Waspadai Penyalahgunaan Fasilitas dan Jabatan dalam Pemilu Presiden

“Bawaslu wajib perioritaskan pengawasan atas keterlibatan Para Menteri dan Kepala Daerah sebagai Tim Sukses Capres/Cawapres”

Proses pemilu presiden telah memasuki tahapan kampanye. Proses kampanye merupakan ruang bagi calon presiden dan calon wakil presiden untuk meyakinkan pemilih dalam membangun pengaruh untuk kepentingan keterpilihan dalam pemilihan presiden. Idealnya, kampanye harus dibangun atas prinsip fairness. Salah satunya dengan tidak menggunakan dan menyalahgunakan jabatan penyelenggara negara dan kepala daerah untuk kepentingan pemenangan pemilu.

Sayangnya, kekhawatiran adanya penyalahgunaan jabatan penyelenggara negara dan kepala daerah justru menguat dalam pemilu presiden 2014. Alasannya cukup mendasar. Dari penelusuran terhadap berbagai sumber, diketahui lebih dari 35 orang yang dikategorikan sebagai pejabat negara baik dilevel pejabat tinggi negara, menteri, dan kepala daerah yang ikut serta menjadi anggota tim sukses atau pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden 2014. Beberapa diantaranya adalah :

  1. Terdapat 1 anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menjadi anggota dewan pakar tim kampanye Prabowo – Hatta Rajasa. Ia adalah Ali Masykur Musa, yang sebelumnya sempat disibukkan dalam keikutsertaannya sebagai peserta konvensi calon presiden salah satu partai.
  2. Terdapat 10 Menteri dijajaran Kabinet Indonesia Bersatu II menjadi anggota tim kampanye nasional, tim sukses, atau pendukung.
  3. Terdapat kurang lebih 30 nama kepala daerah dan wakil kepala daerah yang mendeklarasikan diri sebagai pendukung salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden dan beberapa diantaranya mengambil cuti untuk berkampanye. Bahkan, banyak dari mereka yang menjadi ketua tim sukses daerah.

Implikasi Keikutsertaan Pejabat Negara dan Kepala Daerah sebagai Tim Sukses atau Pendukung

Sebelumnya, fokus kerja menteri banyak terbelah karena keterlibatan mereka dalam pemilu legislatif, baik sebagai calon anggota legislatif (caleg) atau anggota partai yang sedikit banyak ikut berkampanye. Kini, fokus kerja menteri masih saja terbelah. Penyebabnya, banyak dari mereka yang aktif menjadi tim sukses atau pendukung calon presiden dan wakil presiden tertentu.

UU No. 39 tahun 2008 tentang kementerian negara menyebutkan bahwa seorang menteri memimpin kementerian negara untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara. Tentu, tugas sebagai menteri membutuhkan suatu kefokusan kerja yang sebaiknya dijauhkan dari kepentingan pemilu terlebih lagi aktif menjadi tim sukses atau pendukung salah satu kandidat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya sudah mempersilakan menteri yang mulai tidak mengurus kementeriannya karena aktif menjadi tim sukses untuk mundur. Walau tidak disebutkan kementerian mana yang dimaksud, Presiden juga mengatakan bahwa 10 kementerian memiliki rapor merah pada triwulan pertama tahun ini. Menteri-menteri yang aktif di partai mulai tidak fokus mengurus tugas dan kewajibannya.

Dalam UU Kementerian Negara disebutkan bahwa menteri adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian dan bertanggungjawab kepada presiden. Presiden seharusnya tidak hanya sekedar mempersilakan menterinya yang mendua untuk mundur. Presiden dalam Pasal 24 ayat 2 UU Kementerian disebutkan dapat memberhentikan menteri atas dasar alasan yang ditetapkan oleh presiden. Disibukkannya para menteri sejak pemilu legislatif hingga pemilu presiden hingga muncul rapor merah kinerja para kementerian seharusnya menjadi alasan kuat pemberhentian tersebut. Terlebih lagi mengingat bahwa sisa masa Kabinet Indonesia Bersatu II tidak lama lagi dan penting ditutup dengan catatan baik.

Begitu pula dengan kepala daerah. Keikutsertaan kepala daerah sebagai tim sukses atau pendukung, terlebih lagi sebagai ketua tim sukses, dikhawatirkan akan berdampak pada kinerja pemerintahan daerah. Walau UU No. 42 tahun 2008 tentang Pemilu Presiden tidak melarang keikutsertaan mereka dalam kampanye, kepala daerah sudah sepatutnya terus mengutamakan kepentingan rakyat dan tidak mengerahkan struktur pemerintahan dan rakyatnya untuk memenangkan calon yang ia dukung.

“Pelaksana, peserta dan petugas kampanye dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;”
- UU No. 42 tahun 2008 Pasal 41 ayat 1 huruf h dan PKPU No. 16 tahun 2014 Pasal 59 ayat 1 huruf h

“Pelaksana Kampanye dalam kegiatan Kampanye dilarang mengikutsertakan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;”
- UU No. 42 tahun 2008 Pasal 41 ayat 2 huruf b dan PKPU No. 16 tahun 2014 Pasal 59 ayat 2 huruf b

“Anggota BPK, Pemeriksa, dan Pelaksana BPK Lainnya dilarang menunjukkan keberpihakan dan dukungan kepada kegiatan-kegiatan politik praktis;;”
- Peraturan BPK No. 2 Tahun 2012 pasal 6 ayat 1 huruf a -

“(1) Kampanye yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil walikota harus memenuhi ketentuan:
a.     tidak menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan; dan
b.     menjalani cuti Kampanye.
(2) Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan  tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.”

- UU No. 42 tahun 2008 Pasal 42 dan PKPU No. 16 tahun 2014 Pasal 44 huruf a dan b -

Pelibatan sejumlah pejabat negara/daerah tersebut sebagai anggota tim kampanye dalam Pilpres 2014 berpotensi menimbulkan sejumlah persoalan, diantaranya :
Pertama,  Pelanggaran pidana pemilu presiden
Adanya nama anggota BPK, Ali Masykur Musa sebagai anggota dewan pakar tim kampanye pasangan Capres/Cawapres Prabowo-Hatta merupakan bentuk pelanggaran pasal 41 ayat 2 huruf b UU 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden, yang melarang pelaksana kampanye mengikutsertakan Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kampanye Pilpres. Terhadap anggota BPK dan pelaksana kampanye yang sengaja melanggar ketentuan tersebut, terancam dipidana dan denda sebagaimana diatur dalam UU Pilpres di pasal 216 dan pasal 217.

Kedua, Pelanggaran kode etik BPK
Selain ancaman pidana pemilu, anggota BPK yang dengan sengaja masuk dalam tim kampanye Pilpres dapat dikategorikan telah melanggar kode etik BPK. Anggota BPK dilarangan memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden Pemeriksa bahkan dukungan dalam pemilu legislative sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2)  Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik BPK. BPK sebagai lembaga negara yang bebas, mandiri, dan profesional harusnya mampu dijaga kehormatannya dan tidak diciderai oleh nafsu politik anggotanya berburu kepentingan pribadi dalam Pilpres 2014. Pelanggaran kode etik tersebut berkonsekuensi terhadap ancaman pemberhentian dari keanggotaan BPK sebagaimana diatur dalam Pasal 19 huruf b UU 15 tahun 2006 tentang BPK dan pasal 11 peraturan mengenai kode etik BPK.

Ketiga, Pemanfaatan dana sosial (Bansos) untuk kepentingan pemenangan pasangan Capres-Cawapres.
Dari total dana bansos dalam APBN tahun 2014 yang nilainya mencapai Rp91,78 trilliun, terdapat sekitar Rp5,40 trilliun (5,6%) dana bansos berada dibawah kewenangan 5 pejabat Menteri yang menjadi tim sukses pasangan Capres-Cawapres. Hal ini patut diwaspadai dan diawasi secara ketat untuk meminimalisir munculnya kebijakan dari para menteri tersebut untuk memobilisasi sumberdaya dana bansos untuk pemenangan pasangan Capres-Cawapres yang didukung.
 

No

Nama

Jabatan dalam Pemerintahan

Jabatan dalam Tim Sukses

Dana Bansos APBN 2014

1

Syarif Cicip Sutardjo

Menteri Kelautan dan Perikanan

Tim Sukses Prabowo - Hatta

Rp611,44 milliar

2

Salim Segaf Aljufri

Menteri Sosial

Tim Sukses Prabowo - Hatta

Rp2,19 trilliun

3

Djan Faridz

Menteri Perumahan Rakyat

Tim Sukses Prabowo - Hatta

Rp1,80 trilliun

4

Muhaimin Iskandar

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Tim Sukses Jokowi – JK

Rp32,62 milliar

5

Helmi Faisal Zaini

Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal

Tim Sukses Jokowi – JK

Rp766,48

Jumlah

Rp5,40 trilliun

Tidak hanya di lingkup pejabat menteri, tapi juga pejabat di daerah memiliki peluang yang sama untuk membuat kebijakan pemanfaatan dana Bansos APBD dimasing-masing daerah untuk pemenangan pasangan Capres dan Cawapres yang didukung. Dana bansos dalam APBD nilainya bervariasi tiap daerah. Catatabn Indonesia Budget Center (IBC) dari beberapa sumber, bahwa besaran total dana bansos dalam APBD tahun 2014 menujukkan di 516 daerah mencapai Rp7,39 trilliun.

Keempat, Politisasi Birokrasi
Keterlbatan sejumlah kepala daerah tentunya memberikan ruang terseretnya struktur dan jajaran birokrasi untuk digunakan sebagai mesin pemenangan. Dengan menggunakan engaruh struktur kekuaan yang masih dimiliki sangat mungkin politisasi birokrasi akan terjadi. Hal ini didasari pada pengalaman pada pemilu legislative yang lalu, dimana berdasarkan temuan pemantauan ICW di beberapa daerah ditemukan sejumlah pelanggaran yang menjadikan birokrasi sebagai mesin pemenangan.

Atas dasar tersebut, maka kami yang tergabung dalam koalisi Mendesak :    

  1. Bawaslu RI secara ketat dan memprioritaskan pengawasan terhadap para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, tim kampanye, atau pendukung calon presiden tertentu yang dikhawatirkan akan berkampanye menggunakan fasilitas negara dan menyalahgunaan jabatan serta wewenang sebagai menteri.
  2. Bawaslu berani memberikan sanksi terhadap menteri dan kepala daerah yang terlibat dalam pelanggaran kampanye pemilu presiden 2014.
  3. Menteri dan kepala daerah tidak menggunakan fasilitas negara, anggaran, dan struktur birokrasi serta jabatannya untuk pemenangan calon presiden yang didukung.
  4. Menteri yang masuk dalam tim sukses, tim kampanye, dan menyatakan dukungan terhadap salah satu calon presiden silahkan mundur dari jabatannya sebagai menteri.
  5. Presiden menindak tegas menterinya yang tidak fokus dalam kerja kementerian karena aktif terlibat dalam pemenangan presiden dengan memberhentikan menteri tersebut menggunakan kewenangan presiden yang diatur dalam UU 39 tahun 2008 Pasal 24 ayat 2.
  6. BPK RI memberikan sanksi terhadap pelanggaran kode etik Ali Masykur Musa yang terlibat dalam politik praktis dan melanggar Peraturan BPK No. 2 tahun 2012

Jakarta, 6 Juni 2014
Indonesia Corruption Watch (ICW)
Indonesia Parliamentary Center (IPC)
Indonesia Budget Center (IBC)

CP :
Abdullah Dahlan ICW (081299417619)
Almas Sjafrina ICW (081259014045)
Roy Salam IBC (081341670121)
Erik Kurniawan IPC (081932930908)

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan