Yudi Latif: Korupsi Politik Paling Jahat

Pengamat politik Yudi Latif menilai korupsi politik, yang melibatkan pejabat eksekutif dan legislatif, adalah yang paling jahat dibandingkan korupsi jenis lain. Dalam korupsi politik, hak rakyat tidak dipedulikan. Seolah-olah hukum ditegakkan, padahal yang terjadi adalah sebuah lelucon.

Pernyataan Yudi itu disampaikan dalam diskusi tentang politik dan penegakan hukum di Indonesia dalam rangka hari ulang tahun keempat Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) di Jakarta, Selasa (15/12). Diskusi dan perayaan ulang tahun itu dibuka politisi senior Abdul Madjid (92), yang juga fungsionaris PDP.

Korupsi politik yang merajalela menjadi ciri dari sebuah negara yang korup. ”Dalam negara yang korup, hukum (peraturan) diproduksi setiap saat, tetapi penegakannya tidak jelas. Semakin banyak hukum yang dibuat, semakin banyak lubang korupsinya pula,” papar Yudi.

Menurut Yudi, korupsi politik terjadi karena demokrasi yang dikembangkan adalah padat modal. Dibutuhkan investasi yang besar bagi seseorang untuk dapat terjun di bidang politik, termasuk menjadi wakil rakyat. Mereka juga akan memikirkan dan mengupayakan agar investasinya kembali. Inilah korupsi politik.

Padahal, ingat Yudi, negara bakal tenggelam kalau korupsi di lembaga legislatif lebih tinggi dibandingkan dengan korupsi di lembaga eksekutif. ”Karena itu, semangat berdemokrasi yang baik tetap harus dijaga. Lebih baik kecil, tetapi waras,” katanya lagi.

Sangat kompleks
Pembicara lain, Inspektur Jenderal Arianto Sutadi dan Chairul Imam, mantan Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, sepakat, mafia hukum sangat kompleks. Mafia hukum, termasuk mafia peradilan, tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum, tetapi juga pihak lain, termasuk pihak beperkara dan pemodal.

Bahkan, Chairul mengakui, tidak mungkin polisi dan jaksa bisa mengatasi mafia hukum karena jaksa dan polisi hanya membawa pelaku tindak pidana, termasuk dalam perkara korupsi, ke pengadilan dan tak bisa mendorong perbaikan terhadap sistem yang korup. Perbaikan hanya dapat didorong oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki kewenangan untuk itu.

Arianto dan Chairul mengakui, banyak upaya sudah dilakukan untuk memberantas mafia hukum. Namun, diakui, sampai kini masih belum berhasil. (tra)

Sumber: Kompas, 16 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan