Soal Panama Papers, Pemerintah Harusnya Bersikap Aktif

Antikorupsi.org, Jakarta, 17 Juni 2016 – Direktur Eksekutif KATADATA, Metta Dharmasaputra, mengharapkan pemerintah dan pihak yang tersangkut dalam kasus ‘Panama Papers’ bersikap secara aktif. Hal ini menengok tenggelamnya isu tersebut setelah hanya dua bulan kemunculannya.

Panama Papers heboh, tapi sekarang seperti hilang tertelan bumi,” kata Metta dalam diskusi ‘Apa Kabar Panama Papers?’ di Jakarta, Jumat, 17 Juni 2016.

Kemunculan isu lain di Indonesia membuat kasus ini seakan tidak berjejak dan tidak begitu mengguncang layaknya di negara lain.

Tenggelamnya kasus Panama Papers di Indonesia juga ditambah dengan minimnya respon dari berbagai pihak soal kasus tersebut. “Saya belum melihat ada sikap aktif dari Komite Etik BPK, DPR, atau Lembaga Kepresidenan,” tambah Metta.

Selain itu nama-nama pejabat publik yang tercantum dalam Panama Papers seharusnya turut aktif memberikan respon dengan sukarela. Respon tersebut berupa penjelasan resmi kepada negara.

“Tidak cukup hanya dengan memberikan klarifikasi media seperti itu.”

Penjelasan tersebut nantinya akan diproses oleh pihak yang berwenang dalam menentukan putusan bagi pejabat publik tersebut. Untuk kasus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan misalnya, penjelasan bisa langsung diberikan pada Presiden.

“Lalu ada tanggapan resmi juga, bersalah atau tidak, ada pelanggaran etik atau tidak,” tambahnya.

Hal ini penting dilakukan mengingat posisi mereka adalah pejabat publik. Posisi tersebut mengharuskan mereka bertanggungjawab kepada publik atas setiap tindakan yang dilakukan.

Skandal ‘Panama Papers’ mencuat pasca dokumen milik firma hukum asal Panama, Mossack Fonseca, bocor ke publik. Skandal tersebut menimbulkan pergunjingan berskala global. Di Islandia, Perdana Menteri yang kala itu menjabat, mundur akibat namanya tercantum dalam dokumen ‘Panama Papers’ tersebut.

Hadir dalam diskusi tersebut Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso, dan Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Mouna Wasef.

(Egi)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan