Waspadai Praktik Suap-Menyuap Berkedok Parsel Lebaran

KY: Juga Berlaku bagi Semua Anggota Keluarga

Komisi Yudisial (KY) mengingatkan para hakim agar mewaspadai praktik suap-menyuap berkedok parsel Lebaran. Lembaga pengawas hakim tersebut menegaskan bahwa para hakim dilarang menerima parsel dalam bentuk apa pun. Jika tetap menerima parsel, mereka bisa dianggap melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim serta terancam sanksi.

"Tidak ada parsel Lebaran untuk para hakim," tegas anggota KY Soekotjo Soeparto kemarin (28/8).

Menurut dia, parsel Lebaran adalah modus umum yang digunakan oleh pihak beperkara untuk menyuap para hakim. Karena itu, yang paling aman bagi para hakim adalah tidak menerima pemberian apa pun.

Aturan itu, papar dia, sudah ditegaskan dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim. Dalam aturan bentukan Mahkamah Agung dan KY itu, disebutkan hakim tidak boleh meminta atau menerima pemberian, penghargaan, dan pinjaman atau fasilitas dari advokat, penuntut, orang yang diadili, pihak yang sangat mungkin akan diadili, dan kalangan yang berkepentingan.

Itu tidak hanya berlaku bagi hakim. Para pengadil juga harus mampu mencegah suami, istri, orang tua, anak, atau anggota keluarga lain menerima pemberian. "Itu juga sudah ditegaskan dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Kalau membandel, bisa ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), lho," ujarnya.

Soekotjo menyebut, kode etik memperbolehkan pemberian apabila nilainya di bawah Rp 500 ribu. Namun, lanjut dia, ketentuan tersebut sejatinya rawan diakali. "Kalau satu orang, memang nilainya kecil. Kalau banyak orang yang ngasih segitu, kan besar juga," ujar anggota KY kelahiran Kediri itu.

KY perlu mengingatkan para hakim karena banyak praktik suap berkedok pemberian hadiah yang terbongkar. Salah satunya adalah "hadiah" uang saku umrah yang diberikan oleh tersangka kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan kepada hakim Muhtadi Asnun (terdakwa kasus suap). Begitu juga hakim Ibrahim yang divonis enam tahun penjara karena terbukti menerima suap Rp 300 juta dari pengacara Adner Sirait.

Koordinator KY Bidang Antarlembaga tersebut mengatakan, mustahil pihak yang beperkara atau berkepentingan memberikan sesuatu tanpa pamrih. Begitu hakim menerima hadiah, layak banyak orang yang meragukan independensi putusannya. (aga/c11/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 29 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan