Vonis bebas pembalak liar; Kejaksaan Ajukan Kasasi
Jaksa yakin kayu berasal dari hutan alam.
Jaksa yakin kayu berasal dari hutan alam.
Kejaksaan Tinggi Riau kemarin mengajukan kasasi atas putusan bebas majelis hakim Pengadilan Negeri Pelalawan terhadap dua terdakwa kasus illegal logging. Dua terdakwa yang dibebaskan ialah Anna Marningsih, Direktur Utama PT Karunia Alam Riau, dan Harlen Hutahuruk, pemilik sawmill di Pelalawan.
Kami tidak sependapat dengan putusan hakim, kata juru bicara Kejaksaan Tinggi Riau Darbin Pasaribu di Pekanbaru kemarin. Dalam vonisnya pada 7 Mei lalu, dakwaan jaksa dinilai tidak terbukti, sebab kayu milik perusahaan ini berasal dari lahan milik masyarakat dan bukan hutan alam.
Menurut ketua majelis hakim Samsudin, untuk menjerat terdakwa seharusnya barang bukti kayu berasal dari hutan alam. Sedangkan berdasarkan pemeriksaan di pengadilan, kayu yang disita dan jadi barang bukti ternyata berasal dari lahan warga. Karena itu, hakim menilai terdakwa tidak bersalah dan bebas murni.
Darbin mengatakan kalaupun kayu itu berasal dari lahan warga, seharusnya ada dokumen yang sah. Karena keduanya tidak bisa menunjukkan dokumen, jaksa yakin kayu itu berasal dari hutan alam. Karena itu, terdakwa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan.
Ana didakwa dalam kasus ini setelah aparat Kepolisian Daerah Riau menyita 125 ribu meter kubik kayu moulding dari lokasi perusahaannya di Desa Sikijang Mati, Bandar Sikijang, Pelalawan, pada 23 Januari 2007. Polisi juga menyita 1.391 keping kayu olahan meranti dan 1.428 kayu olahan campuran di sawmill milik Harlen. Semua kayu itu tak dilengkapi dokumen.
Vonis bebas ini disesalkan Koordinator Jaringan Kerja Penyelamatan Hutan Riau Susanto Kurniawan. Hakim tidak peka dengan kerusakan lingkungan, kata Susanto. Putusan ini merupakan pukulan telak bagi peradilan dan upaya penyelamatan hutan Riau dari kerusakan.
Sementara itu, Direktur Reserse dan Kriminal Polda Papua Komisaris Besar Paulus Waterpauw mengatakan dua perusahaan yang diduga terkait illegal logging di Kaimana dan Bintuni hanya memiliki izin sampai Maret lalu, tapi dua perusahaan ini tetap melakukan penebangan.
Polda Papua, kata dia, tidak mampu memonitor lokasi pembalakan karena keterbatasan alat dan dana. Pihaknya berfungsi sebagai pendukung tim Markas Besar Polri dalam memerangi pembalakan di dua daerah ini. jupernalis samosir | cunding levi
Sumber: Koran Tempo, 16 Mei 2008