Audit Perusahaan Negara Harus Diserahkan ke BPK [22/06/04]

Undang-Undang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara mengharuskan setiap akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan perusahaan negara menyerahkannya ke Badan Pemeriksa Keuangan.

Dari sana diserahkan ke DPR untuk ditindaklanjuti, kata Ketua Panitia Khusus DPR pembentukan undang-undang ini, Poltak Sitorus, kepada Tempo News Room di Jakarta, Senin (21/6).

Rapat paripurna DPR mengesahkan rancangan undang-undang tersebut setelah disetujui oleh semua fraksi tanpa catatan. Menurut Poltak, kewajiban menyerahkan audit laporan keuangan ini merupakan hal baru yang diatur dalam Pasal 3 Ayat 2 undang-undang ini. Sebelum disebarkan ke publik harus melewati BPK dulu, katanya.

DPR, yang menerima laporan itu dari BPK kemudian akan membahasnya dan menentukan apakah sebuah laporan sudah lengkap auditnya atau belum. BPK kemudian memverifikasi laporan audit tersebut sebelum dipublikasikan.

Poltak menampik keberadaan undang-undang ini memangkas kewenangan BPK dalam mengaudit lembaga-lembaga negara. Pasalnya, kata Poltak, dalam Undang-Undang Persero disebutkan pemeriksa laporan keuangan perusahaan negara yang sudah dijual sebagian sahamnya ke publik harus diaudit oleh akuntan publik. Justru undang-undang ini mengatur dengan tegas kewenangan BPK, kata anggota DPR dari PDI Perjuangan ini.

Pemeriksaan kembali oleh BPK itu, kata Poltak, merupakan evaluasi terhadap hasil kerja akuntan publik yang ditunjuk. Ia mencontohkan Badan Usaha Milik Negara yang sahamnya sudah dimiliki swasta atau perorangan laporan keuangannya diperiksa oleh akuntan publik. DPR menerima laporan itu melalui BPK, katanya.

Dalam pidato usai pengesahaan undang-undang ini, Menteri Keuangan Boediono mengatakan dengan adanya undang-undang ini, makin lengkap pemerintah melakukan perbaikan dan pembenahan pengelolaan keuangan negara. Boediono juga mengatakan dengan adanya undang-undang ini menjadikan BPK sebagai lembaga ekstern yang kuat dan mandiri.

Dengan undang-undang ini BPK bisa mengambil tindakan pemulihan akibat kerugian negara dengan mengenakan pergantian kerugian negara kepada pihak yang dianggap melakukan tindak pidana, katanya.

Menurut Boediono undang-undang ini nantinya bersifat khusus (lex specialis) karena ditambahkan mengenai bab ketentuan pidana atas kerugian negara. Dalam Pansus sempat disetujui didrop, tapi kemudian dicantumkan kembali, kami menyampaikan penghargaan, katanya.

Undang-undang ini merupakan satu dari tiga paket undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara. Paket ini menggantikan Indische Comptabiliteitswet yang berlaku sejak zaman kolonial. DPR sudah mengesahkan dua undang-undang sebelumnya yakni UU No17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Bagja Hidayat - Tempo News Room

Sumber: Tempo interaktif, Senin, 21 Juni 2004 | 20:59 WIB

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan