35 Anggota DPRD TTS Segera Diperiksa; Dana Alokasi Umum untuk Pesangon [11/06/04]

Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Piet Alexander Tallo segera memberikan izin kepada polisi untuk memeriksa 35 anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Pemeriksaan terhadap para wakil rakyat itu terkait dengan dugaan penyimpangan dana alokasi umum (DAU) tahun anggaran 2004 senilai Rp1,4 miliar. Dana sebesar itu digunakan untuk membayar pesangon anggota Dewan.

''Saya segera berikan izin kepada polisi untuk memeriksa 35 anggota Dewan karena pemeriksaan itu berkaitan dengan penegakan hukum,'' kata Gubernur Piet Alexander Tallo kepada wartawan di Kupang, kemarin.

Menurut Gubernur, pemberian izin akan diberikan karena pada Rabu (9/6) tim penyidik dari Polres TTS telah mengajukan permohonan kepadanya memeriksa anggota DPRD. Mereka diduga mengambil DAU masing-masing sebesar Rp40 juta sebagai uang pesangon atau dana purna bakti setelah masa jabatan mereka di DPRD berakhir tahun ini.

Belakangan, terungkap dana itu tidak tercantum dalam rencana anggaran satuan kerja, dalam dokumen anggaran satuan kerja maupun dalam APBD Kabupaten TTS.

Berkaitan dengan rencana dikeluarkannya izin pemeriksaan anggota DPRD, Gubernur meminta kepada masyarakat agar tidak menaruh dendam dan apriori yang bisa menjurus ke fitnah. Kasus ini, katanya, harus diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk membuktikan apakah wakil-wakil rakyat itu terbukti melakukan penyimpangan dana.

''Kita harus jaga jangan sampai timbul apriori yang menjurus kepada fitnah sebagai bentuk pembenaran diri atau untuk kepuasan pribadi,'' ujar Tallo.

Sedangkan Kapolres TTS Ajun Komisaris Besar (AKB) Jannes Sinurat mengatakan, pihaknya telah memeriksa Bendahara DPRD Yohana Bessie. Dalam pemeriksaan terungkap, seluruh anggota DPRD telah mengambil uang pesangon yang jumlahnya mencapai Rp1,4 miliar.

Sementara itu, Kapolres Flores Timur AKB Darto Juhartono mengatakan menemukan dugaan penyimpangan dana senilai Rp600 juta oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Flores Timur Ino Pango dalam pengadaan benih kacang hijau bagi petani korban bencana alam di 12 kecamatan pada 2003.

Menurut Darto, Pango yang dipercaya melakukan pengadaan benih kacang hijau diperiksa karena berdasarkan laporan masyarakat benih kacang hijau yang mereka terima tanpa label. Setelah ditelusuri, ternyata benih tersebut tidak laik tanam, padahal harganya mencapai Rp23.000 per kilogram.

Tidak terpengaruh

Dari Banda Aceh dilaporkan, meski Wakil Ketua DPRD Banda Aceh Akhyar Abdullah ditahan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), roda pemerintahan di kota itu tidak akan terpengaruh.

Hal tersebut dikatakan Penjabat Wali Kota Banda Aceh Syarifuddin Latief ketika ditanya wartawan, kemarin, mengenai dampak penahanan Akhyar Abdullah oleh kejaksaan.

''Saya kira, dari segi roda pemerintahan, tidak terganggu meskipun Wakil Ketua DPRD Banda Aceh itu sudah ditahan,'' kata Syarifuddin.

Akhyar ditahan oleh Kejati Provinsi Aceh, Selasa (8/6). sekitar pukul 12.00 WIB sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana APBD Kota Banda Aceh tahun anggaran 2002 senilai Rp5,7 miliar. Dana sebesar itu digunakan untuk membeli 28 unit mobil pribadi anggota Dewan.

Akhyar merupakan pimpinan DPRD Banda Aceh yang terakhir ditahan dalam kasus ini. Sejumlah pemimpin DPRD Banda Aceh sudah ditahan lebih dulu beberapa bulan lalu. Mereka adalah M Amin Said (ketua) dan dua orang wakilnya, yaitu Muntasir Hamid dan Razali Ahmad.

Dari Sukabumi, Jawa barat (Jabar), dilaporkan, Kejaksaan Negeri (Kejari) Cibadak, kemarin, meringkus tiga tersangka pelaku penggelapan dana kredit usaha tani (KUT) senilai Rp2 miliar. Mereka ditangkap di Bumi Serpong Damai, Tangerang, Banten.

Penangkapan para tersangka tersebut, dipimpin langsung Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Cibadak Robert Hutagalung. Ketiga orang tersebut adalah Jajat Sudrajat, M Chanafie Anwar, dan Adhi Irianto.

Menurut keterangan yang diperoleh Media, mereka adalah alumnus sebuah perguruan tinggi negeri ternama di Bandung. Ketiganya melakukan penggelapan dana KUT dengan menggunakan Koperasi Alsidep (Alumni Sipil Delapan Puluhan) yang berdomisili di Kecamatan Cikidang, Sukabumi.

Penggelapan itu dilakukan pada 1999 dengan mengajukan KUT sebesar Rp6,8 miliar untuk 30 kelompok tani yang akan melakukan usaha komoditas padi, tomat dan jagung. (PO/HP/FZ/N-2)

Sumber: Media Indonesia, 11 Juni 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan