Auditor BPK Terima DAU; Said Agil Diancam Penjara Seumur Hidup

Tim auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memeriksa biaya perjalanan ibadah haji di Departemen Agama turut menikmati dana abadi umat. Jumlahnya lebih dari Rp2,8 miliar.

Data-data tersebut terungkap dalam persidangan pertama atas mantan Menteri Agama Said Agil Husin Al Munawar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin. Selain Said Agil, kemarin pengadilan juga menggelar sidang pertama atas mantan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama Taufik Kamil. Said Agil dan Taufik disidangkan majelis hakim sama yang diketuai Cicut Sutiarso, dengan dakwaan sama, tetapi dalam berkas perkara terpisah. Agenda sidang ialah pembacaan dakwaan dari tim jaksa yang dipimpin Ranu Mihardja.

Dalam surat dakwaan atas Said Agil setebal 57 halaman, jaksa menuduh terdakwa melakukan beberapa kali tindak pidana korupsi untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain sehingga merugikan keuangan negara Rp730 miliar. Dakwaan itu terkait dengan penyalahgunaan dana abadi umat (DAU) di Departemen Agama.

DAU merupakan sisa dana operasional pelaksanaan ibadah haji yang disetorkan jemaah kepada pemerintah. Sesuai dengan peraturan yang ditetapkan dalam keputusan presiden, dana itu harus digunakan untuk kemaslahatan umat, seperti pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial, ekonomi, pembangunan sarana dan prasaran ibadah serta penyelenggaraan haji.

Jaksa menguraikan, penyimpangan penggunaan DAU terjadi saat terdakwa menjabat menteri agama pada 2001 hingga 2004. Selama kurun waktu itu, ada aliran dana kepada tim auditor BPK yang diberikan secara rutin setiap tahun (lihat grafis).

Selain kepada auditor BPK, jaksa yang terdiri atas Ranu Mihardja, Toni Sipuntana, dan Payaman Hutapea menyebutkan DAU juga dibagikan kepada anggota Komisi VI DPR RI periode 1999-2004 yang menjadi mitra Departemen Agama dan untuk sumbangan perkawinan relasi Menteri Agama. Ada sekitar 113 undangan perkawinan dengan jumlah sumbangan sebesar Rp504 juta, kata Ranu.

Said dan Taufik juga menggunakan DAU untuk kepentingan pribadi. Antara lain untuk tunjangan fungsional, dana taktis dan biaya perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri, uang makan, uang lelah, honorarium, dan membayar pengacara.

Selama terdakwa menjabat menteri agama, terdakwa mendapat tunjangan fungsional menteri sebesar Rp390 juta. Dana itu diambil dari rekening pengelolaan dana DAU, tambah Ranu.

Sedangkan insentif dan honor bagi sejumlah pegawai Direktorat Jenderal BIPH Departemen Agama yang diterima dalam beberapa bulan senilai Rp7,885 miliar.

Atas perbuatan itu, pada dakwaan primer kedua terdakwa dijerat Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Sedangkan pada dakwaan subsider, terdakwa dijerat dengan Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 64 KUHP. Dan, dakwaan lebih subsider, jaksa menggunakan Pasal 8 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP jo Pasal 64 KUHP.

Kedua terdakwa diancam dengan hukuman penjara seumur hidup.

Said Agil yang mengenakan pakaian batik cokelat dengan motif kembang-kembang dipadu celana hitam dan kopiah hitam tampak tenang duduk di kursi terdakwa saat mendengarkan dakwaan. Sesekali dia terlihat mengantuk selama sidang yang berlangsung sekitar tiga jam itu.

Sidang dilanjutkan pada Kamis (13/10), untuk Taufik Kamil. Sedangkan sidang atas Said Agil akan dilanjutkan pada Jumat (14/10) dengan agenda bantahan terdakwa atas dakwaan jaksa.

Sementara itu, kuasa hukum Said Agil, M Assegaf, menyatakan kliennya sebagai menteri agama diberi kelonggaran untuk mengelola DAU.

Di peraturan itu (keputusan presiden), di samping DAU itu untuk kemashalatan umat, juga tertera kata lain-lain. Lain-lain itulah yang sebenarnya dilakukan oleh Said Agil, katanya. (Sur/X-7)

Sumber: Media Indonesia, 7 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan