BPK; Berpacu Menjadi Pemeriksa

Hadori Yunus dan Anwar Nasution disebut-sebut kandidat kuat Ketua BPK. Tak loyal pada bendera.

IBARAT lomba vokalia, pemilihan calon anggota dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah memasuki babak semifinal. Peserta jauh berkurang, tinggal nama unggulan yang masih bertahan. Namun, tak cuma kandidat kelas teri, beberapa nama besar pun ikut berguguran.

Ada yang karena mengundurkan diri, seperti Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Darmin Nasution dan Ketua Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) Herwidayatmo. Ada pula yang syarat administrasinya tak lengkap, seperti Ketua Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ary Soelendro.

Alhasil, dari 61 nama kandidat yang masuk ke DPR, kini tinggallah 40 calon. Mereka ini sejak Senin pekan lalu menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR. Dalam ujian itu, tiap kandidat dan fraksi berpasangan secara silang. Kandidat yang dicalonkan sebuah fraksi mendapat pertanyaan dari fraksi lain yang tidak mencalonkannya. Itu mekanisme menjaga fairness, kata Wakil Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan, Paskah Suzetta.

Bila tak ada aral melintang, seluruh proses pengujian akan berakhir Selasa pekan ini. Pada saat itu, dari 40 peserta, yang tersisa akan tinggal 21 orang. Menurut Undang-Undang No. 5/1973 tentang BPK, untuk setiap posisi yang lowong di BPK memang diperlukan tiga kandidat. Pimpinan BPK sendiri terdiri atas ketua, wakil ketua, dan lima anggota.

Nama mereka yang lolos ke babak final akan diserahkan ke Presiden, yang akan memilih tujuh orang untuk menjadi pimpinan BPK. Sidang paripurna untuk mengesahkan 21 orang itu telah dijadwalkan pada 7 Juni, kata Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan, Emir Moeis. Sebagian anggota komisi ini berpendapat, posisi pimpinan BPK mesti diisi orang profesional. BPK bukan lembaga politik, pimpinannya sebaiknya orang profesional yang punya latar belakang auditor, ujar Max Moein dari PDI Perjuangan.

Max malah mengancam akan mengambil pilihan yang berbeda bila pimpinan fraksinya menyokong kandidat yang tak memiliki latar belakang auditor. Saya tak loyal pada bendera. Saya akan memilih yang terbaik, katanya tegas. Sebaliknya, Paskah Suzetta memberikan isyarat latar belakang kandidat bisa berasal dari mana saja. Yang penting berpengalaman di bidang keuangan dan mengetahui seluk-beluk administrasi negara, ujarnya.

Pendapat Paskah mendapat sokongan Rizal Djalil. Wakil rakyat dari Fraksi Reformasi itu mengatakan, ketokohan seseorang juga patut diperhatikan. Profesional penting, tapi orang itu hendaknya juga cukup dikenal masyarakat, ujarnya. Nah, dari sekian nama yang masuk, Anwar Nasution dan Hadori Yunus disebut-sebut berpeluang besar menjadi Ketua BPK.

Hadori, 62 tahun, yang memiliki latar belakang akuntan profesional dan anggota keluarga besar Marhaen, dicalonkan oleh anggota Dewan dari PDI Perjuangan. Sedangkan Anwar, juga 62 tahun, dicalonkan oleh Fraksi Reformasi dan Partai Persatuan Pembangunan. Bekal sebagai deputi gubernur senior Bank Indonesia dan ahli ekonomi moneter dipandang sebagai nilai lebihnya.

Namun beberapa kandidat lain patut pula diperhitungkan sebagai kuda hitam yang bisa menyalip di tikungan. Ambil contoh bekas Direktur Utama Pertamina, Baihaki Hakim, yang giat berkampanye soal good corporate governance, dan kabarnya juga memiliki lobi kuat dengan pimpinan PDI Perjuangan.

Ada lagi nama Farid Prawiranegara, pemegang certified practicing accountant (CPA) dan bekas Ketua Partai Bulan Bintang, yang didukung sejumlah politisi. Di luar itu masih ada beberapa anggota DPR sendiri yang berminat pindah kantor ke seberang jalan, antara lain Abdullah Zaini dan Baharudin Aritonang dari Golkar, serta Sulistiadi dari Fraksi TNI/Polri.

Ditemui di kantornya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Hadori Yunus mengaku sejak awal 2003 menjalin komunikasi dengan para petinggi Moncong Putih untuk mengisi posisi di BPK. Saya berteman dan sudah lama mendiskusikan masalah ini dengan Pak Tardjo (Soetardjo Soerjogoeritno—Red.), katanya.

Sebagai akuntan profesional, karier Hadori cukup cemerlang. Selain memimpin Kantor Akuntan Publik Hadori, Soejatna & Rekan, ia pernah menjadi Wakil Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Hadori, yang mengajar akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, juga banyak menulis buku teks bagi mahasiswa.

Riwayat Hadori selama menjadi akuntan publik relatif bersih. Ia menjadi auditor yang merekomendasikan ditutupnya Bank Putra Multikarsa milik Marimutu Sinivasan. Dia pula yang menangani audit yang membongkar borok letter of credit Texmaco di Bank BNI dan kasus Indofarma.

Mengaku cuma berminat menjadi Ketua BPK—bukan wakil apalagi anggota biasa—Hadori berjanji akan mundur bila tak masuk jajaran kandidat ketua. Untuk membenahi BPK, ia mengaku akan melakukan reformasi total. Pembenahan itu, misalnya, dengan melakukan audit tak hanya pada saat pelaksanaan anggaran, tapi juga ketika hendak menyusun anggaran. Itu namanya pra-audit, ujarnya.

Kesediaannya menjadi Ketua BPK, menurut Hadori, benar-benar untuk perbaikan bangsa. Kalau untuk mencari uang, saya bisa dapat di kantor saja, ujarnya. Karena itu pula ia menolak lobi-lobi tertutup dan penggunaan uang untuk memperoleh jabatan. Saya bersama tim pendukung sudah bertekad menolak segala bentuk money politics, katanya tegas.

Agar tak terjebak dalam konflik kepentingan, Hadori mengaku akan mengambil cuti dari kantornya bila kelak terpilih menjadi Ketua BPK. Ia sudah membicarakan hal ini dengan pejabat direktorat pengawasan kantor akuntan publik di Departemen Keuangan. Saya akan non-aktif, tapi tidak mundur apalagi sampai mengubah nama kantor, nanti warung saya kehilangan pelanggan, ujarnya sambil tertawa.

Berbeda dengan Hadori, Anwar Nasution terlihat stel kendo. Deputi gubernur senior Bank Indonesia yang sebentar lagi selesai masa jabatannya itu mengaku tak memiliki beban ketika dicalonkan menjadi Ketua BPK. Kalau kepercayaan diberikan, akan saya terima dengan terbuka, ujar pria yang di kalangan BI dijuluki Opung (kakek—Red.) itu.

Meski menerima banyak sinyal dukungan, Anwar dengan rendah hati mengaku tak tahu persis seberapa besar peluangnya. Bekas dekan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini juga tak melakukan lobi khusus, apalagi menjanjikan imbalan bagi para anggota parlemen agar memilihnya. Terserah mereka menilai. Saya hanya datang sesuai dengan undangan untuk mengikuti fit and proper test, katanya.

Riwayat sebagai figur yang bersih dari korupsi tampaknya menjadi modal utama Anwar untuk bersaing dan bekerja maksimal di BPK. Maklum, ia tak punya keterampilan dan kemampuan khusus di bidang akuntansi. Saya lebih paham soal ekonomi makro, ujarnya blakblakan.

Pengakuan atas sosok Anwar antara lain datang dari Rizal Djalil. Kredibilitasnya enggak perlu diragukan lagi, baik sebagai pejabat BI maupun guru besar UI, Rizal memuji. Rizal secara terbuka mengaku giat menyokong Anwar. Kawan-kawan dari Golkar juga akan mendukung beliau, ujarnya.

Kendati mengakui Anwar sebagai figur yang memiliki integritas, bersih, dan berpengaruh, menurut Paskah, fraksinya sampai saat ini belum membahas dukungan bagi Ketua BPK. Ia masih menunggu hasil uji kepatutan dan kelayakan. Dari sana baru kami akan membuat keputusan, katanya.

Nugroho Dewanto, Y. Tomi Aryanto

Sumber: Majalah Tempo, No. 13/XXXIII/24 - 30 Mei 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan