Akankah Datang Hari

Enam visi reformasi gerakan mahasiswa Mei 1998 tidak pernah tercapai. Keenam poin tersebut adalah:

  1. Adili Soeharto;
  2. Tegakkan supremasi hukum;
  3. Penghapusan dwifungsi ABRI/ TNI;
  4. Amandemen UUD 1945;
  5. Otonomi daerah seluas-luasnya;
  6. Penegakkan budaya demokrasi rasional, dan penghapusan budaya KKN.

Supremasi hukum untuk mengadili Soeharto tidak pernah tercapai. Sampai saat ini tidak sepeserpun aset hasil korupsi Soeharto yang berhasil dikembalikan ke negara.1  Selanjutnya memang sudah ada kemajuan cukup baik dengan tidak adanya lagi dwifungsi ABRI. Militer tidak lagi mempunyai peran dan kekuasaan yang sangat besar terhadap politik dan pemerintahan Indonesia.

Amanden UUD 1945, harus diakui sudah dilakukan empat kali.  Harus diakui amandemen UUD 1945 mereduksi sentralisasi kekuasan dari tangan presiden. Misalnya, Presiden tidak lagi dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat RI (MPR RI) yang anggotanya adalah hasil rekayasa eksektutif. Akan tetapi dipilih secara langsung oleh rakyat. Masa jabatan presiden yang sebelum amandemen UUD 1945 dimungkinkan tidak terbatas, dibatasi hanya dua periode.
Tidak hanya itu, kekuasaan mutlak eksekutif dalam pengangkatan pejabat negara seperti Kapolri, Panglima TNI,  Duta Besar, Gubernur dan Deputi Gubernur BI, harus melibatkan DPR. Artinya terjadi pergeseran sebagian kekuasaan eksekutif ke lembaga legislatif. Di satu sisi, kekuasaan eksekutif dikurangi, tapi DPR kian kuat.

Selanjutnya otonomi daerah. Terkesan sudah berhasil dilaksanakan. Tapi jika buka dibuka kedok atau mantelnya, hanya berhasil melebarkan kaki-kaki dan cakrawala korupsi di seluruh daerah di Indonesia.
 
Begitu pula dalam penegakan demokrasi dan menghapus KKN.  Probosutedjo, Bob Hasan, dan kawan-kawan sudah merasai hangatnya sofa serta sejuknya jeruji penjara. Tetapi, bagaimana dengan kroni-kroni Orde Baru lainnya?
 
Mari kita coba refleksikan dan timbang-timbang. Kurang lebih memang pemerintah dibantu oleh masyarakatnya sudah cukup baik mengejar visi reformasi gerakan mahasiswa 1998. Akan tetapi coba dikritisi lebih jauh; esensi dari reformasi itu sebenarnya ialah Soeharto. Masih hangat dibenak kami saat kerusuhan 1998 terjadi para mahasiswa dan elemen lainnya yang turun ke jalan meneriakkan kata “Turunkan HARGA (Soeharto dan Keluarga)”. Berapa ratus triliun aset negara dan sumber daya alam habis dikuras oleh satu keluarga selama puluhan tahun. Jutaan jiwa hilang akibat konflik yang tidak habis2

Mantan presiden Soeharto meninggal dunia pada 27 Januari 2008. Soeharto meninggal pada pukul 13.10 dalam usia 87 tahun. Pertanyaan berikutnya, “bagaimana kasus hukumnya?” Paling penting, bagaimanakah proses penarikan aset-aset hasil korupsi selama 32 tahun untuk kemakmuran rakyat? Mungkinkah? Sebagaimana kita ketahui, hal ini merupakan hal yang tidak tentu jawabannya.

Bahkan hal yang mustahil (beberapa orang mengatakan) untuk saat ini. Tidak pernah ada proses hukum secara signifikan mengenai status hukum Soeharto, baik itu secara sengaja atau tidak disengaja oleh para pejabat publik yang berwenang.

“Kurang ajar?!”  Tidak. Bukannya kita tidak menghormati serta menghargai jasa-jasa beliau yang sudah membangun Indonesia hingga seperti saat ini, tetapi kita perlu logis bahwa apa masalah esensi yang terkandung di dalamnya. Dan bagaimanakah pengaruhnya terhadap kemakmuran serta kepentingan masyarakat banyak, khususnya Indonesia. Terlalu banyak tenaga yang terkuras, terlalu banyak uang yang dikeluarkan, dan terlalu banyak waktu yang terbuang. Proses hukum Soeharto bagai usaha menggenggam angin.

Maaf Korupsi
Memaafkan dan tidak memproses kasus korupsi Soeharto adalah strategi bersama dalam penghancuran, pembodohan, dan pemiskinan bangsa Indonesia. Simak pengalaman negara lain seperti Filipina atau Nigeria dalam memproses secara hukum dan mengembalikan asset korupsi bekas pemimpinnya yang korup, dengan memutuskan satu rantai yang dibangun oleh para pemimpin tersebut menjadikannya jalan untuk menghancurkan seluruh fondasi korupsi yang dibangun berpuluh tahun.

Gerakan serta upaya pencabutan TAP MPR No. XI/MPR/1998 agar Soeharto dapat terbebas dari proses hukum merupakan salah satu dari banyaknya upaya “mengkorupsikan supremasi hukum”.
Ironis, kata paling tepat menggambarkan keadaan bangsa kita ini. Disaat bangsa kita dilanda berbagai keterpurukan dan musibah, orang yang menjadi kunci utama sedang duduk menikmati masa bahagia hari tuanya bersama anak cucunya hingga akhir hayatnya ia dijemput oleh sang malaikat. Cobalah sekilas kita tengok sejarah negara lain.

Bandingkan dengan nasib banyak diktaktor lain di berbagai belahan dunia. Pada tanggal 25 Februari 1986, Ferdinand Marcos harus meninggalkan jamuan malamnya ketika rakyat mengepung istana Malacanang. Joseph Mobutu Sese Seko, mantan Presiden Zaire, diusir dari negaranya oleh rakyatnya sendiri setelah berkuasa 32 tahun. Alangkah lucunya melihat 32 tahun lamanya masa berkuasa Mobutu juga sama dengan lamanya berkuasa Soeharto sebagai Presiden.
Gambaran tersebut menunjukkan bahwa proses pergantian rezim secara revolusioner, yang bermula di negara-negara Dunia Ketiga, lalu merembet ke negara-negara Eropa Timur dan Asia Tengah, pada umumnya ditandai oleh tiga hal.

Pertama, para pemimpin negara yang digulingkan oleh aksi masa, dan bukan oleh pemilihan umum, bahkan seringkali dipaksa hengkang dari negaranya (seperti Shah Iran, Marcos, Mobutu, dan Benazer Bhutto), dipenjara oleh mereka yang menggulingkannya (seperti Soekarno dan Estrada), atau dibunuh melalui pengadilan rakyat (seperti Caesescu).

Kedua, setelah digulingkan, melarikan diri. Atau (paling parah) dibunuh, aparatur politik yang menjadi basis kekuasaannya dipreteli dan dibubarkan.

Dan ketiga, kekayaannya disita oleh penguasa baru untuk kemakmuran serta kepentingan rakyat (seperti Soekarno, Marcos, dan Mobutu). 3

Mobutu berkuasa selama 32 tahun dan merampas asset Negara sebesar US$ 5 milyar, dan Soeharto berkuasa selama 32 tahun dan merampas asset Negara sebesar US$ 35 milyar.4  Menarik! Apabila kita teliti seksama, dalam 32 tahun (waktu yang sama antara Soeharto dan mobutu berkuasa) Soeharto ternyata lebih unggul 7 kali lebih korup dari pada Mobutu (Mobutu menempati urutan ke3 dan Soeharto pertama berdasarkan laporan StAR). Tetapi lagi-lagi, Mobutu meninggal di dalam pengasingannya di Maroko setelah ia terguling oleh rezim selanjutnya, Laurent Kabila.5  Asset yang dikorupsi oleh Mobutu dikembalikan kepada Negara dan seluruh kroni-kroninya dihajar habis-habisan oleh serangan tuntutan hukum dari rakyatnya. Soeharto? Kita semua tahu lah.

Pelengseran Soeharto merupakan “extraordinary case” atau kasus luar biasa dengan banyak pengecualian, terutama dari tiga hal di atas. Ia boleh tetap dengan tenang menikmati hari tuanya di rumah pribadinya di Jalan Cendana, Meteng Jakarta.

Golkar dan militer yang merupakan basis kekuasaan Soeharto tidak dipreteli atau rontok kekuasaannya. Sebaliknya, Golkar kembali menjadi partai penguasa secara de facto, walaupun bukan merupakan partai pengusung calon presiden yang sekarang menjabat. TNI masih tetap merupakan kekuatan politik yang riil, dengan jaringan sampai ke desa.6
Kekayaan keluarga besar Soeharto dan kroninya tidak mengalami pengurangan yang berarti. Bahkan, sudah ada tanda-tanda mereka akan kembali lagi dan akan menguasai ekonomi negeri ini.

Kapan
Saat semua orang berharap tegaknya keadilan serta pemberantasan korupsi di Indonesia, para pemimpin dan pejabat negara kita harus sadar bahwa banyak harapan di gantungkan di pundak mereka. Sebesar atau sekecil apapun harapan tersebut, itu merupakan harapan yang 63 tahun yang lalu telah melahirkan suatu negara dalam perpetaan negara di dunia, Indonesia.

Butuh proses yang tidak singkat dan tidak mudah dalam penegakan keadilan, kesejahteraan, demokrasi, serta pemberantasan korupsi di Indonesia. Tetapi kita yakin bahwa kita bisa! Dan hingga saatnya nanti Indonesia bukanlah sebuah negara utopis semu yang fondasinya merupakan kaki-kaki kapitalis sembari meghisap kedigdayaan Indonesia. Melainkan sebuah negara Indonesia yang berdaulat dan sejajar di mata dunia!
Sekali lagi, akankah datang hari…?...We are going there,. Pasti!

Paku Utama
, Penulis adalah pengamat korupsi dan permasalahan asset recovery.
 
Catatan kaki:
1. Lihat http://hiburan.kompasiana.com/group/humor/2010/09/20/kekayaan-enam-orang.... Diakses 22 September 2010
 
2. Lihat data Stolen Asset Recovery Initiative Report yang diinisiatifkan oleh PBB (United Nations Office on Drugs and Crime) dan World Bank mengacu pada laporan Global Corruption Report 2004 oleh Transparansi Internasional menyatakan bahwa Soeharto merupakan Presiden terkorup di Dunia (estimasi korupsi US$ 15 – 35 milyar), yang kemudian Mahkamah Agung RI memenangkan gugatan Soeharto kepada Majalah TIME karena menyinggung korupsi Soeharto ini. Lebih jauh lihat Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative: Challenges, Opportunities, and Action Plan, http://www.unodc.org/pdf/Star_Report.pdf, diakses 21 September 2010. Bandingkan dengan laporan Tempo Interaktif tanggal 31 Mei 2004 tentang Kronologi Kasus Dugaan Korupsi Soeharto.

3. George Junus Aditjondro, Korupsi Kepresidenan Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa (Yogyakarta: LKiS, 2006), hal. Xiii.
 
4. Lihat http://www.guardian.co.uk/world/2004/mar/26/indonesia.philippines, diakses 21 September 2010.
 
5. Kemarahan rakyat yang menjadi sebuah kekuatan rakyat menstimulan upaya pemberantasan korupsi dan “pembalasan dendam” terhadap presiden terdahulunya (people power and people anger) Baca Mobutu’s final days in Zaire, the Fifth Internationalists, sumber diambil dari  http://www.fifthinternational.org/content/mobutu%E2%80%99s-final-days-zaire. Lebih lanjut lihat juga http://www.answers.com/topic/mobutu-sese-seko, diakses 22 September 2010.

6. Aditjondro. Loc. Cit.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan