Usulan untuk Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara; Restrukturisasi dan Korupsi

Sesuai dengan nama yang disandangnya, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, tugas utama kementerian ini adalah meningkatkan pendayagunaan aparatur negara. Nama yang disandangnya itu bisa membuat orang jadi bertanya: apakah aparatur negara selama ini kurang berdaya guna? Setelah itu, seandainya pendayagunaannya dirasakan sudah optimal, tentu wajar jika timbul pertanyaan di benak kita: apakah kementerian ini masih dibutuhkan?

SEJARAH telah mencatat bahwa ada sebuah lembaga riset nonprofit di Amerika Serikat (AS) yang pada awalnya bernama Project Rand didirikan di Santa Monica California tanggal 1 Oktober 1945 dengan tujuan membenahi perusahaan Douglas Aircraft Company dan kemudian berubah menjadi konsultan semipemerintah dengan nama Rand Corporation. Rasanya tidak berlebihan apabila kita mengatakan bahwa setiap presiden yang baru terpilih di AS pasti akan bertemu dengan Rand Corporation untuk membicarakan pembenahan atau peningkatan sistem kepemerintahan. Artinya, Pemerintah AS pun yang sistem pemerintahannya tentunya sudah lebih maju daripada sistem pemerintahan di Indonesia tidak henti-hentinya melakukan perubahan dan restrukturisasi yang berkelanjutan sesuai dengan tuntutan zaman yang selalu berubah.

Sistem kepemerintahan Indonesia seharusnya demikian pula, apalagi perkembangan dunia internasional selalu menuntut adanya pembenahan sistem organisasi yang berkesinambungan yang terutama kita rasakan dalam dunia usaha. Adanya kewajiban bagi setiap perusahaan mencantumkan review atas internal control organisasi perusahaan dalam laporan tahunan perusahaan setelah lahirnya kasus Enron dan World Com, dilanjutkan dengan kewajiban pemeriksaan oleh auditor untuk memberikan opini atas internal control bagi dunia usaha yang dikenal dengan aturan Sarbane Oxley, seharusnya memacu pemerintah untuk melakukan langkah proaktif atas sistem organisasi kepemerintahan, jangan sampai kita dipaksa melakukannya oleh badan-badan dunia terutama badan-badan pemberi pinjaman.

Sayangnya, sejak negara RI merdeka sampai saat ini evaluasi mengenai efektivitas organisasi kepemerintahan belum pernah dilakukan sehingga organisasi kepemerintahan menjadi sangat tidak teratur dan terasa saling tumpang tindih.

Oleh sebab itu, saya mengusulkan agar Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menneg PAN) segera melakukan pendekatan terhadap lembaga-lembaga yang memang berpengalaman dalam bidang ini. Untuk itu, harus disusun tiga langkah konkret agar kita bisa merealisasikannya.

Langkah I
Menneg PAN hendaknya mengambil alih kepemimpinan atas Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dengan demikian, Menneg PAN sekaligus adalah Ketua BPKP. Memang banyak pandangan bahwa sebaiknya BPKP dijadikan satu dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Orang yang berpandangan seperti ini adalah mereka yang tidak mengerti hakiki yang mendasari internal control suatu organisasi, yakni adanya apa yang disebut pembagian kerja (segregation of duties) yang jelas. Oleh sebab itu, hendaknya kita melihat dulu pembagian tugas antara BPK yang bertanggung jawab dan diangkat oleh DPR dan DPD sebagai badan pemeriksa independen (external auditor) dengan BPKP, badan yang diangkat dan bertanggung jawab terhadap Presiden sebagai badan pemeriksa internal pemerintahan (internal auditor).

BPKP dibentuk karena terbatasnya span of control pemerintah yang karena besarnya organisasi menjadi sulit dilakukan. Dengan demikian, semua kebijakan yang diambil oleh pemerintah bisa terawasi dan berjalan efektif dengan baik karena adanya pengawasan internal yang memadai yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Karena itu, BPKP adalah organ yang dibutuhkan oleh pemerintah, sementara BPK adalah organ yang dibutuhkan oleh DPR dan DPD untuk memberikan jaminan bahwa pertanggungjawaban pemerintah atas pengelolaan keuangan negara yang biasanya dituangkan dalam Laporan Pelaksanaan Anggaran Negara (LPAN) berjalan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila BPKP digabung ke dalam BPK, maka pemerintah akan kehilangan perangkat pengawasan internal yang sebenarnya sangat dibutuhkan untuk melakukan kontrol secara komprehensif atas implementasi kebijakan-kebijakannya.

Penggabungan BPKP ke dalam BPK ini lebih berbau politik memperebutkan kekuasaan pemeriksaan ketimbang mempertimbangkan kebutuhan pengawasan, yang sebenarnya harus bertumpu pada prinsip- prinsip internal control yang lazim berlaku. Kalau toh dipaksakan, maka pada dasarnya berarti DPR telah terlalu banyak ikut campur dalam pengelolaan kepemerintahan yang seharusnya dipegang oleh lembaga eksekutif yang dipimpin oleh Presiden, akibatnya sistem politik kita akan semakin menjauhi sistem presidensial dan lebih mendekati sistem parlementer. Dalam posisi ketidakjelasan seperti ini, korupi, kolusi, dan nepotisme (KKN) bukan akan menurun, bahkan akan meningkat.

Oleh karena itu, sebelum langkah untuk menyatukan BPKP dan BPK yang didorong oleh DPR ini menjadi kenyataan, sebaiknya Presiden mengambil alih permasalahan ini dan menyerahkan kepemimpinan BPKP kepada Menneg PAN sambil mengumumkan bahwa pemerintah akan menyatukan inspektorat jenderal pada departemen-departemen ke dalam BPKP.

Sebagai internal auditor, seharusnya BPKP adalah badan yang paling tahu mengenai struktur organisasi kepemerintahan maupun masalah-masalah yang dihadapi bagian-bagian dari kepemerintahan serta bagian-bagian mana dari substruktur organisasi kepemerintahan yang saling tumpang tindih dan/atau menghadapi konflik penugasan (conflicting duties). Karena lazimnya, internal auditor melakukan apa yang dikenal sebagai: berjalan mengikuti alur sistem (walk through the system). Catatan-catatan ketika melakukan walk through the system inilah yang seharusnya menjadi dasar pembenahan struktur dan internal control dari struktur organisasi kepemerintahan kita.

Di dalam ilmu akuntansi, khususnya auditing, ada pemeo yang mengatakan bahwa Auditor is a watch dog, not a blood hound (auditor adalah anjing penjaga, bukan anjing pelacak). Oleh karena itu, tugas utama auditor eksternal adalah memastikan bahwa semua sistem relatif berjalan lancar, sementara auditor internal bukan hanya memastikan bahwa semua sistem relatif berjalan lancar, tetapi juga memastikan bahwa semua perbaikan telah dilaksanakan dengan baik sehingga kesalahan dan irregularities (penyimpangan-penyimpangan) bisa terawasi serta tercipta sistem yang lebih memadai dan efektif.

Langkah II
Seluruh temuan BPKP dievaluasi oleh suatu badan independen semacam Rand Corporation yang terdiri dari unsur-unsur profesional yang independen agar tidak terjadi bias politik atau kepentingan. Unsur-unsur itu terdiri dari tentunya BPKP sendiri bekerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Kalau memungkinkan dan bersedia, BPK juga dapat diikutsertakan, demikian pula Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar mereka mengerti perubahan yang akan dilaksanakan. Tentunya pengkajian ini memerlukan dana yang cukup besar, antara lain mendidik tenaga-tenaga ahli yang nantinya akan melaksanakan tugas-tugas ini dengan sebaik-baiknya.

Untuk itu, badan ini dapat meminta bantuan dana dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia atau Bank Pembangunan Asia. Saya yakin badan-badan keuangan dunia itu dengan senang hati akan membantu. Pendidikan tersebut dapat dilakukan bekerja sama dengan, misalnya, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang disupervisi oleh lembaga-lembaga profesional internasional, seperti Australian Society of Certified Practising Accountants (ASCPA) atau American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) atau Institute of Chartered Accountants (ICA). Keterlibatan badan-badan profesional internasional akan memberi bobot kredibilitas tambahan sehingga mempermudah kita dalam mengajukan permohonan bantuan dari lembaga-lembaga keuangan internasional.

Langkah ini diharapkan dapat menciptakan good governance yang lebih terarah dengan dasar-dasar yang lebih kokoh karena dilaksanakan secara komprehensif dengan dasar-dasar yang baik.

Langkah III
Usulan-usulan yang dihasilkan oleh badan independen ini kemudian diajukan oleh Menneg PAN/Ketua BPKP untuk mendapat persetujuan pemerintah. Setelah disetujui, adalah tugas Menneg PAN/Ketua BPKP untuk mengawasi bahwa keputusan kabinet ini dilaksanakan dengan baik dan, karena sudah menjadi keputusan pemerintah, seharusnya lebih memungkinkan untuk dilaksanakan.

Pemberantasan korupsi
Korupsi adalah masalah yang paling sulit diberantas karena kolusi di antara para pejabat sudah begitu erat sehingga masing-masing selalu menyembunyikan kerja sama (kolusi) korupsi yang mereka lakukan bersama-sama, berakibat sulitnya pembuktian kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Sepanjang pemerintah belum sanggup membayar para pegawainya dengan gaji yang memadai, selama itu pula korupsi akan tetap terjadi. Oleh karena itu, menangkapi serta membawa para koruptor ke pengadilan rasanya bukan merupakan jalan keluar terbaik.

Untuk membiayai hidup kita bekerja dan memperoleh penghasilan, setelah dikurangi pajak kemudian dikurangi konsumsi, sisanya adalah nilai yang mungkin kita gunakan untuk melakukan investasi. Pajak dan konsumsi rasanya tidak sulit untuk diperkirakan apabila penghasilannya jelas. Dengan demikian, kalau seseorang mempunyai investasi dan konsumsi yang besar, sedangkan pajaknya kecil, maka jelaslah bahwa dia telah melaporkan pendapatannya dengan tidak jujur. Jangan lupa bahwa sistem hukum perpajakan kita berdasarkan apa yang dikenal sebagai self assessment, artinya setiap wajib pajak harus secara jujur menghitung sendiri dan melaporkan jumlah pajak yang terutang, kemudian membayarkannya kepada pemerintah.

Dengan menggunakan formula ini, sebenarnya pemerintah sudah dapat mengambil beberapa langkah. Pertama, kita tahu bahwa investasi yang dilakukan seseorang dapat berbentuk pembelian barang bergerak atau tidak bergerak. Kewajiban setiap pejabat negara untuk melaporkan harta yang dimilikinya ke KPK merupakan langkah pertama yang perlu didukung. Sayang, langkah ini tidak diikuti dengan melakukan pengecekan silang atas SPT tahunan yang mereka siapkan.

Lebih lanjut seharusnya nilai akumulasi harta yang dimiliki para pejabat dengan akumulasi pajak yang telah dibayarkan oleh pejabat yang bersangkutan sejalan. Dengan menggunakan formula di atas, sebenarnya pemerintah bisa menghitung dan menetapkan pajak yang terutang dari pejabat-pejabat negara, mungkin mulai dari pejabat BPKP, BPK, kantor pajak, kejaksaan, kehakiman, hingga kepolisian.

Kalau pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis, maka dalam waktu singkat akan terkumpul pendapatan pajak yang menurut saya jumlahnya cukup besar. Dengan pendapatan ekstra ini, pemerintah dapat menaikkan gaji pegawai ke tingkat yang lebih memadai. Artinya, kenaikan gaji pegawai negeri tidak dengan meningkatkan anggaran belanja, tetapi dari penerimaan pajak yang terutang karena para pejabat negara lalai membayar pajak penghasilan mereka.

Setelah diberi kenaikan gaji sehingga pendapatan mereka kurang lebih memadai, paling tidak sama dengan pendapatan karyawan swasta atau lebih sesuai dengan tingkat gaji yang ditetapkan oleh mekanisme pasar, maka kalau mereka masih melakukan KKN akan dijatuhi hukuman berat.

Agar kebijakan ini bisa dilakukan dengan efektif, seyogianya pelaksanaan awal dilakukan oleh badan-badan independen. Yang paling kompeten untuk melakukan ini adalah akuntan publik bekerja sama dengan KPK karena informasi mengenai kekayaan pejabat dimiliki oleh KPK. Baru setelah BPKP selesai diperiksa dan dinaikkan gajinya, maka tugas-tugas ini bisa dilakukan oleh BPKP. Dan karena hal ini menyangkut pembersihan terhadap sapunya (aparatur pemerintah), sudah selayaknya inisiatif dan supervisi berada di tangan Menneg PAN.(Farid Prawiranegara Pengamat Sosial Kemasyarakatan)

Tulisan ini diambil dari Kompas, 24 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan