Wali Kota Diminta Tindak Pelanggar Permen No. 11; FDPB Mencatat Ada 6 Penerbit Jual Buku ke Sekolah

Sejumlah organisasi/LSM yang tergabung dalam Forum Diskusi Pendidikan Kota Bandung (FDPB) meminta kepada Wali Kota Bandung untuk bertindak tegas, terkait Peraturan Menteri No. 11/2005 tentang larangan penjualan buku pelajaran oleh pihak sekolah kepada para siswa. Praktik penjualan buku itu masih berlangsung meski penjualannya lewat koperasi sekolah.

Menurut Dan Satriana (Lembaga Advokasi Pendidikan Kota Bandung/LAP Bandung), Iwan Hermawan (Forum Aksi Guru Independen/FAGI), dan Eko Purwono (Masyarakat Peduli Pendidikan Indonesia/MP2I), ada dugaan kerja sama antara sejumlah penerbit buku dengan pihak institusi pendidikan/sekolah dalam praktik tersebut. Indikasinya, buku-buku pelajaran keluaran beberapa penerbit tidak dijumpai di pasaran, hanya bisa diperoleh di koperasi sekolah.

Hasil survei kami di sejumlah bursa buku, di antaranya Palasari, jarang ditemukan buku yang direkomendasikan pihak sekolah, ujar Dan Satriana di lobi gedung DPRD Kota Bandung, Senin (8/8).

Sebelumnya, FDPB yang beranggotakan FAGI, LAP Bandung, MP2I, Jaringan Orang Tua Siswa Peduli Pendidikan Bandung Raya, serta didukung beberapa organisasi mahasiswa, yayasan pendidikan swasta dan guru itu, mendatangi Balai Kota Bandung guna menyerahkan surat terbuka kepada Wali Kota Dada Rosada. Hanya, surat tersebut tidak langsung diterima yang bersangkutan karena wali kota sedang ke Cina.

Surat yang di antaranya berisi keluhan orang tua siswa itu juga ditembuskan ke Mendiknas, Gubernur Jabar, Ketua DPRD Jabar, Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar dan Kota Bandung, Ketua DPRD Kota Bandung, serta Ketua Dewan pendidikan Kota Bandung. Kami juga sudah menanyakan persoalan tersebut ke Disdik Kota Bandung, namun beberapa pejabat di sana tidak berani memberikan jawaban. Mereka minta ditanyakan langsung ke kepala dinas (Edi Siswadi-red) yang saat ini ikut rombongan wali kota, tambahnya.

Meski terlambat diterbitkan, peraturan menteri tersebut secara jelas melarang pihak sekolah menjual buku pelajaran. Persoalannya, sampai saat ini wali kota belum mengeluarkan surat berisi petunjuk teknis pelarangan itu, ujarnya.

Enam penerbit
Anggota tim perumus Jaringan Orang Tua Siswa, Subawanto mengungkapkan bahwa setiap orang tua mengeluarkan Rp 600.000,00 - Rp 700.000,00 per anak untuk membeli buku pelajaran lewat koperasi sekolah. Padahal, harga pasar rata-rata Rp 5.000,00 per buku.

FDPB, kata Satriana, mencatat enam penerbitan yang diduga sengaja meng embargo buku-buku pelajaran ke pasaran, namun memasok ke koperasi-koperasi sekolah. Keenam penerbit itu, GE, IP, RK, Pir, Sin, dan Reg.

Kabag TU Disdik, Evi S. Salekha yang dikonfirmasi PR lewat telefon seluler menjelaskan, sebelum turun peraturan Mendiknas, sebenarnya sudah disiapkan surat edaran tentang pelarangan penjualan buku kepada para siswa.

Tetapi, saat itu surat batal diedarkan karena belum ada dasar hukumnya. Ketika peraturan menteri turun yang notabene sebagai dasar hukum, Pak Edi (Kepala Disdik) tugas ke luar negeri sehingga tidak ada yang tanda tangan. Nanti kalau Pak Edi pulang, surat itu baru ditandatangani dan diedarkan. Bahkan kalau diperlukan, surat keputusan akan kami buat, katanya.

Menjawab pertanyaan tentang dugaan kerja sama antara institusi pendidikan dengan penerbit, Evi dengan tegas membantahnya. Tidak ada itu. Saya berani sumpah. Namun, kalau kerja sama antara penerbit dengan sekolah kemungkinan ada berdasar perjanjian kontrak, jawab dia. (A-100)

Sumber: Pikiran Rakyat, 9 Agustus 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan