Ngobrol Santai Anti Korupsi: Keadilan Bagi Pejuang Lingkungan

Foto: Dok.ICW
Foto: Dok.ICW

Pada 4 Juli 2018 Indonesia Corruption Watch (ICW) mengadakan Ngobrol Santai Antikorupsi: Keadilan Bagi Pejuang Lingkungan bertempat di Kantor ICW. Hadir sebagai narasumber yaitu Dr. Abdul Haris Semendawai, S.H., LL.M, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK); Dr. Sugeng Priyanto, M.Si, Direktur Pengaduan, Pengawasan dan Sanksi Administrasi Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK); serta Zenzi Suhadi, selaku aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI).

Diskusi ini bertujuan untuk menyampaikan gagasan mengenai perlindungan terhadap pejuang lingkungan yang mengalami ancaman, intimidasi, maupun kriminalisasi dalam melindungi lingkungan.

Seperti diketahui, baru-baru ini Basuki Wasis, seorang ahli perhitungan kerugian lingkungan, digugat oleh Nur Alam, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara. Sebelumnya, Basuki Wasis diminta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan KLHK untuk menjadi ahli dalam menghitung kerugian lingkungan dalam kasus korupsi izin tambang yang dilakukan Nur Alam. Akibat keberaniannya, Basuki Wasis malah digugat perdata oleh Nur Alam.

Hal yang dialami oleh Basuki Wasis merupakan bagian dari serangan balik terhadap partisipasi publik dalam lingkungan hidup atau dikenal Strategic Lawsuit Agains Pubic Partisipation (SLAPP). Pasal 66 UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup jelas menyebutkan: “Setiap orang yang memperjuangkan hak lingkungan hidup yang baik dan sehat yang didasarkan i'tikad baik tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.

Berdasarkan data Walhi sejak 2008 sampai 2018, rata-rata proses kriminalisasi terhadap pejuang lingkungan terjadi 1 kali dalam 1 hari baik itu terpublikasi maupun tidak. Walhi menggarisbawahi bahwa kriminalisasi yang terjadi di Indonesia paling tidak bisa dibagi dalam 4 fase, yaitu fase 1 yang dikriminalisasi adalah masyarakat yang akan menjadi korban dari proses kerusakan lingkungan. Fase 2 kriminalisasi terhadap aktivis yang mendampingi komunitas dan fase 3 yaitu kriminalisasi terhadap akademisi. Fase 4 kriminalisasi terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Jadi bisa dikatakan kriminalisasi bisa terjadi baik pada masyarakat maupun pegawai pemerintah. Sampai saat ini, menurut catatan Walhi, belum ada korban kriminalisasi yang diselamatkan oleh negara.

Menurut Ketua LPSK, berdasarkan UU 13 tahun 2006 dan UU 31 tahun 2014, disebutkan bahwa seorang saksi, korban, ataupun pelapor itu tidak boleh dituntut secara pidana atau perdata atas laporan atau kesaksian yang diberikannya. Seharusnya Basuki Wasis, sebagai seorang ahli juga tidak dapat digugat. Hal yang terjadi pada Basuki Wasis tentu membuat orang takut memberikan kesaksian di persidangan kedepannya. LPSK menambahkan, untuk perlindungan terhadap ahli umumnya tidak memerlukan perlindungan fisik namun lebih ke perlindungan hukum, seperti yang terjadi pada Basuki Wasis. Sejauh ini, LPSK dan KLHK juga terus melakukan pendampingan kepada Basuki Wasis. Selain pendampingan, KLHK sendiri sedang menyusun naskah akademik berupa aturan turunan dari  UU 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan