Wakil Bank Dunia Beber Korupsi Proyek Jalan; Saat Menemui Pimpinan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serius mengusut temuan korupsi proyek yang didanai Bank Dunia. Itu dibuktikan dengan kedatangan Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia Andrew Steer di Kantor KPK kemarin.

Andrew menemui pimpinan KPK dalam rangka saling tukar informasi untuk memudahkan penyelidikan dugaan korupsi proyek transportasi (EIRTP) dan infrastruktur jalan strategis (SRIP) di Indonesia Timur yang dibiayai Bank Dunia.

Saat itu, Andrew diterima Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dan sejumlah wakil ketua. Pertemuan berlangsung satu jam sejak pukul 17.30.

Kita tadi bertemu dan bertukar informasi secara lisan atas temuan korupsi proyek Bank Dunia, jelas Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas saat dihubungi Jawa Pos tadi malam.

Apa informasi yang diberikan Bank Dunia kepada KPK? Erry tidak bersedia berkomentar. Jangan tanya saya deh, katanya. Alasannya, proses hukum kasus itu masih tahap penyelidikan sehingga belum bisa diungkap secara terbuka.

Menurut dia, sejauh ini Bank Dunia belum menyerahkan hasil investigasi kepada KPK seperti yang pernah dijanjikan. Kantor perwakilan mereka di sini (Jakarta) tak punya kewenangan apa pun. Mereka tergantung policy yang dikeluarkan kantor pusat di Washington. Inilah yang menjadi hambatan. Kita pahami masalah itu, jelas Erry.

Karena itu, kantor perwakilan Bank Dunia di Indonesia belum menyerahkan hasil investigasi seputar kebocoran anggaran kepada KPK. Tetapi, hal itu tidak mengurangi semangat penyidik KPK untuk mengungkap. KPK bisa melanjutkan penyelidikan temuan itu dengan menggunakan sumber informasi lain, jelas Erry.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pihaknya minta data tambahan ke Bank Dunia terkait temuan korupsi dua proyek. Data tambahan itu bisa didatangkan dari kantor pusat di Washington. Mereka berjanji dalam waktu dekat akan menyampaikan informasi itu, katanya usai workshop Pemberantasan Korupsi di Wisma BPK, Jakarta, kemarin.

Menurut dia, informasi itu adalah hasil investigasi yang menguatkan indikasi korupsi dalam proyek Bank Dunia di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum (DPU).

Selain itu, lanjutnya, KPK akan memulai penyelidikan dengan memanggil saksi dari Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) DPU serta klarifikasi data Depkeu. Kita juga bekerja sama dengan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) untuk melakukan audit, ujar pensiunan Kejagung itu.

Selama tahap penyelidikan, menurut dia, KPK berharap Bank Dunia tidak menjatuhkan sanksi (pengembalian dana USD 4,7 juta) sebelum pengusutan tuntas. Kami serius mengusut kasus itu, tegasnya. Tumpak juga menyarankan pemerintah menggugat kontraktor yang diduga terlibat korupsi proyek tersebut.

Sebelumnya, Bank Dunia mengungkap penyelewengan dan penyuapan senilai USD 300 ribu (Rp 2,7 miliar) oleh kontraktor proyek kepada sejumlah pejabat PU. Bank Dunia lantas mendesak pemerintah RI mengembalikan total bantuan USD 4,7 juta (Rp 42 miliar) yang dikucurkan.

Atas temuan Bank Dunia, Menkeu Sri Mulyani meminta KPK mengusut. Tim penyelidik dugaan korupsi di dua proyek tersebut dibentuk pada 11 Juli 2006. (agm)
---------
Juga Tanyakan Korupsi di Aceh

Setelah menemukan indikasi korupsi dalam proyek transportasi daerah dan infrastruktur jalan strategis, Bank Dunia juga menanyakan dugaan korupsi proyek yang dikerjakan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (BRR) kepada KPK.

Tadi, dia juga bertanya soal BRR. Tetapi, saya cut (potong). Saya katakan kita akan berikan perhatian penuh. Kalau perlu, kita melakukan supervisi, jelas Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas.

Erry mengatakan, Bank Dunia memiliki perhatian tinggi terhadap dugaan praktik korupsi pada proyek BRR. Sebab, mereka menyumbangkan dana melalui berbagai lembaga. KPK, ungkapnya, telah menerima laporan dugaan korupsi proyek pembangunan perumahan di Aceh. Laporan sudah masuk ke KPK dan masih ditelaah, ujarnya.

Sebelumnya, Indonesian Corruption Watch (ICW) juga melaporkan indikasi tindak pidana korupsi dalam lima bidang yang ditangani BRR. Antara lain, penyusunan pembangunan wilayah dan pengadaan inventaris kantor. Menurut ICW, akibat penyimpangan itu, negara dirugikan sedikitnya Rp 23,69 miliar. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 29 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan