ICW dan TAUD Laporkan Kasus Doxing ke Polri: Bareskrim Polri Harus Tindak Pelaku Serangan Digital

ICW dan TAUD Lapor ke Bareskrim Polri
ICW dan TAUD Lapor ke Bareskrim Polri

Indonesia Corruption Watch (ICW) didampingi oleh Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) sebagai kuasa hukum, melaporkan kasus doxing yang dialami oleh salah satu peneliti ICW ke Direktorat Tindak Pidana Siber, Badan Reserse Kriminal Polri, Senin, 13 Januari 2025. Laporan ini merupakan tindak lanjut dari insiden yang dialami ICW sekaligus bentuk upaya kami menjaga demokrasi dan mendorong penegakan hukum demi memastikan bahwa kritik dan gerakan antikorupsi sepatutnya bebas dari ancaman apapun. 

Serangan digital yang dialami peneliti ICW dengan menyebarkan data pribadi tanpa persetujuan (doxing) terjadi pada 3 Januari 2025, sekitar pukul 10.30 WIB. Peristiwa tersebut terjadi pasca yang bersangkutan mewakili ICW memberikan pernyataan terkait masuknya nama mantan Presiden Joko Widodo sebagai finalis Tokoh Terkorup Tahun 2024 yang digagas oleh OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project). Serangan digital berupa doxing tersebut dilakukan dengan mengunggah data pribadi korban tanpa izin yang meliputi nama, NIK, nomor telepon, alamat, bahkan titik lokasi terakhir dari korban. Hal tersebut kemudian diikuti dengan banyaknya pesan masuk melalui Whatsapp pribadi bernada intimidasi dan ancaman fisik kepada peneliti ICW. 

Peristiwa yang dialami ICW ini menambah daftar panjang pemberangusan kritik masyarakat kepada negara dan menjauhkan esensi negara demokrasi yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami kemunduran. Serangan atau intimidasi juga akan berdampak pada semakin rendahnya partisipasi publik. Sebab bila setiap kritik terhadap kebijakan negara maupun upaya menyuarakan pendapat berbasis riset dan kajian, justru berbalas ancaman dan intimidasi hingga menyebarkan rasa takut. Maka, negara tidak boleh membiarkan ancaman terhadap setiap warganya yang bersuara. 

Pelaporan yang ditempuh oleh ICW dan TAUD ini sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya pembungkaman suara kritis warga. Terlebih, kasus serupa tidak terjadi untuk yang pertama kalinya, dan kerap muncul pasca penyampaian kritik dari warga terhadap pemerintah. Menurut catatan SAFEnet, terdapat setidaknya 13 kasus doxing terhadap jurnalis dalam kurun waktu 2017 hingga 2020, serta 10 kasus doxing lainnya yang menimpa aktivis dan warga. 

Meski kasus serangan digital marak menimpa masyarakat, jurnalis dan aktivis, upaya hukum Kepolisian RI menindaklanjuti informasi kasus tersebut masih sangat minim. Hal ini tentunya tidak boleh dipandang sebagai persoalan kecil, terlebih dengan pertimbangan bahwa doxing dalam ranah siber juga menimbulkan risiko ancaman fisik yang dapat membahayakan keselamatan korban seperti halnya peneliti ICW. Berdasarkan catatan ICW, sepanjang 2015-2024 setidaknya terdapat 50 kasus upaya kriminalisasi dan ancaman yang dialami oleh 123 pegiat antikorupsi. 

Atas dasar kasus tersebut dan sejumlah fakta yang telah dikumpulkan, ICW dan TAUD mengajukan Laporan Polisi atas peristiwa dugaan tindak pidana. Bahwa dalam kasus ini, terjadi dugaan tindak pidana pengumpulan atau pemerolehan data pribadi secara melawan hukum dan pengungkapan data pribadi yang bukan miliknya berdasarkan Pasal 67 ayat (1) dan Pasal 67 ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), serta Pasal 95A Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk). 

Kritik warga terhadap pemerintah yang berbuah pembungkaman berupa doxing, peretasan, dan serangan digital maupun fisik lainnya, perlu disikapi secara serius dengan penanganan dari aparat penegak hukum. Sebab, peristiwa semacam ini tidak dapat dipandang sebagai persoalan pribadi tetapi juga sebagai ancaman serius bagi demokrasi dan gerakan antikorupsi. Penegak hukum harus dapat memandang dan memahami kasus ini sebagai bagian dari serangan terhadap pembela Hak Asasi Manusia (HAM). Sehingga penanganannya juga harus dilakukan dengan mengutamakan keamanan dan keselamatan korban serta pemenuhan keadilan. Sebab, perlindungan terhadap Pembela HAM merupakan bentuk perlindungan terhadap kepentingan masyarakat secara luas dan Kepolisian sebagai penegak hukum harus berkomitmen dalam mewujudkan perlindungan tersebut. 

Oleh karena itu ICW dan TAUD mendesak pihak kepolisian agar: 

1. Menindaklanjuti laporan secara serius sebab serangan ini bukan hanya serangan terhadap peneliti ICW, melainkan ancaman bagi gerakan demokrasi dan HAM 

2. Memproses laporan dengan mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas, serta menginformasikan perkembangannya kepada publik 

3. Mengembangkan perkara ini dengan tidak hanya mengejar pelaku lapangan, tetapi juga aktor utama serangan doxing 

4. Mendesak Polri lebih proaktif untuk menyelidiki pihak-pihak yang patut diduga terlibat dalam kasus ini. 

 

Jakarta, 14 Januari 2025 

Indonesia Corruption Watch - Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) 

Narahubung: 

Tibiko Zabar - Badan Pekerja ICW 

Fadhil Al Fathan - Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan