metodologi bagaimana cara membaca serta membedah korupsi. Kita harus melakukan konsolidasi pencegahan sehingga menjadi gerakan antikorupsi. Sekolah Antikorupsi menjadi salah satu alternatif mencetak kader antikorupsi”, tutup Abdullah. (Dewi)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan