Proses Sengketa Informasi Berlanjut, ICW Desak Komisi Informasi Pusat Menerima Permohonan Informasi Pengadaan Gas Air Mata di Kepolisian
Proses sengketa informasi antara Indonesia Corruption Watch (ICW) dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) belum kunjung menemui titik terang. Sebab, selama proses memperoleh informasi pengadaan gas air mata, sejak dari tahap permohonan informasi hingga memasuki proses ajudikasi, Polri terus bersikeras untuk membuka kontrak pengadaan sebagaimana yang dimintakan oleh ICW. Sebagai informasi, ICW meminta 25 dokumen pengadaan atas 10 paket pengadaan gas air mata yang dilakukan oleh Polri pada Tahun Anggaran 2022 dan 2023 sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (9) huruf a dan b Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik, beberapa diantaranya yakni yang Kerangka Acuan Kegiatan (KAK), spesifikasi teknis, daftar kuantitas dan harga, dan dokumen kontrak.
Polri kerap berdalih bahwa informasi yang ICW mintakan, jika dibuka, dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara sebagaimana tertuang dalam Pasal 17 huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).. Namun, jika dicermati lebih lanjut, daftar dokumen sebagaimana diuraikan di atas, hanya sebatas dokumen administratif proses pengadaan barang yang dilakukan oleh Polri, bukan berisikan informasi mengenai strategi, intelijen, operasi dan teknik. Sehingga, bagi ICW, alasan menolak untuk membuka informasi melalui dokumen uji konsekuensi informasi yang dikecualikan di internal Polri jelas mengada-ada dan bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara.
Terlebih, sebagaimana ditegaskan dalam bagian penjelasan Pasal 2 ayat (4) UU KIP, bahwa suatu informasi yang dikategorikan terbuka atau tertutup harus dilandaskan pada kepentingan publik. Pertanyaan reflektifnya, kepentingan publik seperti apa yang dijadikan dasar bagi Polri untuk menutup informasi mengenai pembelian gas air mata? Pertanyaan tersebut hingga saat ini belum mampu dijelaskan oleh Polri, sehingga menimbulkan insinuasi di tengah masyarakat, bahwa ada potensi kecurangan dalam proses pengadaan yang sedang berusaha untuk ditutupi.
Sebaliknya, bagi ICW, proses permohonan hingga sengketa informasi ini menjadi sangat krusial dan harus dipandang sebagai bentuk partisipasi publik untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas di instansi kepolisian. Sebab, selain menepis adanya dugaan penyalahgunaan anggaran, dokumen pengadaan gas air mata penting untuk disampaikan kepada publik guna memastikan akuntabilitas dari kebijakan Polri ketika membeli peralatan untuk pengamanan massa, termasuk diantaranya gas air mata.
Apalagi dalam praktiknya selama ini, penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian seringkali tidak sesuai dengan prosedur pengamanan aksi massa sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dan Tindakan Kepolisian. Ketidakpatuhan terhadap prosedur tersebut kemudian mengakibatkan sejumlah insiden yang sangat serius, salah satunya, saat aparat kepolisian dengan brutal menembakkan gas air mata ke tribun penonton sepak bola di Kanjuruhan, Malang, pada Oktober 2022 lalu. Akibatnya, 135 orang tewas, serta 1.363 orang lainnya mengalami luka-luka.
Selain itu, berdasarkan catatan ICW dan Trend Asia, sepanjang tahun 2015-2022 terdapat setidaknya 144 kejadian penembakan gas air mata yang dilakukan oleh kepolisian ketika melakukan pengamanan terhadap aksi massa. Kondisi inilah yang seharusnya dijadikan sebagai dasar oleh Polri sebagai wujud dari kepentingan publik yang harus dipertimbangan untuk lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan negara yang mereka kelola.
Berdasarkan uraian di atas, maka ICW mendesak agar:
- Majelis Komisioner pada Komisi Informasi Pusat menerima permohonan dan memerintahkan agar Polri segera membuka dokumen pengadaan gas air mata sebagaimana dimohonkan oleh ICW;
- Kapolri mencabut hasil uji konsekuensi atas informasi publik yang mencantumkan bahwa dokumen pengadaan untuk seluruh alat pengamanan aksi massa merupakan informasi yang dikecualikan
Narahubung
Erma Nuzulia (Peneliti ICW)
Wana Alamsyah (Peneliti ICW)