APBD Gunung Kidul; Silpa yang Mencederai Rakyat Kecil

Sisa lebih pembiayaan anggaran atau silpa di Gunung Kidul cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kehadiran silpa yang terus mewarnai APBD Gunung Kidul ini mencederai hati rakyat kecil. Ketika kemiskinan masih membekap warga, dana APBD yang pembahasannya panjang dan melelahkan itu justru tidak sepenuhnya terserap bagi warga.

Kumpulan warga di Desa Petir, Kecamatan Semanu, yang ditemui ketika sedang bekerja bakti membersihkan lingkungan pada Rabu (23/6), misalnya, mengeluhkan lambannya pengucuran dana dari pemerintah.

Untuk perbaikan talud jalan saja, warga di desa tersebut sudah menunggu sekitar 15 tahun dengan pengajuan yang diperbarui tiap tahun, tapi belum juga terealisasi.

Pada tahun anggaran 2010 ini, Dinas Pekerjaan Umum Gunung Kidul memang hanya menganggarkan Rp 1,9 miliar untuk pembangunan infrastruktur jalan. Bupati Gunung Kidul Suharto mengakui bahwa salah satu pekerjaan rumah yang belum bisa terselesaikan dalam masa kepemimpinannya adalah pemerataan pembangunan infrastruktur jalan.

Di Gunung Kidul, silpa tahun 2008 cukup besar yaitu Rp 39, 72 miliar. Silpa tersebut, menurut anggota DPRD Gunung Kidul dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Imam Taufik, terserap sebanyak Rp 30 miliar untuk menutupi defisit anggaran dan Rp 8 miliar bagi pembayaran kekurangan tunjangan beras pegawai negeri sipil.

Wakil Ketua DPRD Gunung Kidul Slamet mengungkapkan, silpa tahun 2009 telah meningkat menjadi Rp 57 miliar. "Kami meminta eksekutif untuk mengkaji ulang tentang besarnya silpa ini, apakah karena penghematan atau lemahnya perencanaan," kata Slamet.

Pembahasan tentang alokasi silpa baru akan dilakukan pada pembahasan APBD Perubahan yang biasanya baru akan dibahas pada Agustus mendatang. Karena keterbatasan waktu, sisa anggaran dalam APBD Perubahan tidak akan diarahkan untuk pembangunan fisik.

Kalaupun diarahkan bagi pekerjaan fisik, biasanya hanya untuk rehabilitasi ringan. "Sisa lebih pembiayaan anggaran memang tidak terhindarkan karena eksekutif cenderung menggunakan pagu anggaran terendah demi penghematan," kata Imam.

Silpa diperkirakan juga akan bertambah dari sisa dana pemilihan umum kepala daerah yang baru saja digelar di Gunung Kidul. Anggota Komisi Pemilihan Umum Gunung Kidul, Zaenuri Ikhsan, mengungkapkan, sisa dana dari alokasi pilkada tahap kedua yang tidak digunakan sebesar Rp 5,4 miliar.

Sementara sisa dari alokasi dana pilkada tahap pertama senilai Rp 8,4 miliar memang belum terhitung seluruhnya. Namun, anggaran dari tahap pertama pilkada tersebut dipastikan akan bersisa karena KPU Gunung Kidul tergolong ekstrahemat dalam penggunaan anggaran.

Ikhsan mencontohkan, dari nilai pagu anggaran pengadaan surat suara Rp 806 per lembar, KPU telah melakukan lelang dan bisa menekan biaya hingga Rp 155 per lembar. "Kami memang mencoba efisien anggaran, tetapi tidak menihilkan kualitas barang. Buktinya pilkada berjalan lancar," kata Ikhsan.

Selain tingginya silpa, saat ini persoalan utama yang dihadapi pemerintah dan DPRD Gunung Kidul lebih terkait pada rendahnya alokasi dana bagi belanja langsung yang menyasar untuk keperluan masyarakat. Tahun ini sebesar 73,54 persen anggaran di Gunung Kidul atau Rp 576,1 miliar digunakan untuk belanja tidak langsung bagi pembayaran gaji PNS.

Belum lagi, anggaran dari APBD Gunung Kidul untuk belanja langsung bagi masyarakat baru bisa dinikmati oleh masyarakat setidaknya setelah memasuki bulan Juni karena panjangnya proses pembahasan anggaran. Saat ini, DPRD Gunung Kidul masih menunggu penyampaian nota keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD 2009 oleh eksekutif. (WKM)
 
Sumber: Kompas, 24 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan