Wajib Belajar, Kenapa Bayar?
Tenggat waktu pelaksanaan wajib belajar yang telah disepakati pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tinggal satu tahun.Tapi belum terlihat langkah serius untuk merealisasikannya. Pemerintah justru menurunkan persentase anggaran pendidikan sehingga lebih rendah dibandingkan pada tahun 2006.
Padahal,tanpa dukungan anggaran yang memadai,pelaksanaan wajib belajar mustahil terwujud.Karena faktor utama yang menghambat masyarakat mendapatkan pelayanan pendidikan adalah biaya yang sangat mahal.Data Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menunjukkan telah terjadi ketimpangan dalam proporsi pembiayaan pendidikan.Pemerintah hanya menanggung 26,13% hingga 46,26% dari biaya total pendidikan (BTP).
Menurut kepala Balitbang Depdiknas waktu itu, Dodi Nandika, apabila tidak ada upaya mengalokasikan 20% anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk sektor pendidikan di luar gaji guru,situasi tersebut berdampak negatif terhadap pemerataan dan mutu pendidikan secara keseluruhan serta penuntasan program wajib belajar tahun.
Turunnya persentase anggaran pendidikan merupakan langkah mundur dalam mewujudkan wajib belajar pada 2008. Sekaligus memperlihatkan bahwa pemerintah masih belum memiliki komitmen kuat untuk membuka akses dan menyediakan pendidikan bermutu bagi masyarakat,serta membenarkan anggapan bahwa duet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) hanya mampu menebar pesona.
Jika sekedar pernyataan atau pembuatan aturan,Presiden Soeharto pun mampu melakukan. Saat dia berkuasa,digulirkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 tahun 1994 mengenai wajib belajar. Tujuannya memberi kesempatan yang luas kepada warga negara Indonesia agar memperoleh pendidikan minimal pada tingkat dasar yang dibiayai pemerintah. Karena tidak ada komitmen,hingga Presiden Soeharto dipaksa mundur dari jabatannya, penyelenggaraan sekolah masih tetap mahal dan sulit dijangkau kelompok miskin. Sepertinya kesalahan serupa akan diikuti oleh pemerintahan SBY dan JK.
Upaya mewujudkan wajib belajar hanya berhenti pada pernyataan dan pembuatan aturan tanpa didukung ketersediaan