Arti Nunun bagi KPK

Nunun Nurbaeti, istri mantan Wakapolri, Adang Daradjatun, bisa dianggap merupakan bintang utama dalam kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Gultom atau lebih dikenal dengan kasus travel cheque (TC). Berbulan-bulan KPK terus memburu jejak Nunun, yang santer diberitakan, hingga saat ini masih mondar-mandir Singapura-Thailand. Oleh karenanya, penetapan status tersangka Nunun merupakan langkah yang paling ditunggu-tunggu publik luas mengingat kasus TC sudah dilaporkan oleh Agus Chondro sejak pertengahan tahun 2008.

Dengan penetapan Nunun sebagai tersangka baru kasus TC, diharapkan proses penegakan hukum akan semakin maju dan kian terang benderang. Kebintangan Nunun lebih karena dari mulutnya, semua informasi terkait kasus TC tersimpan. Tanpa keterusterangannya, penegakan hukum kasus TC bisa jadi akan mengalami deadlock.

Resikonya bagi KPK, akan menjadi bulan-bulanan opini publik karena tak sanggup menyelesaikan penanganan kasus TC hingga tuntas. Para terdakwa dari kalangan anggota DPR-pun barangkali akan meradang, karena hanya mereka sebagai penerima suap yang dihukum. Demikian pula pembocor informasi, yakni Agus Chondro yang sedang disidangkan di pengadilan tipikor akan kecewa karena dirinya sudah mengorbankan dirinya sendiri maupun karir politiknya yang tamat karena dipecat PDI Perjuangan untuk menyampaikan kasus TC ini ke KPK. Maka dari itu, posisi Nunun bagi KPK, dan juga bagi penegakan hukum kasus TC sangatlah strategis. 

Nunun bukan Koruptor BLBI
Konsentrasi KPK saat ini adalah memikirkan strategi bagaimana supaya Nunun bisa dipulangkan, baik dengan cara baik-baik maupun upaya paksa, ke Indonesia supaya bisa dimintai keterangan sebagai tersangka. Perkara kemudian ada alasan sakit lupa, sebelum diperiksa, KPK bisa melakukan pemeriksaan pembanding (second opinion) dari dokter yang dihadirkan KPK sendiri.

Jika Nunun diasumsikan masih bolak-balik Bangkok-Singapura, maka kemungkinan mengembalikan Nunun menjadi lebih mudah. Pasalnya, KPK memiliki kerjasama yang erat dengan penegak hukum di Thailand, maupun di Singapura. Tanpa harus melalui skema ekstradisi, dengan modal kerjasama penegakan hukum yang harmonis, Nunun masih bisa dipulangkan ke Indonesia.

Ada kekhawatiran bahwa Nunun akan menjadi orang kesekian yang mendapatkan status permanent resident dari pemerintah Singapura. Namun, jika melihat sejarah pemberian status permanent resident bagi orang bermasalah dari Indonesia di Singapura, kebanyakan dari mereka adalah pelaku korupsi dana BLBI dan kejahatan perbankan lainnya. Arti pentingnya secara ekonomis bagi Singapura, mereka itulah yang menggelontorkan hasil korupsi berjumlah sangat besar di Indonesia untuk diinvestasikan untuk kegiatan usaha di Singapura.

Dengan kata lain, pemberian status permanent resident bagi Nunun mungkin akan lebih sulit karena dua alasan. Pertama, jika Nunun sampai dicabut passpornya oleh Depkumham atas permintaan KPK, dirinya tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengurus administrasi kependudukan di negara yang ia tinggali karena akan berkejar-kejaran dengan ancaman overstay. Andai ijin tinggalnya habis di negara bersangkutan, maka Nunun bisa dideportasi ke Indonesia. Kedua, Nunun bagi pemerintah Singapura tidak memiliki nilai strategis dari sisi ekonomi karena dirinya bukan koruptor BLBI maupun pelaku kejahatan perbankan.

Jalan Baik-Baik
Untuk memulangkan Nunun ke Indonesia, KPK bisa menempuh jalan yang lebih halus. Bisa jadi, Nunun mau bicara blak-blakan mengenai semua hal dibalik kasus TC, terutama untuk menyampaikan keterangan terkait dengan peran Miranda Gultom dan donatur yang membeli TC untuk dibagi-bagikan kepada anggota DPR yang memilih Miranda Gultom. Akan tetapi, yang ditakutkan Nunun mungkin ancaman serius dari kalangan yang sangat terganggu posisinya andai Nunun pada akhirnya mau bicara terus-terang kepada KPK. Hal ini mengingat yang diduga menjadi pemasok uang untuk anggota DPR adalah para mafia perbankan.

Mengapa mafia perbankan? Jika dipelajari profil Nunun sebagai pebisnis, dirinya tak pernah berurusan dengan sektor perbankan, terutama karena dirinya juga bukanlah pengendali bisnis keuangan yang memiliki kepentingan langsung dengan pejabat di Bank Indonesia. Bahwa dirinya memiliki keakraban dengan kalangan perbankan, sekaligus dengan Miranda Gultom, barangkali hal itulah yang menjadikan dirinya tepat dijadikan sebagai perantara suap TC.

Oleh karena itu, perlu ada pembicaraan antara KPK dengan pengacara Nunun maupun keluarga yang mewakilinya untuk memastikan bahwa Nunun memiliki niatan baik untuk diperiksa KPK sebagai tersangka. Jika ancaman atas nyawa Nunun yang menjadi hambatan kepulangannya ke Indonesia, maka sudah menjadi kewajiban KPK untuk memberikan perlindungan yang serius. ‘Tukar kepentingan’ antara keselamatan Nunun dengan informasi yang sedang dicari KPK dari diri Nunun akan menjadi jalan terbaik untuk memulai usaha memulangkan Nunun ke Indonesia.***

Oleh: Adnan Topan Husodo, Wakil Koordinator ICW

Tulisan ini disalin dari Jawa Pos, 30 Mei 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan