Wawancara Calon Pimpinan KPK; Lampu Depan Rumah pun Jadi Gunjingan

Sepuluh calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin menjalani tes tahap akhir. Ke-10 orang tersebut adalah Abdullah Hehamahua,

Abraham Samad, Adnan Pandupradja, Aryanto Sutadi, Bambang Widjojanto, Egi Sutjiati, Handoyo Sudrajat, Sayid Fadhil, Yunus Husein, dan Zulkarnain. Bagaimana mereka menghadapi cecaran pertanyaan dari panitia seleksi, berikut laporannya.

SELAMA satu jam, satu per satu dari ke-10 calon pimpinan KPK itu harus menghadapi cecaran pertanyaan dari anggota panitia seleksi (pansel). Jadwal wawancara disesuaikan dengan urutan abjad nama calon.

Pansel, yang diketuai Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dan Wakil Ketua Irjen Pol (Purn) MH Ritonga serta Soeharto, menanyai para calon, mulai dari latar belakang, rekam jejak, hingga strategi dalam pemberantasan korupsi.

Tes wawancara dimulai pukul 07.00 pagi. Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris Pansel Ahmad Ubbe, dan anggota Pansel Prof Rhenald Kasali, Prof Ichlasul Amal, Prof Ronny R Nitibaskara, Prof Saldi Isra, Erry Riyana Hardjapamekas, Akhiar Salmi, Amir Hasan Ketaren, Imam Prasodjo, dan Deliana Sajuti Ismudjoko, telah bersiap di kursi masing-masing membuat huruf ”U” sebelum pukul 07.00.

Urutan pertama yang menjadi sasaran pertanyaan pansel adalah Abdullah Hehamahua. Penasihat KPK ini menceritakan kondisi KPK saat ini. Dia pun tidak segan menceritakan kelemahan lembaga yang kini dipimpin oleh Busyro Muqoddas.

Abdullah menilai, KPK periode pertama memiliki hubungan dan koordinasi lebih bagus dengan kejaksaan dan kepolisian ketimbang periode kepemimpinan jilid II yang kini tengah berjalan.

Alasannya, unsur pimpinan KPK masa itu (jilid i) berasal dari dua unsur tersebut.

Berbeda dengan Abdullah, calon lainnya Abraham Samad sempat dipersoalkan keterkaitannya dengan Partai Amanat Nasional (PAN). Pasalnya, Abraham Samad ikut mendeklarasikan Partai Amanat Nasional (PAN) di Makassar, Sulawesi Selatan. Dia beralasan, dirinya mengaku kagum dengan ketokohan Amien Rais, sehingga mendukung pendirian PAN di wilayah tersebut pada 1998.

Namun Abraham buru-buru membantah terkait dengan PAN atau parpol apa lain. Dia mengaku tidak pernah bersedia dicalonkan menjadi anggota legislatif di Makassar.

Patrialis Akbar, yang juga politikus PAN, hanya tersenyum mendengar hal tersebut. Ia berujar, ”Tidak masalah berafiliasi parpol tertentu. Namun, untuk menjadi pimpinan KPK, calon memang tidak boleh terafiliasi partai tertentu,” kata Patrialis.

Suasana ruang Graha Pengayoman Kementerian Hukum dan HAM, tempat digelar tes wawancara, mulai menghangat saat pansel mencecar Aryanto Sutadi. Jenderal purnawirawan polisi bintang dua itu dicecar soal perizinan tanah yang kini didirikan proyek Hambalang, yang disebut-sebut proyek Muhammad Nazaruddin.

Aryanto, yang juga Deputi V Badan Pertanahan Nasional ini sampai bersumpah jika memang benar dirinya terlibat, maka keluarga dan turunannya tak akan selamat. Dia menegaskan, dirinya belum menjabat di BPN saat proyek tersebut bergulir.

Tidak hanya urusan tanah. Pansel juga mengulik rejam jejaknya yang ditelusuri sejumlah pihak terkait 10 rekening yang dimiliki oleh istrinya. Pansel juga mengkorfirmasi apakah istrinya memiliki deposite box. Aryanto mengaku tak mengetahui hal tersebut. Dia hanya tahu sang istri memiliki satu rekening dan dirinya-lah yang memiliki sembilan rekening.

Sementara Bambang Widjojanto harus menjawab cecaran mulai pendapatnya dalam kasus sengketa di Universitas Trisakti hingga persoalan sosial di lingkungan tempat tinggalnya. Sekretaris pansel Achmad Ubbe mempertanyakan posisi Bambang sebagai pengacara Universitas Trisakti yang sedang bermasalah dengan pengelola yayasan lembaga pendidikan tinggi itu.

Aset Negara
Bambang, yang tampil dengan pakaian batik, menjawab lugas. Menurut dia, lahan yang saat ini ditempati Univesitas Trisakti adalah aset negara dan karena itu tidak bisa dieksekusi. ”Ada di laporan BPK tahun 2006. Itu aset negara, tidak boleh dieksekusi,” ujarnya.

Pansel juga menyinggung persoalan hubungan bermasyarakat Bambang dengan lingkungan sekitar. Adalah sosiolog Imam Prasodjo mendapat laporan bahwa Bambang tidak aktif di lingkungan rumahnya. ”Bahkan lampu di depan rumah Anda belum diganti berbulan-bulan karena saking sibuknya. Benar itu?” tanya Imam yang disambut tawa hadirin.

Bambang mengaku memiliki jadwal yang amat padat. Tetapi dia meyakinkan, dirinya tetap bersosialisasi dengan masyakarat saat menunaikan shalat subuh berjamaah. ”Kalau saya cuma bisa berkumpul saat subuh. Soal lampu itu sudah diganti kok,” ujarnya tersenyum.

Sedangkan bagi Yunus Husein, yang kini menjabat Kepala Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK), menjelaskan alasan dirinya ingin menjadi pimpinan KPK. ”Saya ingin menjadi striker, mudah-mudahan bisa gol,” kata pria kelahiran Lombok, Nusa Tenggara Barat ini.

Dia menjelaskan, selama di PPATK dirinya hanya menjadi gelandang karena itu bisa mengoper bola. PPATK selama ini telah menyerahkan 1.700 laporan transaksi mencurigakan, 1.300 di antaranya merupakan inisiatif PPATK. Tetapi sayangnya, tidak sampai 40 persen data ditindaklanjuti penegak hukum. ”Karena itu saya ingin jadi striker,” ujarnya.

Tes wawancara selesai menjelang Maghrib. Pansel pun langsung mengadakan rapat untuk membahas delapan nama yang lolos untuk diserahkan kepada presiden. Delapan nama nantinya akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR untuk dipilih empat orang sebagai pimpinan KPK jilid III. (Mahendra Bungalan-43)

Sumber: Suara Merdeka, 16 Agustus 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan