755 Kasus Korupsi Mangkrak di Aparat Penegak Hukum

Antikorupsi.org, Jakarta, 28 Agustus 2016 – Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan terhadap penanganan kasus korupsi selama enam bulan pertama tahun 2016. Hasil pemantauan menemukan tunggakan penanganan kasus korupsi oleh aparat penegak hukum dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2016 mencapai 755 kasus.

Peneliti ICW, Wana Alamsyah mengatakan, jumlah tersebut didapat dari keseluruhan 911 kasus hingga enam bulan terakhir tahun 2015. Dari jumlah tersebut, perkembangan penanganan kasus korupsi bahkan tidak mencapai 20%. “Hanya ada 156 kasus yang naik dari tahap penyidikan ke penuntutan, sisanya masih menunggak,” kata Wana di Jakarta, 28 Agustus 2016.

Hasil pemantauan juga menemukan, aparat penegak hukum yang paling banyak menunggak kasus yaitu Kejaksaan dengan 527 kasus. Sedangkan Kepolisian mencapai 211 kasus, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan 17 kasus.

Wana lalu menunjukkan kasus yang masih tetap berada di tahap penyidikan. Diantaranya ialah kasus dugaan korupsi program penanaman pohon yang melibatkan Direktur Pertamina Foundation, Nina Nurlina. Sejak tahun 2015, kasus tersebut ditangani oleh Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri.

Selain itu, terdapat juga kasus yang masih disidik oleh KPK sejak tahun 2014, yaitu dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Kasus itu melibatkan Direktur di Ditjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, dan menimbulkan kerugian negara sebesar 1,12 Triliun rupiah.

Wana menduga, penurunan kinerja aparat penegak hukum berkaitan dengan beberapa faktor seperti pemotongan anggaran dan kapasitas penyidik. “Pemotongan anggaran penindakan perlu diantisipasi karena dapat berdampak terhadap kinerja penyidikan,” jelasnya.

Dia juga meminta agar aparat penegak hukum meningkatkan kinerja mereka. Selama tahun 2010 hingga 2015, kinerja penyidikan aparat penegak hukum, terutama Kejaksaan dan Kepolisian dinilai masih buruk. “Aparat penegak hukum harus meningkatkan kinerja penyidikan mengingat masih banyaknya tunggakan kasus.”

Selain hal-hal tersebut, ICW juga menyoroti Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Inpres No. 1 tahun 2016 memuat soal penundaan publikasi kasus kepada publik.

Jika terdapat indikasi kasus yang berpotensi mengandung unsur kerugian negara, aparat penegak hukum dapat menunda pengungkapan status kasus atau status tersangka pada publik. “Perlu ditinjau ulang, berpotensi melindungi pejabat yang melakukan penyalahgunaan wewenang,” ucap Wana.

Adapun ICW melakukan pemantauan penanganan kasus korupsi sejak tahun 2010 hingga 2015. Pemantauan diantaranya dilakukan dikarenakan informasi penanganan kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum dinilai tidak dipublikasi secara transparan.

(Egi)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan