Wajibkan TNI dan Polri Belanja Produk Lokal, Basmi Makelar Senjata

INDUSTRI persenjataan nasional, se­perti PT Pindad, perlahan-lahan dapat roboh kalau pemerintah tidak memberikan perhatian terhadap sejumlah persoalan yang mereka hadapi. Solusi yang tercepat adalah peme­rintah harus segera mengonkretkan aturan hukum yang lebih berpihak kepada industri lokal.

Pengamat pertahanan Rizal Dharmaputra menilai, pemerintah harus segera menyiapkan keputusan presiden (keppres) yang mewajibkan TNI dan Polri belanja persenjataan ke Pindad. Pengadaan senjata, kata Rizal, bisa saja dilakukan berjenjang. Bukan dimulai untuk persenjataan yang sulit diproduksi dulu. Namun, fokus pada jenis senjata yang cepat dibikin sesuai dengan kapasitas produksi. ''Kalau beli senapan serbu di Pindad, saya kira tidak ada masalah,'' ujar Rizal kemarin (7/2).

Menurut dia, selama ini senapan yang digunakan TNI dan Polri tidak seragam. ''Untuk senapan, saya kira produk Pindad bersaing dengan buatan dari mana pun,'' katanya. Nah, setelah produksi Pindad bergairah, kepercayaan pemerintah untuk belanja senjata di industri lokal bisa ditingkatkan. Misalnya, belanja tank atau panser dengan kemampuan tertentu.

Persoalan yang harus dituntaskan tidak hanya sampai di situ. Menurut Rizal, aturan hukum itu juga harus mampu memangkas makelar penjualan senjata yang selama ini kerap mengganggu pertumbuhan industri pertahanan nasional.

Sebab, kata Rizal, sepak terjang makelar akan membikin pengguna anggaran menjatuhkan pilihan kepada penjual senjata di luar negeri. ''Sebab, saat menawarkan senjata, tentu tidak gratis. Makelar juga menawarkan sejumlah kompensasi kepada pengguna anggaran,'' tuturnya.

Padahal, pemerintah harus mengalokasikan dana besar untuk belanja persenjataan. ''Di mana pun tentu lebih murah produksi sendiri jika dibandingkan dengan membeli dari luar negeri,'' ucapnya.

Hingga kini, sebenarnya ada gejala perbaikan. Sayangnya, pemerintah hanya mengimbau. ''Kebijakannya tidak mewajibkan,'' ujarnya.

Selain itu, terang dia, pemerintah harus mengondisikan keberpihakan. Salah satu di antaranya ialah membantu Pindad agar tak kesulitan mencari kredit untuk pengembangan usaha. Itu bisa ditunjukkan saat Pindad berhubungan dengan bank. ''Pindad tak bisa disamakan dengan BUMN lain yang bisa bersaing kompetitif. Pindad hanya melayani pertahanan,'' katanya.

Yang kedua, pemerintah bisa membikin kebijakan bahan baku murah. Misalnya, penetapan harga bahan baku berbeda dengan pasar umum ketika Pindad berhubungan dengan PT Krakatau Steel. Apabila pengadaan bahan baku harus diimpor, pemerintah bisa membantu dengan memotong pajak bea masuk. Dengan cara itu, pasar industri pertahanan yang terbatas bisa terus bersaing.

Perhatian kepada Pindad juga harus mencakup soal sumber daya manusia (SDM). Salah satu di antaranya adalah penetapan standar gaji tinggi untuk para insinyur yang bekerja di sana. ''Saya melihat lulusan terbaik di institut teknologi jarang melirik Pindad karena bergaji kecil,'' jelasnya. Kualitas SDM yang jeblok ke depan akan berpengaruh pada dinamika ragam produksi perusahaan bersangkutan.

Sumber Jawa Pos di Mabes TNI menyebutkan, gerak makelar pembelian senjata kini sudah sangat terbatas. ''Mereka takut sama Pak Wamenhan,'' katanya.

Wakil Menteri Pertahanan dijabat Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin. Sejak menjabat sekretaris jenderal (Sekjen) Kementerian Pertahanan, Sjafrie memang gemas dengan ulah para makelar.

Menurut sumber itu, para makelar kini berlindung dengan menumpang pada tender resmi pemerintah. ''Misalnya, saat pemerintah mengumumkan akan membeli kapal dari Korsel, makelar bergerak ke sana. Mereka cepat melobi ke pabrik, tapi tidak proaktif menawarkan ke pemerintah,'' katanya.

Dulu, sebelum ada penertiban pengadaan senjata melalui satu pintu, makelar bersikap proaktif. ''Dulu proyek belum dibuka saja mereka sudah promosi dan mengajak para pejabat ke luar negeri,'' tutur sumber tersebut.

Saat dikonfirmasi, Kabiro Humas Kementerian Pertahanan Kolonel I Wayan Midhio menjamin komitmen pemerintah untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri secara maksimal. ''Sebentar lagi akan terbit peraturan presiden tentang industri pertahanan,'' katanya.

Mantan atase pertahanan KBRI di New Delhi, India, tersebut menjelaskan, berlandaskan perpres itu, pemerintah bakal membentuk Komite Kemandirian Industri Pertahanan (KKIP). ''Nanti (komite tersebut) akan lintas kementerian. Jadi, (anggotanya) ada Kementerian Keuangan, riset, Kementerian BUMN, dan juga kami," tutur Wayan (git/rdl/dwi)

Sumber: Jawa Pos, 8 Februari 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan