Yayasan Supersemar Tetap Dihukum Bayar Kerugian

Pengadilan Tinggi Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan perihal gugatan perdata pemerintah terhadap Yayasan Supersemar. Majelis banding Pengadilan Tinggi Jakarta menyatakan mendiang mantan presiden Soeharto tidak bersalah dalam kasus dugaan penyelewengan dana Yayasan Supersemar. Tapi yayasan yang didirikan Soeharto itu tetap diwajibkan mengganti kerugian. ”Amar putusannya menguatkan putusan sebelumnya,” kata Madya Suhardja, juru bicara Pengadilan Tinggi Jakarta, saat dihubungi kemarin.

Ini bermula dari gugatan pemerintah terhadap Soeharto dan Yayasan Supersemar ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemerintah, yang diwakili Kejaksaan Agung, menggugat sebesar US$ 420 juta dan Rp 185 miliar. Kejaksaan menuduh yayasan yang dipimpin Soeharto itu menyalurkan dana secara tak sah ke sejumlah perusahaan. Misalnya Sempati Air serta kelompok usaha Kosgoro.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 27 Maret 2008 memutuskan menolak gugatan negara terhadap Soeharto. Soeharto dinyatakan tak terbukti bersalah. Tapi penyaluran dana Yayasan untuk pinjaman atau penyertaan modal diakui sebagai pelanggaran. Karena itu, Yayasan diwajibkan mengganti kerugian sebesar 25 persen dari tuntutan ganti rugi yang diajukan negara sebesar US$ 420 juta dan Rp 185 miliar. Atas putusan ini, Kejaksaan dan pengacara pihak Yayasan mengajukan banding.

Madya mengatakan majelis hakim banding yang diketuai Nafisah menolak banding yang diajukan Yayasan Supersemar. Putusan ini diambil dalam musyawarah majelis banding pada 19 Februari 2009.

Adapun M. Assegaf, kuasa hukum Yayasan Supersemar, mengatakan belum mengetahui putusan banding itu. Kendati begitu, kata dia, pengadilan banding seharusnya mengabulkan permohonan banding yang diajukannya. Sebab, kata dia, yayasan tidak bisa dikatakan bersalah karena memutar duitnya untuk investasi. Yayasan, kata dia, juga telah mempertanggungjawabkan dana yayasan. ”Buktinya yayasan masih menyalurkan bantuan,” ujarnya kemarin. SUTARTO

Sumber: Koran Tempo, 27 Februari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan