Laporan Evaluasi Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi Periode 2019-2024

Ilustrasi Gedung Merah Putih KPK (Muhammad Ali)
Ilustrasi Gedung Merah Putih KPK (Muhammad Ali)

Kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Hal ini dapat dibuktikan dengan temuan Transparency International Indonesia melalui Indeks Persepsi Korupsi tahun 2023. Di mana, skor Indonesia sama seperti tahun sebelumnya, yakni, 34 dan peringkatnya merosot dari 110 ke 115. Bila dibandingkan dengan perolehan skor sembilan tahun lalu atau saat awal Presiden Joko Widodo dilantik, maka IPK Indonesia praktis stagnan atau berjalan di tempat. Ini pertanda buruk yang mengharuskan adanya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan pemberantasan korupsi, tak terkecuali menyangkut reformasi lembaga penegak hukum.

Tak jauh berbeda dengan kondisi umum pemberantasan korupsi di Indonesia, keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlahan juga mulai dipertanyakan efektivitasnya. Bagaimana tidak, rentetan kontroversi silih berganti selama kurun waktu empat tahun terakhir. Mulai dari rendahnya kuantitas serta kualitas penindakan, skandal pelanggaran etik, hingga memburuknya tata kelola kelembagaan. Akibatnya seperti saat ini, hampir semua jajak pendapat yang dilakukan lembaga survei menempatkan lembaga antirasuah itu pada titik terendah dalam tingkat kepercayaan masyarakat.

Sebagai anak kandung reformasi dan tempat tumpuan harapan masyarakat dalam memberantas korupsi, urgensi mengembalikan KPK seperti sedia kala menjadi krusial dilakukan. Pembenahan, baik dari internal KPK maupun dorongan kepada lembaga negara eksternal, harus dilakukan. Di samping itu, tak lupa pula, kemauan berbenah, mendengarkan, dan mengakomodir saran serta kritik dari masyarakat juga mesti dijalankan oleh KPK. Bagaimanapun, peran serta dan kontribusi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi diakui serta dijamin peraturan perundang-undangan, tepatnya Pasal 41 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Berangkat dari permasalahan di KPK, Indonesia Corruption Watch dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, menginisiasi penulisan catatan kritis terhadap kinerja lembaga utama pemberantas korupsi selama lima tahun terakhir. Dokumen catatan kritis ini akan berfokus pada analisis penilaian kinerja KPK yang mencakup tata kelola kelembagaan, sektor penindakan, dan pencegahan. Selain itu turut menyinggung tentang implikasi berlakunya UU KPK baru dan dampak yang dihasilkan atas perubahan status kelembagaan KPK.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan