Yusril Bermanuver, Hadirkan Tiga Mantan Jakgung

Tersangka kasus korupsi sistem administrasi badan hukum (Sisminbakum) Yusril Ihza Mahendra terus bermanuver. Kali ini dia akan menghadirkan tiga mantan jaksa agung (Jakgung) dalam sidang uji materi UU Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan di Mahkamah Konstitusi (MK).

''Secara keseluruhan, kami akan mengajukan 20 saksi. Di antaranya 16 saksi ahli, lainnya saksi fakta. Kami juga akan menghadirkan tiga mantan jaksa agung,'' kata Yusril dalam sidang dengan agenda perbaikan permohonan di MK kemarin (30/7).

Siapa saja tiga mantan jaksa agung itu? Ditemui usai sidang, Yusril menggeleng sambil terkekeh. Dia tidak mau menyebutkan. ''Siapa? M.A. Rachman atau Abdul Rahman Saleh? Kurang baik kalau saya bicarakan di sini. Nanti saja saat sidang selanjutnya,'' kata lelaki dengan tahi lalat di bibir itu.

Para mantan jaksa agung itu, kata Yusril, adalah saksi fakta. Maksudnya, saksi yang mendengar, melihat, dan mengalami sendiri bahwa jaksa agung adalah anggota kabinet. Para saksi fakta juga akan dihadirkan dari anggota kabinet.

Selain itu, Yusril menyodorkan bukti berupa proses penyusunan rancangan undang-undang (RUU) kejaksaan yang disahkan oleh DPR pada 2004. Saat itu, kata dia, ada perdebatan tentang status Kejagung, apakah termasuk lembaga pemerintah atau bagian dari lembaga kehakiman seperti Polri. Kalau seperti Polri, calon jaksa agung diajukan oleh presiden kepada DPR untuk dipilih, kemudian ditetapkan kembali oleh presiden.

Apabila dianggap sebagai lembaga pemerintah, jaksa agung ditunjuk oleh pemerintah dan kedudukannya sebagai pejabat negara setingkat menteri. Saat itu, kata Yusril, sebagian besar fraksi sepakat Kejagung sebagai lembaga pemerintah. Hanya Fraksi Partai Golkar yang tidak setuju.

Ketua Fraksi Partai Golkar Andi Matalatta lantas meminta Menkeh dan HAM Yusril Ihza Mahendra dan Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk melaksanakan UU dengan tidak melepaskan perdebatan dalam proses pembentukannya. ''Andi tidak puas. Di tengah ketidakpuasannya itu, dia menitipkan kepada saya dan jaksa agung untuk melaksanakaan tak hanya yang tersurat, tapi juga yang tersirat. Yakni tafsiran yang saya katakan (jaksa agung sebagai pejabat negara setingkat menteri, Red.),'' tuturnya.

Dalam sidang kemarin, Yusril tetap bersikeras meminta putusan sela alias provisi. Dia meminta proses pencekalan dan penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Agung kepada dirinya dihentikan sampai MK memutus perkara tersebut.

Dia mengakui bahwa Ketua MK Mahfud M.D. menolak putusan sela karena tidak ada dasar hukumnya. Namun, Yusril bersikukuh karena MK pernah memberikan putusan provisi dalam kasus rekayasa terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah. ''Itu merupakan yurisprudensi yang pemohon ajukan sebagai dasar,'' katanya.

Di bagian lain, Marwan Effendy, yang menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) saat awal penyidikan kasus Sisminbakum, menegaskan bahwa tidak ada rekayasa dalam kasus tersebut. ''Saya minta semua pihak untuk menahan diri karena ini semua masih dalam proses," ujarnya.

Menyangkut rencana pengembalian kerugian negara dalam kasus Sisminbakum, Marwan mengatakan, jumlahnya harus sesuai dengan putusan pengadilan. Dalam putusan Mahkamah Agung terhadap terdakwa Yohanes Waworuntu, kerugian negara disebutkan berjumlah Rp 378 miliar. "Itu yang harus dikembalikan. Tidak bisa ditambah-tambah," tegas dia.

Menurut Marwan, kerugian negara itu merupakan hasil penghitungan BPKP. Yakni uang hasil Sisminbakum yang masuk ke rekening di Bank Danamon milik PT SRD (Sarana Rekatama Dinamika). ''Kalau memang merugikan 100, ya harus bayar 100," kata mantan Kapusdiklat Kejagung itu. (aga/fal/c1/ari)
Sumber: Jawa Pos, 31 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan