Yuliana Disebut-Sebut Kenal Banyak Pejabat Penting di Bidang Hukum

DALAM rekaman perbincangan yang kemarin diputar di sidang MK, ada percakapan antara Anggodo dengan seorang wanita yang disebut bernama Yuliana. Disebutkan pula dalam sidang itu nama lengkapnya, yakni Ong Yuliana Gunawan.

Akhir 2005 hingga Maret 2006, nama Yuliana menjadi bahan perbincangan yang cukup hangat. Sebab, wanita yang kala itu berusia 47 tahun tersebut berstatus terdakwa dan kasusnya dinilai kontroversial.

Sebab, meski telah lama berkasnya dinyatakan sempurna (P-21) oleh Kejari Surabaya yang kala itu menangani perkara tersebut, wanita berkulit bersih itu belum merasakan pengapnya Rutan Kelas I Surabaya (Medaeng).

Dua bulan sejak ditangkap pada 2 November 2005, Yuliana ''ditahan'' di Poliklinik Polwiltabes Surabaya.

Alasannya, terdakwa kasus narkoba itu perlu di­rawat intensif karena ketergantungan narkoba berat.

Kejari Surabaya kala itu pun ikut-ikutan dituding bersalah atas penahanan Yuliana. Sebab, menurut kabar yang beredar, kejari meminta agar terdakwa ditahan di Rutan Medaeng. Tapi, kenyataannya, Yuliana terus-menerus berada di Poliklinik Polwiltabes Surabaya.

Kabar itu pun dibantah keras oleh kejaksaan. Hingga akhirnya, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengeluarkan penetapan pe­nahanan Yuliana di Medaeng.

Dalam pengakuannya saat berada di rutan pada 13 Januari 2006, Yuliana menyatakan tidak pernah minta ditahan di Poliklinik Polwiltabes Surabaya. Secara terus terang dia juga mengemukakan bahwa dirinya memang sedang dalam proses penyembuhan kecanduan narkoba.

Dia juga mengaku menderita tifus. Saat malam, badannya se­ring terasa panas. Warga Jl Pene­leh itu pun menyatakan, selain menderita tifus, dirinya punya pe­nyakit kelainan darah.

Yuliana menambahkan, dirinya mengonsumsi sabu-sabu (SS) bukan untuk hura-hura, tapi sebagai doping (penambah tenaga). Kebetulan, wanita berkulit putih tersebut berprofesi sebagai tukang pijat saraf. Sehari, dia bisa memijat 13 orang.

Diceritakan juga, saat ditangkap pada 2 November 2005, dirinya ti­dak sempat masuk sel Polres Su­rabaya Selatan. Sebab, 5 November, dia telah menjadi ''penghuni'' salah satu kamar di Tempat Perawatan Kesehatan Moh. Dahlan, (Poliklinik) Polwiltabes Surabaya, Jalan Sriti. Menurut Yuliana, selama di­rawat di ''rutan'' polisi pun, dia tidak pernah bisa pergi ke mana-mana.

Pernyataannya itu sekaligus me­nepis isu yang selama ini berkembang bahwa dirinya sering keluar jalan-jalan saat berada di poliklinik. Bahkan, tegas dia, bertemu keluarga dan anak-anaknya saja su­lit. Sebab, ruangan yang dia tempati selalu digembok.

Yuliana memang termasuk orang terkenal. Dia disebut-sebut kenal banyak pejabat penting di bidang hukum. Bahkan, menurut sumber yang beredar kala itu, dia bisa menikmati suasana poliklinik karena dukungan mereka. Bukan hanya pejabat, Yuliana juga memiliki hubungan pertemanan dengan Roy Marten, artis sekaligus terpidana narkoba selama dua kali.

Hal itu terjadi karena Yuliana merupakan adik Fredy Mappatula, peragawan sekaligus teman Roy saat menghuni Lapas Cipinang. Mereka bertiga pernah bertemu di Medaeng pada 31 Maret 2007.

Untuk kali kedua, Yuliana masuk Medaeng bersama Fredy. Dia dan Fredy bersamaan masuk Medaeng sejak 16 Maret 2007. Mereka di­tan­g­kap anggota Polwiltabes Surabaya pada 18 Januari 2007 di sebuah apartemen di Jalan HR Mu­hammad. Di tangan mereka ditemukan dua poket sabu-sabu (SS) seberat 0,9 gram.

Pada kasus pertama, Yuliana di­­tang­kap pada 2 November 2006 oleh Polresta Surabaya Selatan di rumahnya di Jalan Kedungdoro. Saat itu, polisi menemukan 0,3 gram SS.

Yuliana sebelumnya pernah terjerat kasus narkoba. Dia ditangkap Polwiltabes Jogja. Berarti, setidaknya sudah tiga kali dia terjerat perkara narkoba.

Mengenai hubungan Yuliana dengan Anggodo, sumber Jawa Pos menyatakan bahwa mereka berdua juga akrab. Bahkan, ketika berada di Medaeng, Yuliana sering dibesuk Anggodo.

Pengacara Membantah

Rekaman pembicaraan di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin melibatkan Kosasih dan Alexander Arif. Dua pengacara Surabaya itu disebut-sebut terlibat dalam upaya membela Anggoro agar bisa menjatuhkan KPK.

Kosasih, misalnya. Mendengar na­­manya mencuat dalam rekaman percakapan yang diungkap MK kemarin, dia langsung kalang kabut. Pengacara yang berkantor di Ja­­lan Baliwerti 119-121 itu mendadak tutup mulut dan menghilang.

Jawa Pos mencoba menghubungi dia saat pembukaan rekam­an di MK berlangsung. Pria be­ram­but lurus itu masih mau mengangkat teleponnya. Namun, dia langsung menyatakan enggan ber­komentar terkait rekaman pembicaraannya dengan Anggodo tersebut. ''Saya no comment dulu lah,'' ujarnya singkat.

Saat ditanya posisinya saat itu, dia langsung berkilah. ''Saya mau keluar kota, lusa mungkin saya baru mau berkomentar,'' ucapnya lantas menutup ponselnya.

Sementara itu, saat sidang di MK berlangsung, Alexander Arif tidak berada di Surabaya. Saat dihubungi, dia mengaku sedang berada di Batam untuk menangani suatu ka­sus. Pria yang akrab dipanggil Alex tersebut mengakui bahwa sebagian percakapan yang disiarkan langsung itu adalah suara dirinya. ''Waktu itu saya lagi m­e­la­kukan penawaran,'' ungkapnya me­lalui ponsel.

Dia menceritakan, rencananya Alex menjadi pembela Anggoro dalam kasus yang sedang ditangani KPK. Namun, rencana itu tidak terlaksana lantaran pembahasan fee tidak menemui kesepakatan. (may/eko/kum/iro)

Sumber: Jawa Pos, 4 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan