Baihaki Hakim: Tanker Untungkan Pertamina [25/06/04]

Mantan Direktur Utama PT Pertamina Baihaki Hakim mengutarakan, kepemilikan dua tanker raksasa akan menguntungkan Pertamina secara ekonomis dalam jangka panjang. Selain itu, kepemilikan tanker tersebut juga akan menumbuhkan kemandirian perusahaan sehingga tidak dapat didikte oleh pasar tanker.

Hal itu dikemukakan Baihaki seusai memenuhi undangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (24/6) di Jakarta. Menurut Baihaki, dia memberikan penjelasan kepada Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas menyangkut strategi, proses, tujuan, dan pendanaan pembangunan dua tanker raksasa Pertamina, yang kini sudah dijual oleh direksi Pertamina yang baru kepada Frontline Ltd dari Swedia seharga 184 juta dollar Amerika Serikat (AS).

Salah satu alasan untuk membangun tanker pada saat dia masih memimpin Pertamina, kata Baihaki menambahkan, agar Pertamina tidak dapat dikontrol oleh kartel tanker. Apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini, di mana harga sewa tanker meningkat tajam.

Sewa tender tanker single hull (konstruksi lambung tunggal) yang dulu hanya 20.000 dollar AS per hari, pada tender terakhir sudah naik sekitar 60 persen menjadi 33.000 dollar AS per hari. Dari angka ini bisa dipastikan Pertamina akan menerima rezeki nomplok dari selisih harga lama dan harga baru jika memiliki tanker raksasa.

Baihaki sendiri enggan berkomentar mengenai kebijakan direksi baru. Itu kebijakan direksi. Saya tidak bisa menilai. Mereka tentu punya argumen yang lain. Saya cuma menjustifikasi. Jika rencana semula tidak dijalankan, itu hak direksi sekarang. Soal untung rugi, kita bisa berdebat terus karena merupakan dua strategi yang berbeda, ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Ariffi Nawawi menyatakan keyakinannya bahwa penjualan tanker raksasa merupakan keputusan bisnis yang tepat bagi perusahaan. Menurut Ariffi, justru kalau tanker raksasa itu dipertahankan, itu akan merugikan Pertamina dan pemerintah.

Ariffi juga mengakui, pandangan direksi baru dan direksi lama mengenai tanker itu pasti berbeda karena cara berpikir direksi yang lama masih mengikuti gaya Pertamina yang lama.

Apabila Pertamina mengoperasikan sendiri kedua tanker raksasa yang sudah terjual tersebut, lanjutnya, akan mendongkrak nilai subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi dua kali lipat. Sebab, Pertamina sebagai perseroan akan menuntut keuntungan dari pemerintah.

Ariffi menambahkan, harga sewa tanker sebenarnya mengalami kenaikan akibat situasi politik di Timur Tengah. Jadi, katanya, pasti akan kembali normal. Selain itu, tidak akan ada kelangkaan tanker di masa depan karena jumlah tanker yang dibangun jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dijadikan besi tua.

Konsultan yang disewa Pertamina, yakni Goldman Sachs, juga memperkirakan tanker single hull akan dilarang pada tahun 2010, bahkan bisa melampaui waktu itu. Seandainya tanker single hull betul-betul dilarang, kata Ariffi, Pertamina hanya akan menyewa tanker double hull yang sudah tua sehingga beban biaya lebih rendah.

Klarifikasi

Kemarin Baihaki meluruskan pemberitaan yang mengatakan proses pengadaan tanker pada masa kepemimpinannya tidak dilakukan melalui proses tender. Bahkan dia menegaskan, semua pengadaan tanker di Pertamina, termasuk dua tanker raksasa itu, dilakukan dengan tender internasional.

Hasil tender untuk 12 unit yang akan dipesan Pertamina adalah delapan unit dimenangi oleh galangan kapal di luar negeri dan empat unit dimenangi oleh galangan kapal di dalam negeri. Akan tetapi, karena ada keinginan untuk memajukan galangan kapal dalam negeri, akhirnya hanya dua tanker yang dibuat di luar negeri.

Hingga akhir proses tender, Pertamina akhirnya hanya memesan enam tanker. Dua tanker raksasa dimenangi oleh Hyundai Heavy Industries (Korea Selatan), satu tanker 30.000 DWT dimenangi oleh PT PAL Surabaya, satu tanker 6.500 DWT dimenangi oleh PT DPS Surabaya, dan dua tanker dengan bobot masing-masing 3.500 DWT dan 6.500 DWT dimenangi oleh PT Nan Indah Shipyard Batam.

Menyinggung arus kas Pertamina yang disebut-sebut kurang sehat dan tidak mampu membayar pembelian tanker, Baihaki Hakim menegaskan, kas Pertamina tidak bakal terganggu karena pembelian tanker menggunakan pendanaan dari luar. Dana untuk membeli tanker diperoleh dari kredit dari Korea Selatan dan penerbitan obligasi.

Dengan tingkat bunga obligasi dan ditambah dengan biaya kredit ekspor hanya 5,87 persen, biaya pendanaan enam tanker termasuk dua tanker raksasa dapat diprediksi di bawah tujuh persen. Dengan begitu, dari sisi komersial proyek ini cukup ekonomis dan bisa dipertanggungjawabkan.

Baihaki juga mengatakan, hampir semua perusahaan minyak, seperti Shell, ExxonMobil, Caltex, dan Petronas, mempunyai armada milik sendiri, dengan porsi 25 persen hingga 50 persen dari tonase muatan migas yang mereka kelola dan pasarkan.

Konsep itulah yang ingin diterapkan direksi lama periode tahun 2000 hingga 2003, yakni membangun kembali armada milik sendiri untuk menjadikan unit perkapalan sebagai bisnis inti dengan orientasi profit center, bukan cost center. (BOY)

Sumber: Kompas, 25 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan