Partisipasi Publik Dalam Pemberantasan Korupsi

Annual Report ICW

Sejak tahun 2010 lalu ICW telah memfasilitasi peran serta masyarakat, baik melalui kegiatan pelatihan, penguatan kapasitas, pembentukan organ baru (CSO) anti korupsi di berbagai daerah, serta ajakan berpartisipasi melalui donasi publik dan dukungan moril untuk terlibat dalam gerakan anti korupsi yang dilakukan oleh ICW. 

Menggalang Dukungan Publik untuk Keberlanjutan Gerakan Anti Korupsi

Untuk memantapkan dukungan publik yang semakin luas terhadap gerakan anti korupsi, pada tahun 2017, ICW mendorong penggalangan dana publik melalui strategi donasi secara rutin atau sekali waktu melalui auto debet perbankan, donasi khusus untuk Sekolah Anti Korupsi (SAKTI),  penjualan merchandise, kegiatanworkshop berbayar dan lelang malam karya seniman. Dari semua upaya tersebut, total donasi publik ICW yang berhasil dikumpulkan hingga 27 Desember 2017 mencapai Rp 1.117.506.676. 

Secara garis besar pencapaian donasi publik yang diraih pada tahun 2017 melebihi dari target yang ditentukan yaitu sebesar Rp 600 juta, Perolehan pada tahun 2017 adalah tertinggi yang didapat sejak ICW memulai melakukan upaya penggalangan dana publik pada tahun 2010. 

ICW juga menggunakan pendekatan program donasi atau donasi tematik untuk menggalang dukungan publik. Selain SAKTI ada juga dirancang Program donasi tematik yaitu Miskinkan Koruptor, Demokrasi Tanpa Korupsi, Bongkar Kasus Korupsi, dan Hutan Lestari Tanpa Korupsi. Selain itu website sahabaticw.org juga berupaya mengajak keterlibatan masyarakat yang memiliki komitmen antikorupsi menjadi sukarelawan (volunteer)dan membantu dalam penyebaran media kampanye antikorupsi. Produk-produk merchandise ICW tersedia juga tersedia dalam website sahabaticw.org ini.

Upaya menjaring dan merawat supporter atau sahabat ICW terus dilakukan dengan melakukan sejumlah strategi atau pendekatan. Selama tahun 2017 setidaknya ada 210 suporter yang masih aktif berdonasi rutin setiap bulannya melalui auto debet dan terdapat sedikitnya 356 orang yang menjadi supporter baru di ICW melalui donasi publik, donasi karya dan pembelian merchandise ICW. 

Selain berdonasi uang, ICW juga menerima donasi dalam bentuk karya. Donasi karya ini merupakan donasi dari seniman dalam bentuk karya atau desain yang diterima oleh ICW kemudian akan diadaptasi dalam berbagai bentuk barang. Misalnya saja dalam merchandise  (T-Shirt, Hoodie, Sweater, Mug, Totebagdan Topi) lalu dijual kepada publik. Selain untuk menambah donasi dalam penjualan karena para seniman biasanya memiliki fans yang fanatik, hal ini juga dilakukan agar lebih banyak seniman yang terlibat dalam gerakan antikorupsi. 

Pada tahun 2017, terdapat sebelas seniman yang telah dan berkomitmen mendonasikan karyanya untuk membantu gerakan antikorupsi yang dilakukan oleh ICW. Donasi karya tersebut diadaptasi pada merchandise,lukisan, patung dan poster kampanye ICW. Mereka terdiri dari tujuh seniman yang mendesain merchandise  ICW yaitu Vembi, Kendra Paramitha, Alit Ambara, The Popo, Mice Cartoon, Yulian Ardhi, dan Komikazer. Satu seniman memberikan karya dalam bentuk lukisan, Malela Mahargasarie dan seorang seniman yang memberikan karya untuk keperluan kampanye ICW yaitu Farhan Facil. Selain itu terdapat dua seniman ternama yang sudah berkomitmen memberikan karyanya kepada ICW berupa patung dari I Nyoman Nuarta dan lukisan dari Kemal Zedine. 

Tahun 2017 merupakan tahun uji coba penyelenggaraan Sekolah Antikorupsi (SAKTI) ICW yang seluruh pendanaannya berasal dari donasi publik, bukan dari lembaga donor. Untuk kepentingan pendanaan SAKTI, dirancang sebuah Program Donasi khusus SAKTI 2017. Program ini sekaligus perwujudan ICW dalam mendekatkan isu korupsi dan menggalang dukungan publik dengan lebih nyata.

Program penggalangan dana SAKTI 2017 menargetkan donatur dari individu dan korporasi. Strategi atau pendekatan penggalangan dana SAKTI dilakukan dengan cara antara lain pembuatan dan presentasi proposal (khusus bagi individu dan juga korporasi), menyelanggarakan makan malam penggalangan dana, membuka kanal donasi online (Kitabisa.com), pembuatan video testimoni ajakan berdonasi dari public figure, pembuatan poster ajakan donasi, kampanye berdonasi melalui talkshow bersama Slank dan Radio Jak FM, termasuk pemanfaatan media sosial milik ICW. 

Dengan berbagai upaya pengalangan dana yang dilakukan - dari target dana kegiatan SAKTI 2017 yaitu Rp 400.000.000,-  pada akhirnya terkumpul donasi sebesar Rp. 454.000.020,-. Jumlah tersebut berasal dari donasi 34 orang individu sebesar Rp. 237.500.001 dan 7 Korporasi yang terkumpul sebesar Rp. 216.500.019.  Dengan perolehan dana tersebut, kegiatan SAKTI 2017 pada akhirnya dapat terlaksana pada 1-10 Agustus 2017. 

Selain difokuskan untuk kegiatan SAKTI 2017, dana publik juga digunakan untuk kegiatan advokasi atau kampanye anti korupsi. Pada tahun 2017 terdapat dua program Advokasi ICW yang didukung oleh dana publik.  Pertama, monitoring persidangan kasus korupsi proyek E-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto yang merugikan keuangan negara hingga Rp 2,3 triliun. Kedua, penelusuran rekam jejak calon hakim Mahkamah Konstitusi 2017 yang dilaksanaan oleh Panitia Seleksi dari Pemerintah. Proses pengawalan seleksi calon ini dinilai berhasil karena akhirnya Pemerintah akhirnya memilih Saldi Isra (Guru Besar Hukum Universitas Andalas) sebagai hakim Mahkamah Konstitusi. 

Selain kedua aktivitas tersebut, dana publik ICW digunakan untuk mendukung kegiatan advokasi dan kampanye ICW yang dilaksanakan pada tahun 2017. Kegiatan tersebut antara lain untuk pemilihan Duta Antikorupsi-Tokoh Publik Antikorupsi 2017, rangkaian kegiatan Hari Antikorupsi 2017, Diskusi atau Ngobrol Santai Antikorupsi (NGOBRAS), dan kampanye melawan pelemahan KPK. 

Selain donasi uang dan donasi karya, pelibatan partisapasi masyarakat dalam mengkampanyekan gerakan anti korupsi, salah satunya melalui dukungan dari publik figur. Harapan yang ingin dicapai adalah bahwa publik figur tersebut bisa turut serta mengkampanyekan penggalangan dana publik ICW dan isu pemberantasan korupsi melalui media sosial. Dengan begitu isu anti korupsi semakin memiliki daya jangkau yang luas di masyarakat.

Sepanjang tahun 2017 ICW berhasil mengajak 23 publik figur untuk menyuarakan isu anti korupsi. Tahun ini pun sedikit berbeda dibanding tahun sebelumnya, untuk publik figur kali ini berasal dari beragam profesi, tidak hanya dari kalangan artis melainkan akademisi, pengusaha dan seniman turut serta dalam kegiatan kampanye ini. Nantinya video mereka yang sudah diambil akan dipublikasikan di media sosial ICW (instagram/twitter/facebook).

Berikut nama-nama publik figur yang telah mendukung ICW di tahun 2017: Mahfud MD (Ketua APHTN); Tsamara Amany (Politisi Muda PSI); Ira Koesno (Anchor); Ronal dan Tike (Penyiar Radio); Okky Madasari (Penulis); Prastowo (Praktisi Pajak); Romo Benny (Budayawan); J Kristiadi (Peneliti CSIS); Febri Diansyah (Juru Bicara KPK); Prof Hibnu Nugroho (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Soedirman); Nabila Putri (Selebritis); Feri Maryadi (Selebritis); Omesh (Selebritis); Giring Ganesha (Selebritis/Politisi Muda PSI); Cameo Project (Youtuber); Wisnu Utama (CEO Net TV); Alfito Dhenova (Anchor); Asep Iwan Iriawan (Akademisi); Burhanudin Muhtadi (Pengamat Politik); Yunarto Wijaya (Pengamat Politik); The Popo (Seniman); Indro Warkop (Selebritis); dan Komik Azer (Seniman). 

Penobatan Tokoh Publik Anti Korupsi 2017

Tahun 2017 menjadi fase awal bagi ICW untuk mendaulat seseorang sebagai Duta Antikorupsi yang kemudian berubah menjadi Tokoh Publik (public figure) Anti Korupsi. Harapannya, tokoh publik yang terpilih bisa menyebarkan pesan-pesan antikorupsi kepada masyarakat luas. Setidaknya juga bisa menjadi contoh serta panutan bagi masyarakat untuk terus menjunjung tinggi nilai-nilai integritas. Indikator atau kriteria yang digunakan dalam memilih kandidat tokoh publik anti korupsi 2017 adalah berintegritas, rekam jejak atau kepedulian dengan isu korupsi, memiliki pengaruh yang luas, artikulatif serta komunikatif dan dapat diterima semua kalangan.

Proses pemilihan tokoh publik antikorupsi 2017 yang diselenggarakan oleh ICW dilakukan melalui beberapa tahapan seleksi seperti studi banding, penyusunan kerangka acuan kegiatan, penjaringan Panitia Seleksi, pengumpulan nama-nama kandidat, proses seleksi, pengumuman dan akhirnya pemberian penghargaan. Demi menjaga objektifitas penilaian, ICW juga melibatkan Panitia Seleksi (Pansel) yang terdiri dari individu-individu yang kredibel seperti Dr Zainal Arifin Mochtar S.H., LL.M (Akademisi Fakultas Hukum dan Ketua Pusat Kajian Antikorupsi UGM), Ir Betty Alisjahbana (Panitia Seleksi Komisioner KPK 2015-2019), dan Budi Setyarso (Pemimpin Redaksi Harian TEMPO). 

Setelah menjalani beberapa tahapan seleksi, dan menjaring dari 44 nama tokoh publik  yang diusulkan, akhirnya ICW dan Pansel memilih Najwa Shihab sebagai tokoh publik anti korupsi 2017. Pilihan ini didasarkan atas kiprah Najwa Shihab yang memiliki jiwa sosial tinggi, paham dengan kondisi Indonesia saat ini khususnya persoalan korupsi serta merupakan representasi generasi muda. Selain itu sepanjang tahun 2017, ICW juga melihat Najwa Shihab aktif mensuarakan persoalan pemberantasan korupsi dan kampanye anti korupsi melalui pekerjaannya selama ini. 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan