Wali Kota dan Pejabat Jaktim Jadi Saksi

Persidangan perkara korupsi pembebasan lahan proyek Jalan Tol Lingkar Luar atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) terus berlangsung. Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (14/12), panitera menghadirkan sejumlah pejabat dari lingkungan Kantor Wali Kota Jakarta Timur, termasuk Wali Kota Koesnan A Halim.

Selain Koesnan selaku Ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T) saat pembebasan tanah JORR berlangsung, sidang yang dipimpin hakim ketua Arwan Byrin itu juga menghadirkan Ketua Badan Pertanahan Nasional Jakarta Timur Khudlori, Asisten Tata Praja Jakarta Timur Burhanudin, dan Kepala Subbagian Tata Pemerintahan Jakarta Timur Lukman Hakim.

Dalam kesaksiannya Koesnan mengatakan, pembayaran yang dilakukan PT Jasa Marga untuk tanah milik TNI AD yang dikuasakan kepada terdakwa Hamid Djiman itu didasarkan pada dokumen-dokumen hasil inventarisasi dari pejabat sebelumnya.

Ketika PT Jasa Marga kembali hendak melakukan pembayaran pada tahun 2002, inventarisasi untuk tanah TNI AD tidak lagi dilakukan. Pembayaran kemudian diberikan PT Jasa Marga untuk tanah seluas empat hektar lebih yang diakui milik TNI AD dengan nilai Rp 74,23 miliar.

Koesnan juga menolak ada penggelembungan nilai ganti rugi tanah. Sebab, penetapan ganti rugi itu berdasarkan kesepakatan pihak yang terkait.

Meski diketahui keabsahan tanah TNI AD itu dipertanyakan warga, dokumen-dokumen hasil inventarisasi yang dilakukan P2T menunjukkan bahwa tanah itu milik TNI AD. Inventarisasi pada tahun 1996 itulah yang dipakai untuk dasar keabsahan pemberian ganti rugi

Seperti diberitakan sebelumnya, Hamid Djiman didakwa jaksa penuntut umum yang diketuai Syamsul Bahri telah merekayasa surat pelepasan hak atas 12 girik tanah warga yang seolah-olah menyatakan bahwa pemilik atau ahli warisnya membenarkan adanya pembebasan tanah oleh TNI AD pada tahun 1958.

Perbuatan Hamid yang memegang surat kuasa dari TNI AD guna bisa mendapatkan ganti rugi dari PT Jasa Marga untuk tanah di Ceger dan Bambu Apus, Cipayung, Jakarta Timur, yang diakui milik TNI AD itu telah merugikan negara sebesar Rp 74,23 miliar lebih. (ELN)

Sumber: Kompas, 15 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan