UU Pengadilan Tipikor Akan Diuji ke MK

INDONESIA Corruption Watch (ICW) bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) lainnya menyatakan akan melayangkan uji materi (judicial review) Undang-undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke Mahkamah Konstitusi dalam satu atau dua bulan lagi.

"Kami segera membentuk tim ahli," kata Peneliti ICW Febri Diansyah di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, di Jakarta, Rabu (30/9).

Menurutnya, tim yang berisikan ahli-ahli hukum digandeng untuk menyiapkan rancangan agar uji materiil yang diajukan tidak lemah. "Harus cepat, tapi juga cermat," kata dia.

Febri menjelaskan, beberapa pasal akan diuji karena justru melemahkan pemberantasan korupsi. Dicontohkan, pemangkasan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penuntutan dan penyadapan. ICW juga menyoroti komposisi majelis hakim dan pembentukan peradilan khusus korupsi di 33 provinsi di Indonesia.

"Pasal-pasal tersebut sarat dualisme hukum, hingga perlu ditegaskan oleh tafsir Mahkamah Konstitusi," kata dia.

Semisal, payung hukum tidak menyebutkan secara pasti komposisi hakim karir dan hakim ad hoc dengan menyerahkan pada ketua pengadilan setempat.

"Akan ada dua standar penanganan kasus yang membuka celah intervensi," katanya.

Pihaknya menginginkan hakim ad hoc lebih banyak dari hakim karir, yakni tiga banding dua. "Publik masih menyangsikan kapasitas hakim karir yang kerap kali meloloskan kasus korupsi," katanya.

Begitu pula dengan pembentukan pengadilan Tipikor. Amanat pembentukan pengadilan di seluruh provinsi dalam dua tahun dianggap menggantung. Tidak ada kepastian langkah apa yang mesti dilakukan kalau ternyata gagal terbentuk.

"Apa dikembalikan ke pengadilan negeri, dilimpahkan ke pengadilan Tipikor daerah lain, atau seperti apa?" katanya.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud menyatakan siap menguji materi (judicial review) UU Pengadilan Tipikor yang telah disahkan DPR, 29 September lalu. MK akan menelaah apakah subtansi UU tersebut ada yang melanggar UUD 1945.

Namun, Mahfud tidak bersedia mengomentari subtansi draf UU tersebut karena menyangkut pokok perkara. "Saya tidak dapat bicara (pokok perkara), begitu orang menyebut akan melakukan judicial review, saya tidak boleh berbicara tentang itu. Saya tunggu kalau masuk ke sini, akan saya pelajari. Jadi, saya tidak tahu UU Pengadilan Tipikor yang baru itu," ujarnya. Adhitya Cahya Utama/M Yamin Panca Setia

Sumber: Jurnal nasional, 1 Oktober 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan