Agusrin Tetap Ditahan

Kompas/Riza Fathoni
Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin, terdakwa kasus korupsi Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBB-BPHTB) Bengkulu periode 2006-2007 dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (19/4). Agusrin M Najamuddin dituntut 4 tahun 6 bulan penjara serta ganti rugi Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.

Gubernur Bengkulu Agusrin Maryono Najamuddin dituntut hukuman penjara selama 4,5 tahun dalam perkara tindak pidana korupsi. Jaksa penuntut umum juga memerintahkan terdakwa tetap ditahan. Selain itu, Agusrin juga dituntut dengan hukuman denda sebesar Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Tuntutan itu dibacakan secara bergantian oleh jaksa penuntut umum Sunarta, Yeni Puspita, Zuhandi, dan Alamsyah dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di Jakarta, Selasa (19/4). Dalam sidang yang dipimpin hakim Syarifuddin itu, terdakwa didampingi penasihat hukum Marthen Pongrekun.

Sunarta menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jaksa penuntut umum menilai pengembalian uang tidak menghilangkan perbuatan pidana.

Hal yang memberatkan terdakwa, menurut jaksa, perbuatan terdakwa dinilai menghambat program pemerintah untuk memberantas korupsi. Hal yang meringankan adalah dana yang digunakan telah dikembalikan.

Setelah sidang, Marthen Pongrekun menilai tuntutan itu tidak beralasan. ”Terdakwa harus bebas karena sesuai fakta persidangan, terdakwa tidak terbukti bersalah,” katanya.

Marthen menambahkan, pembukaan rekening untuk menampung dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dilakukan oleh Chairuddin, pejabat di Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu. Pembukaan rekening itu dilakukan dengan memalsukan tanda tangan Agusrin.

Hal sama diungkapkan Agusrin seusai sidang. Menurut Agusrin, pemalsuan tanda tangan dirinya untuk keperluan pembukaan rekening tersebut sudah dilaporkan ke kepolisian. Sesuai dengan fakta persidangan, ujarnya, tidak ada tindak pidana yang dapat didakwakan kepada dirinya.

Agusrin, Senin (10/1), mulai diadili di PN Jakarta Pusat. Ia didakwa korupsi dana bagi hasil PBB-BPHTB tahun 2006 hingga negara merugi Rp 20,16 miliar.

Jaksa Sunarta menguraikan, kasus bermula ketika Agusrin mengeluhkan kesulitan keuangan kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Bengkulu saat itu, Chairuddin. Chairuddin menawarkan penggunaan dana bagi hasil PBB-BPHTB dan penerimaan lainnya.

Untuk mempermudah pengeluaran uang itu, Chairuddin menyatakan perlu pembukaan rekening tambahan di luar rekening Kas Umum Daerah. Pada 21 Maret 2006 dibukalah rekening tambahan di BRI Cabang Bengkulu. Uang kemudian digelontorkan hingga Rp 21,323 miliar ke rekening baru tersebut.

Jaksa menilai pembukaan rekening tambahan di luar rekening Kas Umum Daerah bertentangan dengan sejumlah peraturan. (FER)

Sumber: Kompas, 20 April 2011

------------------

Gubernur Nonaktif Bengkulu Dituntut 4,5 Tahun Penjara
”Saya yakin dengan keadilan,” kata Agusrin.

Terdakwa Agusrin Maryono Najamuddin dituntut 4 tahun 6 bulan penjara. Gubernur nonaktif Bengkulu ini dinilai terbukti melakukan korupsi pajak bumi dan bangunan serta bea penerimaan hak atas tanah dan bangunan Bengkulu pada 2006-2007. Akibatnya, negara diduga dirugikan Rp 21,3 miliar. ”Ini berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan serta fakta persidangan berupa keterangan saksi,” ujar jaksa penuntut umum Sunarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin.

Menurut jaksa, Agusrin diduga tidak menyetorkan dana pajak Bengkulu pada 2006-2007 ke kas negara. Dana itu malah dimasukkan ke rekening daerah Provinsi Bengkulu. Menurut jaksa, Agusrin beserta jajaran di Pemerintah Provinsi Bengkulu diduga memanipulasi data. Caranya, memalsukan surat permohonan pembukaan rekening baru kepada Kementerian Keuangan.

Belakangan, menurut jaksa, dari keterangan bekas Kepala Dinas Pendapatan Bengkulu Chairuddin, surat permohonan itu palsu. Sedangkan surat permohonan yang asli disimpan di rumah dinas Agusrin. ”Surat itu hasil scanning, bukan asli,” ujar jaksa Sunarta.

Selain itu, menurut jaksa, terdakwa Agusrin mengeluarkan disposisi. Isinya, penyaluran uang hasil pajak tersebut ke rekening PT Bengkulu Mandiri sebagai perusahaan daerah. Tujuannya, penanaman tumbuhan jarak. ”Padahal belum dilakukan uji analisis kelayakan,” kata jaksa.

Adapun Agusrin menilai fakta persidangan tidak sesuai dengan keterangan saksi. Dia mengatakan, semua keterangan saksi yang dihadirkan tidak ada yang memberatkan dirinya. Tapi, menurut dia, justru jaksalah yang telah menyudutkan dirinya. ”Sejak awal, tidak ada satu pun yang memberatkan saya dalam kasus ini,” ujar Agusrin seusai sidang.

Agusrin menilai, jaksa hanya berfokus pada keterangan yang diberikan Chairuddin, bekas bawahannya yang telah divonis satu tahun penjara. Sedangkan fakta keterangan saksi lainnya yang dihadirkan ke persidangan diabaikan. ”Saya yakin dengan keadilan,” Agusrin menegaskan. Dia pun membantah adanya pemalsuan surat permohonan.

Walhasil, ketua majelis hakim Syarifudin memberi waktu sepekan bagi terdakwa dan tim pengacaranya untuk menyampaikan nota pembelaan. ”Kami meminta waktu sepekan untuk mengajukan pembelaan dan mendiskusikan tuntutan itu,” ujar Martin Pongrekun, pengacara Agusrin. Sidang dilanjutkan pekan depan. JAYADI SUPRIADIN
 

Sumber Koran Tempo, 20 April 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan