Babak Baru Nazaruddin

Pelarian mantan bendahara umum Partai Demokrat–– partai penguasa–– berakhir sudah. Minggu dini hari 7 Agustus 2011,Nazaruddin ditangkap oleh Polisi Kolombia di Cartagena.

Pemulangan Nazaruddin ke Tanah Air bukalah suatu hal yang sulit kendatipun kita tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Kolombia. Hal ini mengingat penyerahan pelaku kejahatan tidak hanya berdasarkan perjanjian ekstradisi antara kedua negara, namun penyerahan pelaku kejahatan dapat juga terjadi atas dasar hubungan baik kedua negara.

Selama ini antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Kolombia telah terjalin hubungan kerja sama yang baik, bahkan belum lama ini Pemerintah Kolombia juga sudah mendeportasi dua warga negara Indonesia (WNI) yang diduga melakukan tindak pidana di Indonesia kemudian melarikan diri ke Kolombia.

Penyerahan pelaku kejahatan juga dapat dilakukan melalui hubungan police to police dalam wadah Interpol, terlebih Nazaruddin tidak melakukan suatu tindak pidana selama di Kolombia, sehingga tidak ada alasan yang kuat untuk tetap menahan Nazaruddin.

Selain itu,red notice yang dikeluarkan KPK kepada Nazaruddin adalah sebagai seorang tersangka kasus korupsi. Berdasarkan Konvensi PBB mengenai antikorupsi (UNCAC), meskipun seorang pelaku kejahatan korupsi yang melarikan diri di suatu negara dan negara yang bersangkutan belum meratifikasi UNCAC, ada kewajiban moral untuk melakukan ekstradisi.

Hal ini mengingat sifat dan karakter kejahatan korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang dikualifikasikan sebagai kejahatan internasional. Dengan demikian, berdasarkan asas aut dedere aut judicare, setiap negara wajib melakukan hubungan kerja sama dalam rangka menuntut, menghukum, dan melakukan ekstradisi terhadap pelaku kejahatan internasional, kendatipun negara yang bersangkutan belum meratifikasi konvensi yang dimaksud.

Dengan tertangkapnya Nazaruddin, kasus korupsi yang menimpanya memasuki babak baru. Karena itu, yang pertamatama harus dilakukan adalah melindungi keselamatan Nazaruddin baik keselamatan fisik maupun keselamatan terkait barangbarang yang diduga dapat menjadi bukti ‘nyanyian’ Nazaruddin selama ini.

Menjerat Nazaruddin
Paling tidak ada tiga kasus yang sudah pasti menjerat Nazaruddin. Pertama, kasus korupsi Wisma Atlet yang telah mendudukan Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharam, Mindo Rosalina Manulang dari PT Anak Negeri, dan Mohammad El Idris dari PT Duta Graha Indah di kursi pesakitan sebagai terdakwa.

Kedua, kasus pelariannya sebagai tersangka. Hal ini jelas suatu tindak pidana yang diatur dalam KUHP sebagai kejahatan terhadap penguasa umum.Ketiga, kasus tindak pidana keimigrasian. Hal ini berkaitan dengan penggunaan paspor orang lain oleh Nazaruddin untuk bepergian ke luar negeri.

Selain ketiga kasus yang sudah pasti menjerat Nazaruddin, masih ada tiga kasus lain yang juga akan menerpa dirinya.Pertama, terkait kasus pemberian uang oleh Nazaruddin kepada Janedjri M Gaffar.

Dengan asumsi kronologis kejadian yang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi M Mahfud MD kepada publik adalah benar, terdapat indikasi yang kuat bahwa Nazaruddin telah melakukan percobaan penyuapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Undang-Undang Tipikor dan bukan pasal mengenai gratifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B dan 12 C undangundang a quo.

Akan tetapi perlu diingat bahwa ketentuan Pasal 15 Undang- Undang Tipikor menyatakan bahwa percobaan untuk melakukan tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama.Artinya, percobaan dianggap sebagai delik selesai.

Kedua,mengenai kasus korupsi di sejumlah proyek yang ditangani oleh Nazaruddin di berbagai kementerian. Dalam rangka mengungkapkan kasus tersebut, KPK telah melakukan pemeriksaan antara lain di Kementrian Kesehatan dan Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Nyanyian Nazaruddin
Ketiga, menyangkut kasus pencemaran nama baik yang telah dilaporkan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.Hal ini berkaitan dengan sejumlah tuduhan Nazaruddin yang diarahkan kepada Anas Urbaningrum bahwa yang bersangkutan telah melakukan politik uang dalam Kongres Partai Demokrat tahun lalu dan terlibat berbagai kasus anggaran termasuk kasus Wisma Atlet.

Perihal pencemaran nama baik, ada tiga catatan penting. Pertama, delik tersebut sangat bersifat subjektif.Artinya, penilaian terhadap pencemaran nama baik sangat tergantung pada orang atau pihak yang diserang nama baiknya. Karena itu, pencemaran nama baik merupakan delik aduan yang hanya bisa diproses oleh polisi jika ada pengaduan dari orang atau pihak yang merasa nama baiknya dicemarkan.

Kedua, pencemaran nama baik merupakan delik penyebaran yang berarti bahwa substansi yang berisi pencemaran harus disebarluaskan kepada umum atau dilakukan di depan umum oleh si pelaku.

Ketiga, orang yang melakukan pencemaran nama baik dengan menuduh sesuatu hal yang dianggap menyerang nama baik seseorang atau pihak lain harus diberikan kesempatan untuk membuktikan tuduhan tersebut.

Terkait hal yang ketiga ini yang sangat dinantikan publik di Indonesia.Apakah tuduhan Nazaruddin kepada sejumlah petinggi Partai Demokrat hanyalah isapan jempol belaka ataukah tuduhan tersebut mendekati fakta yang sebenarnya?

Sebagai solusi konkret kiranya kasus Nazaruddin ini ditangani oleh tim independen yang melibatkan KPK, Kepolisian, Kejaksaan,LPSK,dan Keimigrasian. Ada beberapa pertimbangan untuk membentuk tim independen ini.

Pertama, kejahatan yang dilakukan Nazaruddin tidak semata kasus korupsi yang menjadi ke-wenangan KPK, tetapi juga bertalian dengan pelariannya sebagai buron yang merupakan kewenangan polisi dalam menyidik dan tindak pidana keimigrasian.

Kedua, ada beberapa pimpinan KPK yang disebut dalam ‘nyanyian’ Nazaruddin sehingga jika perkara ini hanya diserahkan kepada KPK, dikhawatirkan akan bias. Ketiga, pelibatan LPSK dimaksudkan agar barang-barang milik Nazaruddin yang dapat dijadikan bukti berikut keselamatan jiwanya benarbenar dilindungi.
EDDY OS HIARIEJ Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
Tulisan ini disalin dari Koran Sindo, 11 Agustus 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan