Waspadai Konflik Kepentingan Bisnis Capres-Cawapres

Kebijakan release and discharge zaman Megawati contoh "perselingkuhan" penguasa dan bisnis.

KOORDINATOR Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Ibrahim Fahmi Badoh  mengingatkan untuk mewaspadai capres atau cawapres yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan bisnis. Konflik kepentingan itu sangat berbahaya bagi efektivitas pelaksanaan pemerintahan.

"Konflik kepentingan bisa menjadi dasar terjadinya praktik korupsi yang sistemik," kata Fahmi Badoh diskusi bertajuk "Mengukur Komitmen Capres/Cawapres terhadap Konflik Kepentingan Bisnis" di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (25/6).  

Fahmi mengusulkan perlu dibentuk undang-undang yang mengatur konflik kepentingan antara penguasa dan pengusaha. UU itu diharapkan dapat membatasi konflik kepentingan bisnis-politik.

Terhadap bahaya konflik kepentingan bisnis, Fahmi  menyampaikan apresiasi  kepada Boediono saat menyampaikan pidato pengukuhannya  sebagai cawapres SBY. Boediono dinilainya  tegas mengingatkan  agar pengelolaan pemerintahan harus bebas dari konflik kepentingan bisnis.

Karena itu, ekonom dari The Habibie Center, Umar Juoro meminta capres Jusuf Kalla untuk merespons dengan tegas konsep untuk mengutamakan pengusaha adalam negeri. Penjelasan ini perlu agar penguasaha dalam negeri  tidak hanya menguntungkan keluarga. Dia menilai konflik kepentingan sangat krusial dalam pembangunan sistem demokrasi dan pembangunan ekonomi.

"Jika konflik kepentingan tidak segera diatasi maka lambat laun negara akan ambruk," katanya.

Praktisi Hukum Bisnis, Melli Darsa menegaskan konflik kepentingan menjadi akar potensi korupsi, dan dampaknya iklim di suatu negara jadi tidak sehat. Sejauh ini, kata dia, belum ada figur lain yang bisa dianggap lebih jujur dari SBY, sehingga masyarakat pada akhirnya berkesimpulan untuk melanjutkan kembali pemerintahan dengan memilih SBY.

"Bahaya konflik kepentingan bisnis suatu hal yang penting dikampanyekan terus agar capres-cawapres  terpilih ketika berkuasa tidak ada konflik kepentingan," katanya.

Selingkuh Penguasa-Pengusaha

Pada kesemparan itu, Fahmi mengatakan Megawati Soekarnoputri memiliki catatan yang buruk dalam hal pemberantasan korupsi. Megawati, kata dia, mengeluarkan kebijakan release and discharge kepada para obligor bermasalah dalam  kasus BLBI. Akibatnya, para obligor BLBI yang hendak dipidanakan bisa bebas begitu saja.

"Release and discharge yang diterbitkan bisa masuk kategori perselingkuhan politik-bisnis/penguasa," katanya.

Umar Juoro menambahkan, diterbitkannya release and discharge di era Presiden Megawati bisa menjadi contoh praktik kepentingan "perselingkuhan" antara penguasa dan bisnis. Karena kebijakan itu menguntungkan obligor yang bermasalah dalam  kasus BLBI.

"Diterbitkan release and discharge membuat obligor BLBI yang bermasalah terhindar dari pidana dalam kasus BLBI," katanya.[by : Friederich Batari]

Sumber: Jurnal Nasional, 26 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan