UU KPK Tak Anut Sistem PAW
Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menyampaikan pendapatnya saat menjadi saksi ahli pada sidang pleno pengujian Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, kemarin.
Ahli hukum dan pengacara Todung Mulya Lubis mengatakan bahwa aturan pengisian jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Undang-Undang (UU) KPK tidak menganut sistem penggantian antarwaktu (PAW).
Karena itu, kepemimpinan Busyro Muqoddas sebagai Ketua KPK sebaiknya diteruskan sesuai masa jabatan anggota, yaitu empat tahun. “PAW tidak dikenal dalam UU KPK,sehingga penafsiran saya tetap berpandangan pimpinan KPK pengganti akan menjabat secara penuh atau empat tahun,” katanya saat menjadi ahli dalam sidang pleno pengujian Pasal 33 dan 34 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin. Menurutnya, akan terjadi kontinuitas (keberlanjutan) visi kepemimpinan Busyro jika bisa melanjutkan hingga 2013 mendatang.
“Jika pemimpin yang baru nanti berbeda paradigma dan pendekatan dalam pemberantasan korupsi dengan yang lama,maka kontinuitas seperti apa yang diharapkan?” ujar Todung. Menurut Todung, keberlanjutan kepemimpinan akan memunculkan iklim kepemimpinan yang sehat di KPK. Ilustrasinya, kata Todung, saat pergantian komisioner KPK dilakukan secara serentak maka akan dirumuskan dasar kebijakan dalam memberantas korupsi. Jika memang policy (kebijakan) dan paradigma sama maka tidak menjadi persoalan. Namun jika ada perbedaan di antara para komisioner maka akan menjadi masalah.
Aturan penggantian jabatan pimpinan KPK menurut Todung memang multitafsir. Ada beberapa pihak yang menafsirkan pengisian jabatan pimpinan sebagai satu paket karena kepemimpinan KPK adalah kolektif.Konsekuensi pandangan ini, masa jabatan pimpinan KPK pengganti akan meneruskan sisa masa jabatan pimpinan KPK yang digantikan atau sistem penggantian antarwaktu. Praktisi hukum ini mengungkapkan bahwa kekosongan kepemimpinan KPK memang tidak diantisipasi para penyusun UU tersebut. Para penyusun ini menganggap masa jabatan pimpinan KPK akan bertahan.
Selain itu, hingga kini dirinya tidak melihat keberadaan aturan pengisian jabatan pimpinan KPK dalam UU KPK menganut sistem penggantian antarwaktu. “Ini tidak dikenal dalam UU KPK, sehingga penafsiran saya tetap berpandangan pimpinan KPK pengganti akan menjabat secara penuh atau empat tahun,”imbuh dia. Kepemimpinan KPK menurutnya harus memenuhi asas manfaat dan asas independensi. Sementara itu, kinerja Busyro Muqoddas sebagai pimpinan KPK pengganti yang baru diangkat pada akhir 2010 dan akan berakhir akhir 2011 diperkirakan tidak akan efektif karena singkatnya masa jabatan.
Singkatnya masa jabatan membuat publik tidak bisa menerima banyak manfaat; sedangkan jika jabatan pimpinan KPK terlalu singkat, Todung khawatir independensinya akan terganggu karena akan berpikir untuk mencalonkan diri kembali. “Pengertian pemimpin KPK yang kolektif itu tidak terganggu oleh Busyro yang tinggal,untuk meneruskan masa jabatannya sebagai pejabat KPK terpilih,”tukas Todung. Permohonan pengujian UU ini dilakukan beberapa orang dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), antara lain Indonesia Corruption Watch (ICW), Ardisal (LBH Padang), Feri Amsari (Dosen FH Universitas Andalas),Teten Masduki (Sekjen TII), dan Zaenal Arifin Mochtar (Dosen FH UGM).
Mereka menguji Pasal 33 dan 34 UU KPK karena menganggap penafsiran keliru Komisi Hukum DPR saat uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan KPK pengganti (Antasari Azhar). Seleksi itu kemudian menetapkan jabatan Busyro Muqoddas hanya satu tahun. Para pemohon menilai penetapan jabatan Busyro selaku Ketua KPK hanya setahun, dinilai mubazir karena proses seleksi pengganti pimpinan KPK memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Busyro seharusnya menjabat selama empat tahun sama halnya anggota KPK lainnya.
Sementara itu, aktivis ICW Donal Fariz menyatakan pihaknya mengajukan permohonan tersebut sebagai pembayar pajak yang merasa dirugikan. Busyro menurutnya dipilih menggunakan dana dari APBN. “Karena itu, meskipun KPK tidak menjadi pihak terkait, atau Pak Busyro bukan mengajukan, permohonan ini tetap berjalan,” tukas Donal. mnlatief
Sumber: Koran Sindo, 1 Juni 2011