Laporan Akhir Tahun ICW 2021

Perbaikan Tata Kelola yang Semu
Laporan Akhir Tahun

Setelah anjlok pada 2020, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia kembali naik pada 2021. Dengan modal skor 38 (37 pada 2020), dan peringkat 96 dunia (102 pada 2020), pemberantasan korupsi Indonesia tentu dengan sederhana dapat kita katakan mengalami perbaikan. Tapi apakah demikian? Merujuk pada penjelasan TI Indonesia, kenaikan skor IPK 2021 lebih banyak dikontribusikan oleh sektor ekonomi. Masalah korupsi dan suap sektor perijinan, investasi dan bisnis dipersepsikan dapat ditangani lebih baik karena berbagai intervensi Pemerintah, baik melalui kebijakan deregulasi ekonomi maupun UU Omnibus Law.

Namun demikian, perbaikan itu sebenarnya tidak diikuti oleh sektor lain yang sangat penting bagi penguatan agenda antikorupsi di Indonesia. Diantaranya adalah stagnasi pada perbaikan rule of law, dan menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia. Kombinasi antara demokrasi yang memburuk dengan tidak berjalannya fungsi rule of law melahirkan pemerintahan yang sangat kuat dan lebih otoriter. Ditambah lagi fungsi pengawasan eksternal yang selama ini bekerja efektif, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah diamputasi status independensinya, sehingga mematikan mekanisme checks and balances kekuasaan. Oleh karena itu, jika korupsi politik semakin parah, hal ini merupakan konsekuensi logis dari sebab- sebab diatas.

Pertanyaannya, apakah berharga jika kita sebagai bangsa melakukan trade-off dengan mendorong perbaikan sektor ekonomi, tapi pada saat yang sama, melumpuhkan integritas sektor politik dan hukum? Jawabannya tentu sangat merugikan. Kebijakan memangkas rantai perijinan yang memang selama ini dikenal menjadi pusat suap-menyuap mungkin akan mengurangi masalah korupsi.

Namun, ketika kebijakan memotong prosedur itu tidak menimbang pentingnya safe guarding lain yang harus tetap ada, baik aspek lingkungan dan sosial, maka kita sebenarnya sedang menutup korupsi kecil, sekaligus membuka keran korupsi besar. Penguatan kelompok oligarkhi di berbagai sektor ekonomi telah difasilitasi, baik sadar atau tidak, oleh kebijakan yang melonggarkan prosedur-prosedur penting bagi kelompok bisnis manapun untuk terbuka dan akuntabel dalam memperebutkan akses sumber daya publik.

Pragmatisme pemerintah yang ingin serba cepat dalam memperbaiki situasi telah menimbulkan persoalan baru yang makin kompleks. Masalah regresi demokrasi, pelanggaran hak asasi manusia, eksploitasi lingkungan, praktek-praktek pemolisian dalam berbagai isu, kebijakan legislasi yang banyak menabrak berbagai prosedur dan nir partisipasi masyarakat merupakan bom waktu bagi upaya pemberantasan korupsi.

Melonggarnya berbagai nilai dan etika publik, meningkatnya praktek konflik kepentingan para pejabat publik, kian tertutupnya pemerintah atas akses informasi publik, dan pembiaran atas praktek kekerasan fisik dan ancaman digital, demi memberikan rasa nyaman dan aman bagi investor dan pengusaha kroni pada dasarnya memberikan pandangan yang lebih utuh bagi kita, bahwa peningkatan tata kelola pemerintah sebagaimana yang tercermin dalam kenaikan skor IPK Indonesia 2021 merupakan perbaikan yang semu.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan