Peluncuran Film Dokumenter “Mantra Berbenah”: Reformasi Polri Jangan Sekedar Mantra

Reformasi Polri masih belum tuntas dan berlangsung setengah hati. Kondisi ini disebabkan tidak adanya kemauan politik (political will) Pemerintah dan DPR RI dalam melaksanakan secara serius agenda reformasi kepolisian. Praktik kekerasan, pelanggaran Hak Asasi Manusia, penyalahgunaan wewenang, hingga berbagai tindakan korup yang masih terus berulang. Film dokumenter “Mantra Berbenah” berupaya memotret berbagai fenomena pelanggaran dan kegagalan sistemik yang terjadi, termasuk situasi kekuasaan, urgensi reformasi kepolisian, dan merangkum gagasan serta harapan pembenahan institusi kepolisian.
Film dokumenter “Mantra Berbenah” juga menyoroti situasi paradoks, di mana proses legislasi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) dilakukan secara serampangan. Ini justru memperluas dan mengukuhkan kekuasaan kepolisian dan menjadikannya kian superpower. Faktanya, kewenangan Polri sudah demikian luasnya, nihilnya kontrol demokratis, dan persoalan kronis yang membelenggu institusi Polri.
Situasi demikian tentu menunjukan ketidakmampuan pemangku kebijakan untuk menangkap semangat publik dan ketiadaan itikad serius mereka untuk memajukan demokrasi, hak asasi manusia, hak asasi perempuan dan negara hukum. Secara simultan juga kian menggerus harapan untuk mewujudkan reformasi kepolisian yang substansial. Di mana semestinya, upaya untuk terus mempertanyakan dan membenahi kekuasaan masif yang dimiliki kepolisian serta mekanisme pengawasan yang efektif dan independen, mesti terus dilakukan.
Hal ini dapat dilihat dari sejumlah temuan yang dihimpun organisasi masyarakat sipil dan lembaga independen negara. Data KontraS misalnya, menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2019-2025 terjadi 4118 praktik kekerasan yang menyebabkan 6513 warga sipil menjadi korban luka. Catatan YLBHI tahun 2019-2024 juga menyebut sedikitnya 35 peristiwa penembakan oleh aparat kepolisian dengan korban tewas 94 orang.
Sementara berdasarkan laporan Komnas HAM, sepanjang tahun 2019-2024, mencatat sedikitnya ada 4.485 aduan kasus pelanggaran HAM oleh kepolisian. Ombudsman RI juga mencatat, sepanjang tahun 2020-2024 kepolisian hampir konsisten menempati peringkat teratas sebagai institusi yang paling banyak dilaporkan oleh masyarakat maupun pihak lain yang dirugikan, sedikitnya terdapat 3.355 laporan. Lembar Fakta Komnas Perempuan menunjukan pada 2023 data kasus kekerasan terhadap perempuan dengan pelaku Polri sebanyak 87 kasus.
Peristiwa kontemporer, pengerahan kekuatan berlebih (excessive use of force) dan penembakan gas air mata ugal-ugalan yang terjadi di Pati, Jawa Tengah, pada 13 Agustus 2025 kemarin, menambah deretan panjang catatan brutalitas dan kesewenang-wenangan polisi terhadap rakyat. Tidak terkecuali terhadap berbagai razia sewenang-wenang terhadap ekspresi warga yang mengibarkan bendera “Jolly Roger” anime One Piece yang turut melibatkan kepolisian dalam beberapa waktu terakhir, begitu sarat nuansa politis dan cenderung memposisikan kepolisian sebagai alat kekuasaan untuk menciptakan ketakutan di tengah masyarakat.
Sebagai dokumenter, “Mantra Berbenah” mengungkap kondisi faktual secara langsung oleh sejumlah korban, menyajikan data, analisis, dan gagasan dari beragam perspektif baik sejarawan, akademisi, dan pegiat Hak Asasi Manusia yang concern melakukan pendampingan, penelitian, serta advokasi kebijakan dan mendorong reformasi kepolisian. Sehingga sudah seharusnya dokumenter ini menjadi refleksi pembelajaran krusial bagi publik, pemerintah, institusi DPR RI, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendorong langkah konkrit reformasi kepolisian secara fundamental. Bukan justru “senandung mantra”, namun pembenahan yang signifikan.
“Mantra Berbenah” film garapan Koalisi RFP, gabungan dari 28 Organisasi Masyarakat Sipil berkolaborasi dengan Watchdoc, diluncurkan atau ditayangkan perdana di Jakarta melalui acara nonton bareng (nobar) dan diskusi film di Resonansi, Rumah Belajar Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan yang dimulai sejak Pukul 19.00 WIB. Dihadiri tidak kurang dari 80 orang dari berbagai kalangan yakni mahasiswa, jurnalis, buruh, akademisi, perwakilan masyarakat sipil, dan masyarakat umum. Adapun pemantik diskusi dalam peluncuran film di antaranya yakni perwakilan korban kesewenang-wenangan polisi, Arif Maulana (YLBHI) mewakili Koalisi RFP, Ahmad Sofyan (Ahli Pidana/Sekjen Asosiasi Pengajar Hukum Pidana dan Kriminologi), dan Siti Aminah Tardi mewakili Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP.
Tidak hanya di satu titik, rangkaian nobar dan diskusi film sedikitnya juga akan dilakukan di 9 titik kota besar lainnya seperti, Makassar, Manado, Pontianak, Bali, Medan, Malang, Padang, Palembang, Samarinda, dan sangat terbuka untuk bisa diselenggarakan di berbagai daerah lainnya. Dan dalam waktu dekat, film ini juga bisa diakses secara publik melalui kanal Youtube.
Jakarta, 14 Agustus 2025
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian
1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
2. Indonesia Corruption Watch (ICW)
3. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
4. Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
5. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
6. Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI)
7. Kurawal Foundation
8. LBH Masyarakat
9. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
10. LBH Jakarta
11. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
12. LBH Pers
13. Trend Asia
14. Aksi Kamisan
15. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta
16. Human Rights Working Group (HRWG)
17. Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
18. Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP)
19. Remotivi
20. Solidaritas Perempuan
21. Serikat Mahasiswa Progresif (SEMPRO)
22. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
23. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
24. WeSpeakUp.org
25. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
26. Indonesia Judicial Research Society (IJRS)
27. IM57+ Institute
28. Lingkar Studi Feminis (LSF)
Narahubung: Paul - Sekber RFP