Yusril Minta MK Keluarkan Putusan Sela
Sidang Uji Materi tentang Jabatan Jaksa Agung
Sidang pertama permohonan uji materi penafsiran pasal 22 UU No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan yang diajukan Yusril Ihza Mahendra dilangsungkan di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin (15/7). Dalam permohonannya, mantan Menkeh dan HAM itu meminta agar hakim konstitusi mengeluarkan putusan sela dan memanggil sejumlah saksi dari kalangan pejabat Kejaksaan Agung (Kejagung).
Putusan sela tersebut dimohonkan agar kejaksaan tidak melaksanakan tindakan apa pun kepada Yusril sampai ada putusan uji materi. Termasuk, penyidikan kasus biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum). ''Kami juga meminta penundaan putusan pejabat (jaksa agung) yang kedudukannya dipersoalkan hingga putusan diberikan,'' kata Yusril dalam sidang.
Dalam permohonannya, dia juga meminta agar MK memberikan tafsir terhadap pasal 22 huruf d UU Kejaksaan yang menyebutkan bahwa jaksa agung diberhentikan bila masa jabatannya berakhir. ''Kami meminta MK memberikan tafsir kapan jaksa agung diberhentikan,'' katanya.
Menurut Yusril, jaksa agung adalah pejabat setingkat menteri. Pada 20 Oktober 2009, Keppres 83/P/2009 keluar dan menjadi dasar pembubaran anggota Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I. Dengan demikian, kata dia, jaksa agung pun berhenti. ''Dia (seharusnya) berhenti dengan sendirinya, baik diberhentikan atau tidak. Seluruh menteri diberhentikan dengan keppres, sedangkan Hendarman tidak diberhentikan dan tidak diangkat kembali sebagai anggota kabinet,'' ungkapnya.
Karena itu, imbuh Yusril, segala putusan jaksa agung sejak 20 Oktober 2009 tidak sah. Termasuk, ketika mengusulkan M. Amari sebagai jaksa agung muda (JAM) pidana khusus kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal, Amari merupakan pejabat kejaksaan yang meneken surat perintah penyidikan terhadap Yusril. Konsekuensinya, Amari tidak sah berikut surat perintah yang dia teken.
''Amari baru diangkat jaksa agung dua bulan lalu. Usul untuk mengangkat JAM Pidsus tersebut dilakukan jaksa agung yang tidak sah. Itu mengandung cacat hukum,'' tegasnya.
Kalau jaksa agung tidak dimasukkan sebagai anggota kabinet, kata Yusril, Presiden SBY wajib mencantumkan berapa lama dia akan menjabat. Sebab, dalam UU Kejaksaan, jaksa harus pensiun ketika berusia 62 tahun. Sementara itu, Hendarman lahir pada 6 Januari 1947 yang berarti sekarang sudah berusia 63 tahun. ''Kalau tidak dibatasi, berarti jabatan jaksa agung berlaku seumur hidup dan itu bertentangan dengan asas negara hukum,'' ujarnya.
Menurut Yusril, penyidikan kasus dirinya tak bisa disandarkan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) semata yang menyebutkan bahwa kewenangan penetapan status berada pada penyidik. Tapi, juga pada UU Kejaksaan yang menyebutkan bahwa kewenangan penetapan status dan pencekalan ke luar negeri ada pada jaksa agung.
Karena itu, dia meminta MK memanggil para pejabat untuk bersaksi mengenai mekanisme tersebut. ''Tapi, saya tidak dalam kapasitas untuk menghadirkan para saksi itu di sini. Mungkinkah mahkamah bisa mengabulkan permohonan saya?'' katanya.
Menanggapi hal itu, Ketua Hakim Konstitusi Achmad Sodiki tak bisa langsung mengabulkan. ''Akan kami bawa ke rapat permusyawaratan hakim (RPH),'' ujar Sodiki yang didampingi hakim konstitusi Maria Farida Indrati dan Harjono.
Majelis hakim juga kompak meminta agar Yusril memperbaiki permohonannya. Sodiki meminta surat pencekalan ke luar negeri yang diteken Hendarman dilampirkan.
Harjono juga meminta agar permohonan penafsiran yang diajukan Yusril lebih ditegaskan. ''Perlu ada penajaman terhadap kerugian konstitusional yang dimohonkan pemohon,'' ujar Maria Farida menambahkan.
Di luar sidang, Yusril berjanji memperbaiki berkas permohonan yang akan rampung dalam tempo tiga hari. Senin (19/7), kata dia, permohonan tersebut sudah masuk ke MK. Dia juga menegaskan kembali sikapnya untuk tidak menjawab pertanyaan dari penyidik Kejagung. Bahkan, kalaupun putusan dari MK sudah keluar, dia tetap tak mau menjawab. ''Seribu pertanyaan pun tak akan saya jawab. Saya hanya akan menjawab di pengadilan langsung kepada hakim,'' tegasnya.
Dia juga balik menyalahkan Presiden SBY dan Mensesneg Sudi Silalahi yang sampai bisa kecolongan tak mengangkat lagi Hendarman. ''Kalau putusan saya ini dikabulkan, tanya ke kejaksaan apakah mereka minta maaf kepada publik atau mereka akan mundur karena malu. Tanya juga kepada presiden, kok bisa salah mengangkat jaksa agung sampai jadi begini. Tanya juga Mensesneg-nya,'' ujarnya disambut tepuk tangan pendukungnya. (aga/c5/agm)
Sumber: Jawa Pos, 16 Juli 2010