Yayasan BI Dituding Lakukan Pungutan Liar

KPK didesak segera memasuki tahap penyidikan.

Wakil Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Topane Gayus Lumbuun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi segera memutuskan status hukum skandal aliran dana Bank Indonesia. Seharusnya pekan ini sudah jelas, kata Gayus di gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Gayus mengaku komentarnya itu berpedoman pada pernyataan Wakil Ketua KPK Chandra Hamzah saat rapat dengar pendapat antara pemimpin KPK dan Komisi Hukum DPR, Senin lalu. Berdasarkan keterangannya, unsur pidana sudah terpenuhi. Penyelidikan bisa ditingkatkan ke penyidikan, kata Gayus.

Bahkan, di sela-sela rapat, Chandra juga menyebutkan dalam perkara aliran dana Bank Indonesia itu indikasi korupsi cukup kuat. Jadi tak mungkin dihentikan (proses hukumnya), katanya.

Skandal ini terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit BI, lalu melaporkannya ke KPK pada November 2006. Kasus ini baru ditindaklanjuti oleh KPK setahun kemudian. Badan Kehormatan DPR juga menelusuri anggota Dewan yang terlibat.

Badan Kehormatan sudah meminta keterangan tiga pejabat Bank Indonesia pada Rabu lalu. Mereka adalah Direktur Hukum Bank Indonesia Oey Hoey Tiong, bekas Kepala Biro Gubernur Bank Indonesia Rusli Simanjuntak, dan pengurus Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia Asnar Anshari.

Badan Kehormatan juga memiliki data dari KPK yang mengarah pada adanya dugaan pelanggaran hukum dalam aliran dana ini. Dari keterangan pejabat BI dan data KPK itu, Gayus menambahkan, dana yang dialirkan ke Komisi Keuangan DPR periode 1999-2004 dan bantuan hukum untuk pejabat BI yang beperkara itu berasal dari YPPI dan Direktorat Hukum BI.

Gayus mengungkapkan bahwa Rusli, kepada KPK, pernah mengatakan YPPI mengalirkan dana untuk diseminasi (DPR) Rp 31,5 miliar pada 2003. YPPI juga mengucurkan dana bantuan hukum untuk mantan pejabat BI Rp 68,5 miliar. Diungkapkan juga bahwa direktorat hukum menabur Rp 27,7 miliar sebagai dana bantuan hukum untuk pejabat BI yang sama.

Bahkan terungkap pula bahwa direktorat hukum juga mengucurkan uang untuk diseminasi sebesar Rp 4,54 miliar. Badan Kehormatan melanjutkan penelusuran aliran dana Rp 4,54 miliar setelah mengusut aliran Rp 31,5 miliar, ujarnya. Adapun Asnar Anshari, kata Gayus, mengakui terjadi pertemuan antara pejabat BI dan anggota DPR di Hotel Mulia, Senayan.

Selain itu, yang dipersoalkan Gayus adalah pola pengumpulan dana yang dilakukan YPPI. Menurut Gayus, Oey mengaku dana YPPI diambil dari BI dan bank-bank BUMN. Jika tidak ada aturan soal kewajiban menyalurkan dana dari bank BUMN ke YPPI, berarti itu pungutan liar, katanya. Yang mengeluarkan kebijakan pengaliran dana maupun penerimanya dapat dipermasalahkan.

Dihubungi terpisah, Ketua KPK Antasari Azhar enggan berkomentar banyak menyangkut skandal aliran dana BI itu. Tunggu sajalah. Proses hukumnya belum berhenti, katanya kepada Tempo, yang menghubunginya melalui telepon kemarin. Menyangkut tuduhan pungutan liar, Antasari tak bersedia menanggapinya. Saya tidak mau mendahului proses penyelidikan atau pengadilan, katanya. NURLIS E MEUKO | KURNIASIH BUDI | PRAMONO

Sabetan Ekor Krismon

Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang dikucurkan selama krisis ekonomi 1997 sampai 1998, tidak hanya membuat para pemilik bank berurusan dengan hamba wet dan membuat pejabat Bank Indonesia berurusan dengan pengadilan. Ekor persoalannya juga mulai menyabet orang-orang di gedung Dewan Perwakilan Rakyat. Mereka juga kecipratan dana BI. Berikut ini kronologi bagaimana uang itu bisa mampir ke Dewan Perwakilan Rakyat.

1998
# BLBI disalurkan sebesar Rp 144,5 triliun kepada bank yang mengalami penarikan dana besar-besaran dari nasabah.

1999
Mei
# Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan 95 persen BLBI. Tidak jelas siapa yang menanggung dana ini, BI atau Departemen Keuangan.

1999
# UU Nomor 23 tentang Bank Indonesia diterbitkan. Undang-undang ini membuat DPR ikut mengurusi BLBI.

2000
November
# UU Nomor 23 tentang Bank Indonesia mulai diamendemen DPR.

2002
November
# Bank Indonesia mendukung usul membuat capital maintenance note (CMN) untuk menyelesaikan kekalutan BLBI.

2003
23 Mei
# DPR meributkan perbedaan angka utang BLBI yang sudah diserahkan Bank Indonesia kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional.

3 Juni
# Dewan Gubernur BI memutuskan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI)--kemudian berganti nama menjadi Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia--menyisihkan Rp 100 miliar untuk biaya mengamankan posisi BI dari masalah hukum, amendemen UU BI, sampai soal BLBI. Caranya, antara lain, memberikan insentif kepada stakeholder tertentu.

30 Juni
# BI mengucurkan dana ke DPR Rp 2 miliar.

2 Juli
# BI mengucurkan dana ke DPR Rp 5,5 miliar.

3 Juli
# Bank Indonesia, pemerintah, dan DPR sepakat soal BLBI.

22 Juli
# Dewan Gubernur Bank Indonesia memberi Rp 100 miliar untuk tambahan modal Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia. Sebagian dana, yakni Rp 68,5 miliar, dipakai membayar biaya proses hukum lima bekas pejabat tinggi yang terkena kasus BLBI.

23 Juli
# Pengucuran ke DPR Rp 7,5 miliar.

18 September
# Pengucuran ke DPR Rp 10,3 miliar.

8 Desember
# Pengucuran ke DPR Rp 6 miliar.

18 Desember
# Setelah berbagai kucuran itu, amendemen UU BI disepakati.

Siapa Penerima Duit BI

BI mengucurkan
# Rp 127,75 miliar

Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) menyalurkan
# Rp 100 miliar

Bantuan hukum YPPI
# Rp 68,5 miliar

Bantuan Hukum BI
# Rp 27,5 miliar

DPR mendapat
# Rp 31,5 miliar

Anggota DPR ??

Rusli Simanjuntak, bekas Kepala Biro Gubernur BI, kepada KPK semula menyebut anggota DPR yang menerima dana. Belakangan kesaksian itu dicabut

Anthony Zainal Abidin, mantan anggota Dewan--kini Wakil Gubernur Jambi--yang dituding menerima, sudah membantah. Bulan Juli (itu) saya berada di Inggris, Untuk urusan apa, Anda tidak perlu tahu, saya kan pengusaha, katanya.

Hamka Yandhu, anggota DPR, sudah dipanggil KPK soal ini. Ia tak mau memberikan penjelasan.

sumber:Badan Pemeriksa Keuangan | presentasi masalah aliran dana BI BPK ke BK DPR 11 Desember 2007 | dokumen yang diperoleh Tempo

naskah:nurkhoiri | KURNIASIH BUDI | Eko ari | SUTARTO | agoeng widjaja

Sumber: Koran Tempo, 25 Januari 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan