Wali Kota Tangerang Jadi Saksi Korupsi
Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya akan memanggil Wali Kota Tangerang Wahidin Halim terkait dengan kasus korupsi pembebasan lahan Bandara Soekarno-Hatta, yang dinilai merugikan negara Rp 2,537 miliar.
Wahidin dimintai keterangan karena posisinya sebagai Ketua Panitia Sembilan, yang melakukan pembebasan lahan perluasan bandara, kata Komisaris Besar Sigit Sudarmanto, Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, kepada Tempo kemarin.
Koran ini kemarin menulis, polisi telah menahan empat tersangka, yaitu AS, Lurah Sela Panjang; HN, Lurah Benda; AI, petugas Dinas Pertanian Kota Madya Tangerang; dan HH, petugas Badan Pertanahan Nasional Pemerintah Daerah Tangerang.
Menurut Sigit, empat tersangka itu terbukti memalsukan dokumen. Mereka mengganti dokumen jual-beli tanah yang asalnya memiliki surat keputusan dengan klasifikasi tanah jenis sawah diubah menjadi jenis darat.
Perbedaan harga antara jenis tanah itu Rp 50 ribu. Padahal tanah jenis sawah harga jualnya Rp 100 ribu dan tanah darat Rp 150 ribu. Akibatnya, negara dirugikan Rp 2,537 miliar.
Pembebasan lahan dilakukan pada 2002. Lahan yang dibebaskan seluas 80 hektare itu berada di Kelurahan Sela Pajang, Kecamatan Neglasari, dan Kelurahan Benda, Kecamatan Benda. Dari luas tanah tersebut, 40 persen di antaranya termasuk jenis tanah sawah.
Wahidin Halim siap menjadi saksi dalam kasus korupsi itu. Pak Wali siap menjadi saksi. Tapi hingga kini Pemerintah Kota Tangerang belum menerima surat panggilan, kata Saeful Rohman, juru bicara Pemerintah Kota Tangerang.
Menurut Saeful, pembebasan lahan untuk perluasan Bandara Soekarno-Hatta itu terjadi ketika Wali Kota Tangerang dijabat H M. Thamrin. Panitia Sembilan pada 2001 dijabat oleh Sekretaris Daerah Achmad Sudjai. Lalu pada November 2002 digantikan oleh Wahidin Halim.
Wali kota menetapkan nilai ganti rugi tanah itu melalui SK tahun 2001 senilai Rp 100 ribu untuk tanah sawah dan Rp 150 ribu untuk tanah darat. Dana untuk pembayaran ganti rugi berasal dari PT Angkasa Pura II selaku pengelola bandara.
Menurut Saeful, perubahan status tanah bisa terjadi. Misalnya dalam girik ditulis sebagai tanah darat, tapi di lapangan sudah menjadi empang atau sawah. Perubahan itu yang mengetahui lurah, katanya.
Soal markup, menurut Saeful, itu kecil kemungkinan terjadi. Karena saat pembayaran ganti rugi, pemilik tanah hadir di tempat. Kami khawatir tudingan merugikan negara itu tidak berdasar, ujarnya.
Saeful mengatakan Pemerintah Kota Tangerang belum memutuskan mencopot empat pegawai negeri sipil yang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Sanksi pemecatan akan dijatuhkan jika sudah ada putusan pengadilan, kata Saeful. YULIAWATI| AYU CIPTA
Sumber: Koran tempo, 14 Juni 2006