Yang Minta Pihak Pertamina
Departemen Dalam Negeri memenuhi undangan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memberi klarifikasi tentang Surat Edaran Menteri Dalam Negeri mengenai pungutan pengawasan minyak tanah Rp 50 per liter.
Pihak Depdagri yang datang diwakili Kepala Biro Hukum Depdagri Perwira, Sekretaris Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Depdagri Kalatiku Paembonan, Staf Ahli Bidang Pembangunan Ayip Muflih, dan Kepala Pusat Penerangan Depdagri Andreas Tarwanto. Mereka ditemui Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dan Direktur Penyelidikan Iswan Elmi.
Menurut Taufik, sebenarnya KPK memanggil Sekjen Depdagri Progo Nurdjaman. Pemanggilan itu merupakan tindak lanjut dari laporan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) ke KPK pekan lalu. F-PDIP menilai Surat Edaran Mendagri atas pungutan minyak tanah itu melanggar hukum.
Tak ada pemeriksaan, tolong dibedakan ya. Kalau pemeriksaan kan ada berita acaranya, ini tadi tak ada. Ini hanya berbincang- bincang, ujar Tarwanto.
Menurut Taufik, kedua staf Depdagri menjelaskan dasar keluarnya Surat Edaran Mendagri soal pungutan minyak tanah itu berasal dari permintaan tertulis dari Direksi Pertamina kepada Mendagri. Di dalam Surat Direksi Pertamina itu dicantumkan soal usulan pungutan Rp 50 untuk pengawasan minyak tanah. Lalu permintaan Pertamina itu dirapatkan dengan BPH Migas, Mendagri, dan Pertamina. Keluarlah Surat Edaran Mendagri. Karena itu, kami akan memanggil Direksi PT Pertamina, kata Taufik.
Menurut Tarwanto, dalam perbincangan singkat itu, KPK menanyakan di mana uang pungutan dana distribusi itu berada serta jumlah uang yang terkumpul. Ya, kami menjawab uang itu tidak ada pada Depdagri, tetapi di Pertamina. Sudah itu saja, kemudian kami sampaikan data-data, ujar dia. Setelah mendengar penjelasan kami, KPK mengatakan sekarang bola ada di tangan Pertamina, katanya.
Taufik mengaku sudah meminta Ketua Hiswana Migas (Himpunan Swasta Nasional Minyak dan Gas) untuk menjelaskan. Akan tetapi, pihak Hiswana Migas masih meminta waktu untuk updating data dari para kepala daerah. Jadi, selain Pertamina, kami akan meminta penjelasan Hiswana Migas. Kami akan telusuri apakah ada kerugian negara di sana,” ujar Taufik.
Seperti diberitakan, PDI-P menilai Surat Edaran Mendagri tentang pungutan minyak tanah sebesar Rp 50 per liter itu melanggar UU No 20/1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak dan tidak masuk dalam APBN 2005 maupun APBD daerah-daerah yang menerapkan pungutan. Kalaupun dana itu untuk pengawasan, Departemen Dalam Negeri, TNI dan Polri, Departemen ESDM, serta BPH Migas, tak perlu dibiayai lagi karena telah memiliki anggaran belanja di APBN-P 2005 dan APBN 2006.(VIN/SIE)
Sumber: Kompas, 13 Desember 2005