Pengadaan Sektor Pendidikan dan Kesehatan di Kabupaten Jayapura, Merauke, dan Sorong Selatan
Pemenuhan pelayanan pendidikan dan kesehatan di wilayah Papua dan Papua Barat masih jauh dari maksimal. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebut penduduk di wilayah Papua, utamanya Orang Asli Papua (OAP), memiliki akses yang masih terbatas terhadap layanan dasar, seperti pendidikan dan kesehatan. Masalah ini melatarbelakangi dikeluarkannya kebijakan khusus, seperti dukungan anggaran dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar, sebagaimana dimandatkan dalam Instruksi Presiden No. 9 tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Upaya peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan tak cukup dengan peningkatan alokasi anggaran dan mempercepat pembangunan infrastruktur. Dibutuhkan perencanaan yang baik agar pembangunan sesuai dengan kebutuhan pelayanan dan pengawasan realisasi Pengadaan Barang/Jasa (PBJ). Bersama dengan masyarakat, pemerintah perlu memastikan anggaran dikelola maksimal untuk kesejahteraan masyarakat dan PBJ betul-betul dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Problem mendasar seperti penggunaan anggaran yang kerap disusun tidak partisipatif dan menjamurnya korupsi PBJ perlu diantisipasi.
Meski telah diterapkan penggunaan teknologi informasi untuk transparansi dan akuntabilitas, perilaku koruptif dalam proses PBJ masih kerap terjadi. Hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW) terhadap penindakan kasus korupsi sepanjang 2019 menemukan bahwa 64,2% dari 271 kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum merupakan korupsi PBJ. Kerugian negara akibat korupsi tersebut bahkan mencapai Rp 957,3 miliar dan suap Rp 91,5 miliar. Selain kerugian negara, korupsi PBJ tentunya juga berdampak pada pelayanan untuk masyarakat.
PBJ Pendidikan dan Kesehatan di Papua
Korupsi PBJ juga tak memandang sektor. PBJ pendidikan dan kesehatan yang merupakan pelayanan dasar pun tak lepas dari korupsi. Masalah ini berkorelasi langsung pada buruknya kualitas fasilitas pendidikan dan kesehatan. Dalam banyak kasus, korupsi PBJ pelayanan publik ini merugikan masyarakat secara langsung dan bahkan membahayakan. Misalnya, kualitas gedung sekolah yang buruk dapat berpotensi ambruk dan mengancam nyawa siswa yang sedang belajar.
Sehubungan dengan krusialnya peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan di wilayah Papua dan masih maraknya masalah dalam PBJ, ICW melakukan penelitian untuk mengetahui penilaian masyarakat terkait partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas PBJ. Penelitian dilakukan di Kabupaten Jayapura, Sorong Selatan, dan Merauke bersama dengan jaringan, yaitu Konsultasi Independen Pemberdayaan Rakyat (KIPRa), Harmoni Alam Papuana, dan Belantara Papua. Sektor pendidikan dan kesehatan dipilih sebagai fokus penelitian. Sektor ini dipilih karena merupakan pelayanan dasar yang akses pelayanannya di wilayah Papua masih sangat terbatas.
Hasilnya, kami menemukan sejumlah masalah. Mulai dari PBJ tidak sesuai dengan kebutuhan penerima manfaat hingga ditemukannya bangunan hasil PBJ yang mangkrak dan tak dapat digunakan. Masalah ini sangat disayangkan mengingat anggaran pelayanan pendidikan dan kesehatan masih terbatas di tengah kebutuhan yang tinggi. Selain itu, tak semua PBJ diinformasikan di LPSE daerah. Akibatnya, masyarakat makin sulit mendapat informasi PBJ dan mengawasi.
Keseriusan pemerintah dan pemerintah daerah dalam memajukan pelayanan pendidikan dan kesehatan di wilayah Papua dan Papua Barat perlu diiringi komitmen dalam membangun proses PBJ yang partisipatif sejak perencanaan anggaran, transparan dalam perencanaan PBJ dan realisasinya, serta mengefektifkan pengawasan. Tanpa pembenahan atas masalah PBJ tersebut, pelayanan sulit membaik meski anggaran ditingkatkan dan justru rentan disalahgunakan.