Sekda DIY Tersentil, Buah Manis Kolaborasi OMS dan Jurnalis Yogyakarta

Bhekti Suryani, seorang jurnalis Harian Jogja, tersenyum puas saat mengetahui Gatot Saptadi melarang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi DIY menggunakan lelang cepat secara serampangan. Gatot yang saat itu masih menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengakui bahwa metode lelang cepat pada tahap satu proyek pembangunan gedung untuk pedagang kaki lima (PKL) Kawasan Malioboro, Yogyakarta, menerobos aturan.

"Seolah mereka [pemerintah daerah] sudah tahu bahwa mereka diincar wartawan. Kok tiba-tiba [Gatot bilang], "ya, memang benar kami meminta [OPD] yang lain tidak melakukan lelang cepat lagi". Itu sebelum berita kami terbit," kata Bhekti pada 8 Desember 2019.

Bhekti menyebut bahwa Gatot, yang pensiun pada 1 Oktober 2019, tak akan mengeluarkan pernyataan itu jika tidak 'dikeroyok' beberapa media dan organisasi masyarakat sipil (OMS) di Kota Yogyakarta.

Strategi Berbagi Peran

Sepanjang bulan Juli sampai Oktober 2019, Bhekti bersama dua jurnalis lain, Haris Firdaus dari Harian Kompas dan Arif Hernawan dari Gatra, berupaya menguak dugaan monopoli dan korupsi dalam proyek pembangunan gedung untuk PKL Kawasan Malioboro di lahan bekas Bioskop Indra. Proyek pemerintah Provinsi DIY itu bernilai Rp62 miliar, yang terbesar pada tahun 2018. IDEA Yogyakarta, salah satu OMS di kota itu, pun ikut serta di dalam tim investigasi.

Para jurnalis dan OMS sadar, tak mudah menginvestigasi proyek sebesar itu. Tim pun berstrategi. Mereka berbagi peran.

investigative_team_ind_1.jpg

IDEA Yogyakarta maju pertama. Mereka melakukan audiensi dengan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) Provinsi DIY yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PKK) dalam proyek itu. IDEA Yogyakarta mencoba mendapatkan dokumen-dokumen lelang proyek yang bisa membuktikan adanya penyimpangan dan korupsi.

Saat IDEA Yogyakarta melancarkan aksinya, tim jurnalis mesti bersabar. Mereka tak boleh dulu meminta konfirmasi kepada pejabat publik soal indikasi penyimpangan pembangunan gedung itu, setidaknya sampai IDEA Yogyakarta mengantongi dokumen. Ini penting agar pemerintah tidak curiga.

"Kami bertemu [pemerintah] dalam konteks perbaikan tata kelola. Sama sekali tidak [menyatakan] ada unsur bahwa ini akan dipublikasi. Pemda melihat OMS feedback-nya rekomendasi sehingga mereka lebih terbuka biasanya, meskipun tidak selalu," tutur Ahmad Hedar, Peneliti IDEA Yogyakarta.

Sambil menunggu, Bhekti, Haris, dan Arif meriset profil perusahaan-perusahaan pemenang lelang proyek itu. PT. Matra Karya pemenang lelang tahap satu, PT. Ardi Tekindo Perkasa pemenang lelang tahap dua, dan CV Setiabudi Jaya Perkasa pemenang lelang tahap tiga.

Upaya IDEA Yogyakarta tak berhasil. Pemerintah Provinsi DIY tidak bersedia memberikan dokumen yang diminta. Pemerintah bersikukuh, dokumen itu bukan untuk  publik berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 451 Tahun 2017 tentang Daftar Informasi yang Dikecualikan. Padahal, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menyatakan bahwa dokumen kontrak dan tender merupakan dokumen terbuka.

Tak ada rotan, akar pun jadi. Tidak ada dokumen lelang, masih ada dokumen terbuka lain yang bisa ditelusuri melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Pemerintah Provinsi DIY dan aplikasi OpenTender.net milik Indonesia Corruption Watch (ICW). Dokumen-dokumen resmi lain juga bisa diperoleh di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Melalui sumber-sumber itu, Bhekti, Haris, dan Arif berhasil mengidentifikasi nama Muhammad Lutfi Setiabudi, pimpinan di dua perusahaan pemenang proyek lelang tahap dua dan tiga, PT. Ardi Tekindo Perkasa dan CV Setiabudi Jaya Perkasa. Di CV Setiabudi Jaya Perkasa, Lutfi menjabat sebagai pemegang saham, sementara di PT. Ardi Tekindo Perkasa sebagai wakil direktur utama.

Meski tak menemukan bukti korupsi, kolaborasi jurnalis dan OMS di Yogyakarta berhasil mengungkap kesalahan pemerintah Provinsi DIY telah dalam pelaksanaan lelang cepat pada tahap pertama proyek pembangunan gedung untuk PKL Malioboro. Mereka juga mampu menunjukkan kemungkinan persekongkolan di dalam proyek tersebut.

“Tujuan pencegahannya dapat sih. Cuma tujuan untuk membongkar korupsinya belum dapat. Setidaknya kita beri tahu ke publik bahwa proyek-proyek di Yogyakarta gambarannya seperti ini, bersekongkol, afiliasi, dan ini loh orang-orang yang kuasai proyek di Yogya. Pemda ke depan harus berhati-hati.” tutur Bhekti.

Bhekti, Haris, Arif, dan Hedar mengaku, kerja sama OMS dan jurnalis terbukti efektif. Dengan kolaborasi, mereka bisa berdiskusi dengan perspektif yang lebih luas. Mereka juga bisa berbagi data, informasi, dan juga resiko keamanan yang mungkin muncul.

“Pertimbangannya berbagi risiko. Kalau misalnya ada gugatan hukum kita kan ada banyak media yang menulis. Juga berbagi beban kerja karena liputan dilakukan bersama. Ada tempat bertukar kalau saya tidak bisa liputan hari itu.” papar Bhekti.

*) Kerja sama antara jurnalis dan OMS di Yogyakarta dalam menginvestigasi proyek pembangunan gedung area relokasi PKL di Kawasan Malioboro di artikel ini merupakan tindak lanjut dari Pelatihan Pengawasan Pengadaan Barang dan Jasa yang diselenggarakan oleh Indonesia Corruption Watch bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan