Yusril Kenal Yendra sejak Lama; Yusril Kembali Mangkir Jadi Saksi

Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra mengakui telah mengenal Yendra Fahmi sejak ia belum menjabat Menkeh dan HAM. Meski bukan rekanan yang mendapat proyek di departemen itu, Yendra memperoleh keuntungan 10 persen dari nilai proyek sistem pemindai sidik jari otomatis (automatic fingerprints identification system/AFIS).

Pengakuan itu diungkapkan Yusril dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa penuntut umum I Kadek Wiradana dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (3/10).

Sidang yang dipimpin Moefri menyidangkan dua terdakwa, Zulkarnain Yunus dan Apendi, yang didakwa terlibat dalam kasus korupsi pengadaan peralatan AFIS.

Yusril kembali tak hadir sebagai saksi di Pengadilan Khusus Tipikor meski jaksa telah memanggil dia sebanyak tiga kali.

Di dalam suratnya, Yusril mengaku tidak bisa hadir karena ia sedang berada di China dalam rangka pembuatan film. Yusril menyebutkan ia sebagai aktor utama yang tidak bisa digantikan dengan orang lain.

Adik kandung Yusril, Yusmiati Ihza, juga menulis surat yang membenarkan kalau kakaknya sedang berada di China. Yusmiati melampirkan surat keterangan Lurah Senayan Abdul Gani.

Lurah Senayan di dalam surat pengantarnya juga membenarkan kalau Yusril sekarang berprofesi sebagai aktor dan sedang berada di China.

Di dalam persidangan sebelumnya, mantan Sekretaris Jenderal Departemen Hukum dan HAM Hasanuddin mengatakan, ia mengenal Yendra Fahmi karena diperkenalkan oleh Yusril.

Perkenalan pertama di ruangan Pak Yusril. Kebetulan saat itu saya masuk ruangan Pak Yusril, Fahmi duduk di situ. Saya diperkenalkan oleh Pak Yusril, kata Hasanuddin dalam sidang 1 Agustus 2007.

Masih dalam BAP tertanggal 15 Februari 2007, Yusril mengatakan, ia pernah menerima Duta Besar Jerman untuk Indonesia di ruang kerjanya.

Menurut Yusril, Duta Besar Jerman tersebut datang bersama personel Dermalog, perusahaan yang menjual peralatan AFIS ke Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Dephuk dan HAM. Duta Besar Jerman dan personel Dermalog itu bertujuan menawarkan peralatan Dermalog untuk dipakai dalam pengadaan AFIS.

Di dalam pertemuan itu, kata Yusril, para tamu tersebut juga menjelaskan kalau peralatan AFIS telah dipakai di berbagai negara dan instansi pemerintahan di Indonesia.

Yusril juga membenarkan telah menerima surat dari Kedutaan Besar Jerman di Indonesia. Lalu, atas dasar surat itu, Yusril kemudian memberi disposisi kepada Direktur Jenderal AHU Zulkarnain Yunus dengan kata sebagai info saja.

Yusril mengatakan, ia tidak mengetahui siapa yang menjadi pelaksana pengadaan peralatan AFIS karena sejak 20 Oktober 2004 Yusril tidak lagi di Departemen Kehakiman dan HAM.

Sebelumnya, kata Yusril, saat ia menerima memorandum dari Dirjen AHU Zulkarnain Yunus, memo tersebut menyebutkan nama PT Sentral Filindo. Namun, kata Yusril di BAP, ia tetap memberikan arahan kepada Zulkarnain Yunus bahwa penunjukan barang, merek, dan nama perusahaan itu diputuskan oleh level teknis.

Yusril juga menjelaskan jika departemen yang dipimpinnya mendapat Anggaran Biaya Tambahan (ABT) Tahun 2004 Rp 75 miliar. Usulan ABT itu diperuntukkan bagi kegiatan pengadaan peralatan daktiloskopi. Soal surat Zulkarnain Yunus 1 Oktober 2004 tentang biaya pengadaan sidik jari otomatis, Yusril mengatakan ia tidak pasti apakah menerima surat itu atau tidak.

Memang pengadaan AFIS itu menjadi perhatian saya. Tetapi pastinya saya tidak tahu berapa besar anggaran yang dialokasikan, yang jelas arahan umum saya kepada sekjen atas ABT yang telah disetujui agar dialokasikan untuk pengadaan peralatan daktiloskopi. Akhirnya saya mengetahui juga kalau alokasi anggaran AFIS Rp 18,5 miliar, sebagaimana dilaporkan oleh Dirjen AHU Zulkarnain Yunus, katanya. (VIN)

Sumber: Kompas, 4 Oktober 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan