5 Pegawai Dimintai Keterangan; Terkait Penghargaan Adipura

Hingga Senin (22/11), Inspektorat Kementerian Lingkungan Hidup telah meminta keterangan lima pegawai kementerian terkait kasus dugaan suap dari Wali Kota Bekasi kepada tim penilai penghargaan Adipura 2010. Inspektorat juga meneliti komponen nilai yang diraih Kota Bekasi. Penelaahan inspektorat akan selesai dua pekan lagi.

Hal itu dinyatakan Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Hermien Roosita di Jakarta, Senin. ”Dari penelaahan Inspektorat KLH terhadap komponen nilai penghargaan Adipura yang diraih Kota Bekasi, belum ditemukan indikasi penilaian yang tak wajar. Itu hasil penelaahan sementara karena inspektorat akan bekerja dua pekan sesuai perintah Menteri,” katanya.

Pekan lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad sebagai tersangka dugaan penyuapan dalam perolehan Adipura 2010. Berdasarkan Surat Pemerintah Nomor Print./684/MENLH/11/2010 tertanggal 19 November, Kepala Inspektorat KLH Amat Sukur harus memeriksa Tim Penilai Adipura 2010 untuk membuat laporan dan rekomendasi dalam dua pekan sejak surat perintah itu.

”Setelah ditelaah, penilai penghargaan Adipura untuk Kota Bekasi dinilai wajar. Salah satu komponen nilai yang menonjol adalah penghijauan kota dan program Waste to Energy Tempat Pembuangan Akhir Sumurbatu. Sejauh ini, penilaian itu masih wajar karena program Pemerintah Kota Bekasi memang bagus. Namun, penelaahan akan dilanjutkan hingga dua pekan,” kata Hermien.

Ia menyatakan, KLH menyerahkan proses hukum sepenuhnya kepada KPK. ”Tim penilai Adipura adalah gabungan dari lembaga swadaya masyarakat, akademisi dari perguruan tinggi, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Inspektorat hanya memeriksa pegawai KLH. Proses hukum dugaan suap sepenuhnya wewenang KPK dan KLH menunggu proses itu,” kata Hermien.

Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Berry Nahdian Furqon, yang pernah menjadi anggota tim penilai Adipura, menyatakan sulit mencari kejanggalan penilai dalam penilaian Adipura. ”Penilaian Adipura memberi ruang subyektivitas penilai. Pada setiap komponen penilaian, ada interval nilai yang disepakati oleh tim. Setiap individu di dalam tim yang berasal dari media, LSM, atau KLH berpotensi menerima penyuapan,” kata Berry.

Ada-tidaknya kejanggalan penilaian tidak akan mengindikasikan ada tidaknya penyuapan. ”Bisa saja seorang pejabat menyuap tanpa memeriksa dahulu ada tidaknya nilai yang kurang. Ada tidaknya kejanggalan penilaian tidak bisa membuktikan ada tidaknya korupsi. Namun, kasus itu seharusnya menjadi momentum untuk mengevaluasi Adipura. Penghargaan itu terbukti tidak efektif mendorong kesadaran pemerintah daerah untuk menghasilkan lingkungan yang berkualitas bagi warga kotanya,” kata Berry. (ROW)
Sumber: Kompas, 23 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan